
Hampir seluruh hutan yang ada di dunia saat ini telah dipengaruhi oleh aktivitas manusia pada tingkat tertentu, baik secara langsung melalui tindakan perusakan, maupun secara tidak langsung seperti melalui fenomena perubahan iklim (yang disebabkan oleh aktivitas manusia pula). Jika hal ini terus berlanjut tentunya akan berpotensi memberikan dampak negatif pada kita, mengingat fungsi hutan yang tak hanya sebagai rumah bagi ribuan spesies, tetapi juga merupakan salah satu penyimpan gas karbon sekaligus penghasil oksigen terbesar di bumi. Untuk itu, upaya pemulihan dan penyelamatan hutan penting untuk dijalankan saat ini salah satunya dapat melalui restorasi hutan. Upaya apa yang kita lakukan melalui restorasi hutan ini? Bagaimanakah kita bisa melakukannya dengan baik? Simak penjelasannya berikut ini.
Pengertian Restorasi Hutan
World Wide Fund (WWF) mendefinisikan upaya restorasi hutan sebagai proses meningkatkan kesehatan, produktivitas, dan tatanan kehidupan sebuah hutan yang merupakan kegiatan kompleks sehingga tidak akan pernah bisa mengembalikan hutan aslinya sepenuhnya. Untuk itu, mengapa jauh lebih baik untuk melestarikan hutan sehat yang ada dan mencegahnya agar tidak terdegradasi atau dihancurkan. Definisi lain menyatakan bahwa restorasi adalah salah satu istilah yang digunakan dalam suatu kegiatan pengawetan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Salah satu kegiatan pengawetan yang dimaksud adalah melalui pemulihan ekosistem. Pemulihan ekosistem tersebut dilakukan untuk memulihkan struktur, fungsi, dinamika populasi, dan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya.

Hal ini diperjelas dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, salah satunya Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Pada pasal 29 dari peraturan tersebut mengamanatkan bahwa tata cara pelaksanaan pemulihan ekosistem dilakukan melalui mekanisme alam, rehabilitasi, dan restorasi. Kegiatan restorasi tersebut dilakukan melalui kegiatan seperti pemeliharaan, perlindungan, penanaman, pengkayaan jenis tumbuhan, dan satwa liar, atau pelepasliaran satwa liar hasil penangkaran atau relokasi satwa liar dari lokasi lain.
Istilah restorasi juga dikenal dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem hutan gambut. Dalam Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2016 pasal 30 ayat (3) disebutkan bahwa pemulihan fungsi ekosistem hutan gambut dilakukan melalui suksesi alami, rehabilitasi, restorasi, dan/atau cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan restorasi pada ekosistem hutan gambut dilakukan dengan penerapan teknik-teknik restorasi: mencakup pengaturan tata air di tingkat tapak, pekerjaan konstruksi, operasi, dan pemeliharaan yang meliputi penataan infrastruktur pembasahan (rewetting) gambut, dan/atau penerapan budidaya menurut kearifan lokal. Sehingga dari beberapa konsep tersebut, dapat kita katakan bahwa restorasi hutan adalah suatu upaya intervensi oleh manusia dengan tujuan pemulihan dan peningkatan kualitas hutan, untuk menjaga tatanan dan fungsinya dalam menjaga kestabilan alam.
Mengapa Kita Perlu Melakukan Restorasi Hutan?
Memang, jika kita renungkan kembali dari pernyataan yang dikeluarkan oleh WWF mengenai bagaimana kompleksnya upaya restorasi hutan sehingga tidak akan pernah bisa mengembalikan hutan aslinya sepenuhnya. Itulah mengapa jauh lebih baik untuk melestarikan hutan alami yang ada dan mencegahnya agar tidak terdegradasi atau dihancurkan. Namun, realitas yang ada menggambarkan bagaimana hampir seluruh hutan yang ada di dunia saat ini telah dipengaruhi oleh aktivitas manusia, baik secara langsung seperti kegiatan perusakan maupun tidak langsung melalui perubahan iklim (yang disebabkan pula oleh aktivitas manusia).

Berdasarkan data yang dihimpun oleh World Resources Institute (WRI) pada tahun 2017, sekitar 16 juta hektar hutan di seluruh dunia telah terdegradasi yang menelan biaya sekitar 10% dari PDB Global per tahun. Setiap tahun, aktivitas deforestasi dan degradasi lahan ini (yang umumnya disebabkan oleh aktivitas pertanian) melepas sekitar seperempat emisi gas rumah kaca. Untuk itu, agar menjaga kapasitas simpanan karbon, baik konservasi dan restorasi hutan ditempatkan sebagai solusi berbasis alam utama dalam menjaga pemanasan global.
Selain itu, kerusakan yang terjadi pada kawasan hutan tidak selalu dapat langsung terlihat. Artinya, hutan mungkin terlihat sangat sehat dan hijau, tetapi menderita secara ekologis akibat oleh adanya spesies invasif, pembangunan infrastruktur, pertanian, pertambangan, kebakaran, atau penyebab stres lainnya. Sehingga diperlukan suatu pendekatan yang tepat melalui restorasi hutan yang dimulai dengan diagnostik untuk mencari tahu apa yang salah. Karena sebagian besar kegiatan restorasi nantinya akan berfokus pada mengembalikan proses alami yang berkontribusi pada produktivitas hutan, seperti bagaimana interaksi air dengan tanah, sungai, dan tanaman. Maka, diagnosa diperlukan untuk memilih pendekatan yang tepat bergantung pada apa yang menyebabkan goyahnya hutan tertentu.
Manfaat Restorasi Hutan
Intervensi aktivitas manusia terhadap hutan menjadi latar belakang mengapa kita perlu melakukan kegiatan ini untuk memulihkan dan menjaga kualitasnya dalam menjaga kestabilan alam. Namun lebih dari itu, restorasi hutan juga dapat memberikan manfaat bagi manusia sehingga penting bagi kita melakukan restorasi selain memanfaatkan sumber daya hutan yang ada. Karena bagaimanapun, proyek penanaman kembali dan restorasi skala sekecil apapun dapat berdampak besar.
Seperti menciptakan udara yang lebih bersih dan ruang yang lebih indah serta memberikan manfaat besar bagi kesehatan mental dan fisik masyarakat. Berinvestasi dalam restorasi hutan dan lahan dapat membantu memulihkan kesehatan manusia, komunitas, dan lingkungan. Selain itu, kegiatan restorasi juga menawarkan prospek untuk mengembalikan pohon dan hutan pada lanskap hutan yang kritis dan terdegradasi dalam skala besar, sehingga meningkatkan ketahanan ekologi dan produktivitas.

Pemerintah Indonesia sendiri merilis data terbaru yang menunjukkan bahwa laju deforestasi tahun lalu mencapai titik terendah selama 5 tahun terakhir. Pada 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah merehabilitasi sekitar 400 ribu hektare hutan dan saat terjadi pandemi, KLHK berencana menambah jumlah bibit yang akan ditanam pada 2021. Tentunya hal ini menjadi kabar yang baik, restorasi dan pengelolaan hutan yang lestari diharapkan akan membantu mengatasi perubahan iklim dan krisis keanekaragaman hayati serta menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan untuk pembangunan berkelanjutan.
Bagaimana Kita Melakukan Restorasi dengan Benar?
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada awal restorasi penting sekali untuk melakukan suatu diagnosa awal terhadap hutan yang ada. Karena misalnya kita ingin menanam tumbuhan baru, tentunya perlu tumbuhan yang sesuai dengan kondisi lingkungan yang telah berubah untuk memastikan tumbuhan tersebut berkembang seterusnya di masa depan. Selain itu, pendekatan yang tepat juga harus mempertimbangkan tuntutan manusia atas hutan. Jika tidak, maka hutan yang direstorasi kemungkinan besar akan terdegradasi lagi.

Misalnya, adanya tuntutan kebutuhan sumber bahan bakar untuk memasak. Mungkin alternatif yang bisa diambil adalah menyediakan sumber bahan bakar secara berkelanjutan yang dapat digunakan orang berulang kali tanpa merusak hutan secara permanen. Namun, persoalannya adalah terdapat masyarakat di beberapa daerah yang terbiasa menggunakan arang untuk memasak. Beberapa alasan di balik ini umumnya lantaran menjadi satu-satunya pilihan mereka atau karena tradisi budaya atau preferensi rasa.
Untuk itu, upaya restorasi hutan pada wilayah tersebut harus melibatkan penyisihan sebagian lahan restorasi yang diperuntukkan pada penanaman spesies yang tumbuh cepat yang cocok untuk arang, seperti eukaliptus untuk menggantikan kayu dari hutan alam. Melalui pemberian akses berkelanjutan ke sumber daya alam yang dapat diandalkan oleh masyarakat, memungkinkan kita membuat strategi untuk memperbaiki kualitas hutan tanpa khawatir terjadinya intervensi pada hutan kembali. Sehingga ekosistem alam baru yang ada dapat mendukung kebutuhan masyarakat sambil mengurangi tekanan yang dialami oleh hutan.
Menurut WWF sendiri, beberapa elemen kunci yang perlu untuk dipertimbangkan ketika melakukan kegiatan restorasi hutan antara lain:
- Menanam tumbuhanMerupakan bagian penting dari restorasi hutan, tetapi pendanaan untuk melakukannya seringkali kurang tersedia serta umumnya memerlukan penanaman bibit dan tumbuhan asli.
- Memperbaiki tanahTanah membutuhkan mikroba dan serangga kecil seperti lipan, kumbang, dan cacing untuk berkembang. Menambahkan bahan organik ke tanah dapat mengubah hutan secara radikal dan mendukung pemulihan kesehatan hutan.
- Melindungi satwa liarMenjaga bagaimana tumbuhan dan hewan dapat terus hidup dan berkembang biak adalah kunci restorasi hutan. Menciptakan ruang yang memungkinkan hewan melakukan perjalanan di antara wilayah hutan, secara signifikan meningkatkan peluang mereka untuk bertahan hidup, bereproduksi, dan berkembang.
- Mengelola lahan secara lestariRestorasi yang berhasil juga harus memenuhi kebutuhan petani yang masih memerlukan lahan dan akses sumber daya yang mungkin akan mempengaruhi hutan. Bersama dengan pemerintah, perlu adanya promosi praktik seperti wanatani (teknik pertanian yang menggabungkan penanaman dan konservasi untuk penggunaan lahan yang lebih produktif dan berkelanjutan). Sehingga selain memenuhi kebutuhan para petani, tetapi melalui praktik ini juga dapat memberikan manfaat besar pula bagi upaya restorasi hutan.
Singkatnya, segala jenis restorasi hutan harus dilakukan dengan partisipasi sebanyak mungkin orang yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Upaya tersebut kemungkinan besar akan berhasil jika para ahli dan konservasionis terlibat secara mendalam dengan masyarakat yang bergantung pada hutan yang bersangkutan. Serta adanya kerjasama pemerintah dengan pihak-pihak penting lain yang mengelola lahan dan bekerja untuk melestarikan hutan.
Penulis: Farijzal Arrafisena
Referensi Literatur:
Bioversity International. 2020. Forest restoration.
https://www.bioversityinternational.org/restoration/ (Diakses pada tanggal 22 Maret 2021)
Gustafson, Katie. 2021. What is forest restoration and how do we do it well?.
https://www.worldwildlife.org/stories/what-is-forest-restoration-and-how-do-we-do-it-well (Diakses pada tanggal 22 Maret 2021)
Hendartyo, Muhammad. 2021. Hari Hutan Internasional 2021, FAO Ajak Merestorasi Hutan.
https://bisnis.tempo.co/read/1444398/hari-hutan-internasional-2021-fao-ajak-merestorasi-hutan?page_num=2 (Diakses pada tanggal 22 Maret 2021)
Mollins, Julie. 2020. Mengembangkan inisiatif restorasi hutan dan bentang alam.
https://forestsnews.cifor.org/67280/mengembangkan-inisiatif-restorasi-hutan-dan-bentang-alam?fnl=en (Diakses pada tanggal 22 Maret 2021)
Sugiharto. 2019. Rehabilitasi, Reklamasi, Restorasi, dan Recovery Hutan.
http://agroindonesia.co.id/2019/11/rehabilitasi-reklamasi-restorasi-dan-recovery-hutan/ (Diakses pada tanggal 22 Maret 2021)
Referensi Gambar:
- https://wwf.panda.org/discover/our_focus/forests_practice/deforestation_fronts_/
- https://www.weforest.org/newsroom/brazil-restoration-site-one-year
- https://blog.globalforestwatch.org/data-and-research/2017-was-the-second-worst-year-on-record-for-tropical-tree-cover-loss/
- https://www.mongabay.co.id/2021/03/07/angka-deforestasi-indonesia-turun/
- https://jakartaglobe.id/context/forest-restoration-in-riau-going-strong/
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di berbagai daerah. Mari kita sama-sama melestarikan lingkungan dan menjaganya.
Yuk, bergabung bersama kami sebagai pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!