Adanya perubahan iklim dan kenaikan temperatur rata-rata di bumi tidak hanya berpengaruh pada cuaca ekstrim serta kenaikan permukaan air laut, namun juga pada berbagai perubahan yang dilakukan makhluk hidup lain untuk beradaptasi dalam situasi ini. Di seluruh dunia, hewan dan tumbuhan menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya melalui berbagai respons, seperti perubahan morfologi serta reproduksi untuk dapat terus bertahan hidup dalam gempuran krisis iklim. Hal ini juga dilakukan oleh tanaman berbunga yang merubah warna bunga mereka sebagai strategi untuk terus bertahan hidup serta menjaga keberlangsungan spesiesnya.
Krisis Iklim

Berbagai aktivitas manusia khususnya dalam beragamnya kegiatan industri telah berdampak besar bagi lingkungan. Salah satu dampak buruk yang harus diterima bumi ialah pelepasan gas rumah kaca dalam jumlah tinggi yang berakibat langsung pada lapisan ozon.
Ozon merupakan gas dengan rumus molekul O3 yang ditemukan pada lapisan stratosfer bumi. Lapisan ini bertugas untuk menyerap sinar ultraviolet (UV) matahari sehingga mengamankan makhluk hidup dari efek buruk radiasi tersebut. Menurunnya jumlah ozon yang telah diperkirakan terjadi sejak 1970-an mengakibatkan radiasi sinar UV menjadi lebih intens.
Meskipun tanaman menggantungkan sinar matahari untuk pertumbuhan, terlalu banyaknya radiasi UV justru dapat membahayakan dan berdampak buruk bagi mereka. Menyikapi ini, beberapa jenis tanaman telah ditemukan merubah warna bunga mereka sebagai respons atas perubahan iklim yang terjadi.
Perubahan Warna Bunga

Sebuah penelitian terbaru dalam jurnal Current Biology menyebutkan terjadinya perubahan warna pada bunga sebagai reaksi dari penurunan kadar ozon di stratosfer serta kenaikan suhu rata-rata di bumi akibat pemanasan global. Hal ini terjadi karena tanaman meningkatkan pigmentasi penyerap ultraviolet mereka. Penelitian ini juga menunjukkan bagaimana dalam 75 tahun terakhir bunga-bunga telah beradaptasi dengan cepat sebagai respons terhadap kenaikan suhu dan penipisan ozon melalui pengubahan pigmen ultraviolet pada kelopaknya,
Pada tanaman berbunga, paparan UV mendukung area pigmentasi penyerap UV yang lebih luas pada kelopak, di mana bagian ini bertugas untuk melindungi serbuk sari dari kerusakan akibat radiasi UV. Pengaruh krisis iklim pada pigmentasi ini kemudian akan ikut mempengaruhi termoregulasi bunga yang merupakan proses mempertahankan suhu tubuh agar pertumbuhan tanaman tetap optimal.
Pudarnya Warna Bunga Akibat Krisis Iklim

Berbagai ilmuwan dari Universitas Clemson mengamati lebih dari 1200 spesimen tanaman yang diawetkan, termasuk 42 spesies berbeda dari tiga benua yang berasal dari tahun 1941 hingga 2017. Spesimen ini kemudian diteliti serta dianalisis kadar pigmentasi bunganya menggunakan kamera yang sensitif terhadap ultraviolet untuk menemukan korelasi antara krisis iklim dengan pigmentasi pada bunga.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa pigmentasi bunga yang menyerap sinar UV telah meningkat sepanjang paruh kedua abad ke-20. Tingkat pigmentasi UV pada kelopak juga meningkat secara global dengan rata-rata 2% setiap tahunnya selama tujuh dekade terakhir. Adanya respon fenotipik cepat pigmentasi bunga terhadap perubahan iklim telah menunjukkan bahwa peningkatan suhu rata-rata di bumi serta penurunan kadar ozon di atmosfer dapat mempengaruhi penyerbukan melalui dampaknya pada warna bunga serta berdampak pula pada keberlangsungan reproduksi tanaman.
Menurut Matthew Koski, pigmen UV memang tidak terlihat oleh mata manusia, namun mereka berguna untuk menarik penyerbuk serta bertindak sebagai tabir surya bagi tumbuhan. Hal ini dikarenakan seperti halnya pada manusia, radiasi UV juga berbahaya bagi tumbuhan. Sehingga semakin banyak pigmen penyerap UV yang dikandung kelopak, maka semakin sedikit radiasi berbahaya yang dapat mencapai sel-sel sensitif tumbuhan. Meskipun terdengar sebagai kabar baik, namun adaptasi ini memiliki dampak yang cukup membahayakan bagi kinerja reproduksi tanaman karena warna merupakan salah satu alat utama yang menarik perhatian penyerbuk.
Koski juga menjelaskan bahwa penyerbuk cenderung lebih tertarik pada kelopak dengan pola tertentu, yaitu ujung kelopak yang lebih cerah atau lebih sedikit mengandung pigmen dengan kadar pigment tinggi yang terkumpul di pusat. Ketika seluruh bunga menjadi lebih gelap, penyerbuk dapat melewatkan bunga tersebut serta menghambat keberlangsungan spesiesnya. Sehingga jika krisis iklim terus meningkat, perubahan warna bunga ini dapat mengganggu interaksi penyerbuk tanaman. Hal ini berimplikasi tinggi pada reproduksi tanaman yang memiliki pola bunga UV, seperti kanola dan bunga matahari.
Penulis: Nur Annisa Kusumawardani
Referensi Literatur:
Aridi, Rasha. “Flowers Are Changing Color in Response to Climate Change.” Smithsonian Magazine, 2 Oct. 2020, www.smithsonianmag.com/smart-news/flowers-are-changing-color-response-climate-change-180975964.
News18. “Flowers Are Changing Colours Due to Rise in Temperature and Climate Change, Shows Study.” News 18, 30 Sept. 2020, www.news18.com/news/buzz/flowers-are-changing-colours-due-to-rise-in-temperature-and-climate-change-shows-study-2921933.html.
Widyaningrum, Gita Laras. “Akibat Pemanasan Global, Bunga-bunga di Dunia Alami Perubahan Warna.” National Geographic, 1 Oct. 2020, nationalgeographic.grid.id/read/132362379/akibat-pemanasan-global-bunga-bunga-di-dunia-alami-perubahan-warna.
Referensi Gambar:
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk melakukan kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di berbagai daerah. Mari kita sama-sama melestarikan lingkungan dan menjaganya.
Yuk bergabung bersama kami sebagai pioneer penghijauan!