Limbah Medis: Bahaya bagi Kesehatan dan Lingkungan

Limbah medis
(Photo credit: Dedhez Anggara, antarafoto.com)

Pandemi COVID-19 di Indonesia masih belum usai. Masyarakat masih wajib mengenakan masker bila pergi ke luar rumah. Petugas kesehatan mengenakan pakaian pelindung lengkap karena potensi penularan virus di sekitar mereka cukup tinggi. Alat pelindung bekas pakai yang tidak dibuang di tempatnya dan menjadi limbah medis, bisa menjadi rantai penularan virus juga, lho.

Ads

Limbah infeksius termasuk limbah medis adalah golongan sampah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah berbahaya dan beracun? Hmm, sounds scary. Ya pasti menyeramkan dong. Limbah infeksius bisa berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan karena mengandung banyak mikroorganisme patogen berupa virus, bakteri, jamur, dan parasit. Patogen bisa menyebabkan penyakit dan bersifat menular ke manusia yang cukup rentan. 

Jauh sebelum pandemi COVID-19, ada kasus penemuan limbah medis yang dibuang sembarangan pada 2018. Dikutip dari laman Kompas (14/09/2018), kontrak perjanjian RS Budi Asih dengan PT Mahardika Handal Sentosa (MHS) yang terjalin sejak Januari 2018 sempat dihentikan pada bulan Maret akibat ada kenaikan harga yang belum disepakati. Karena kesepakatan belum juga selesai, limbahnya yang menumpuk akhirnya diangkut sebanyak dua sampai tiga kali sejak Juni hingga September. Oknum karyawan PT MHS, S membuang salah satu limbah seberat 468 kg ke kawasan mangrove. Pelaku dijerat Pasal 104 jo dan Pasal 60 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan hukuman penjara maksimal tiga tahun atau denda tiga miliar.

Pembuangan limbah medis yang sembarangan sangat berbahaya bagi lingkungan. Lebih parahnya lagi, pelaku mengaku membuang limbah ke kawasan mangrove lantaran tempat itu sepi. Padahal hutan mangrove adalah habitat bagi banyak biota laut seperti ikan kecil, kepiting, udang, dan berbagai jenis tanaman mangrove. Limbah tersebut mengandung zat-zat beracun yang bisa mencemari tanah dan air sekitar mangrove. Ekosistem mangrove akan terganggu dan makhluk hidup disekitarnya akan mati.

 

Peningkatan volume limbah medis selama pandemi

Dikutip dari Tempo.co, dalam Rapat kerja bersama Komisi IV DPR di Jakarta pada 24 Juni 2020 bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengatakan terhitung hingga 8 Juni, volume limbah medis di seluruh Indonesia mencapai 1.100 ton. Belum selesai sampai sini, guys. Antaranews memberitakan bahwa terhitung hingga 15 Oktober, terjadi kenaikan volume limbah tersebut sebesar 30 hingga 50 persen dari total limbah infeksius pandemi COVID-19. Kenaikan volume total limbah mencapai 1662,75 ton. Angka ini dilaporkan oleh Rosa Vivien Ratnawati selaku Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Ads
Kapan jaga hutan? Sekarang! Buka lindungihutan.com

Peningkatan volume limbah medis yang cukup besar ini harus dikelola secara serius karena memiliki berpotensi sumber penularan penyakit. Sayangnya, limbah tersebut justru ditemukan di tempat yang tidak seharusnya, guys. Di bulan Juli lalu, campuran limbah tersebut dan sampah domestik ditemukan di TPA SumurBatu, Kota Bekasi dan TPA Burangkeng di Kabupaten Bekasi.

 

Dibuang di sembarang tempat

(Photo credit: news.detik.com)
(Photo credit: news.detik.com)

Temuan ini berasal dari observasi dan investigasi tim Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) yang dilakukan sejak tanggal 1 sampai 23 Juni 2020. Ketua KPNas Bagong Sutoyo menjelaskan informasi soal bercampurnya kedua jenis limbah ini berdasarkan informasi dari para pemulung dan temuannya di dua lokasi pembuangan limbah. Menurut mereka, pembuangan yang tidak bertanggung jawab ini sudah dilakukan sejak munculnya kasus COVID-19. Penumpukan limbah terjadi akibat tidak adanya sistem pemilahan limbah di tingkat sumber. Sampah harus dipilah dan dipisahkan sesuai kategorinya, sampah rumah tangga dipisahkan dengan sampah kategori B3. Parahnya lagi, tidak ada tempat penampungan khusus limbah medis penanganan COVID-19 di Bekasi. Jadi sampah yang diambil dari berbagai sumber langsung dibuang di tempat yang sama.

Tak hanya itu saja, di bulan Oktober, limbah medis berupa alat rapid test bekas ditemukan di pinggir Jalan Raya Sukatani-Cabangungin, tepatnya di Kampung Pulo Glatik, Desa Sukaindah, Kecamatan Sukakarya, Kabupaten Bekasi. Ada dua kantong plastik berisi limbah medis yang terdiri dari alat pelindung diri (APD) bekas, alat rapid test bekas, hingga suntikan bekas. Limbah berbahaya seperti ini tidak seharusnya dibuang di tempat yang salah karena sangat berbahaya dan perlu pengolahan khusus agar tidak berpotensi menularkan penyakit.

 

KLHK mengeluarkan surat edaran tentang penanggulangan limbah medis

Peningkatan volume limbah medis dan penemuan kasus pembuangan limbah tersebut yang tidak sesuai prosedur membutuhkan strategi khusus dalam penanganannya. KLHK telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 02 tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3 dan Sampah Rumah Tangga) yang ditandatangani pada 24 Maret 2020. Surat tersebut mengatur pengelolaan limbah B3 (termasuk limbah medis) dan sampah rumah tangga selama penanganan COVID-19. Kira-kira apa saja isi surat edaran ini?

Surat edaran ini mengatur tiga hal penting dalam pengelolaan limbah infeksius. Pertama, limbah infeksius dari fasilitas pelayanan kesehatan. Kedua, limbah infeksius dari rumah tangga yang terdapat Orang Dalam Pengawasan (ODP). Lalu limbah infeksius dari sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga.

Untuk limbah infeksius kategori pertama yaitu dari fasilitas pelayanan kesehatan, langkah-langkah penanganan limbahnya dimulai dari faskes itu sendiri seperti rumah sakit, klinik dan puskesmas. Fasilitas pelayanan kesehatan akan menyimpan dan memisahkan limbah. Limbah medis penanganan COVID-19 harus disimpan dalam wadah tertutup tak lebih dari dua hari sejak sampah dikumpulkan. Lalu limbah akan dimusnahkan dengan insinerator bersuhu 800˚C. Insinerator adalah alat yang digunakan untuk menghancurkan limbah tersebut dengan proses pembakaran yang dilakukan dalam tungku dengan suhu tinggi. Pembakaran dengan suhu tinggi dilakukan untuk mengurangi emisi udara yang berbahaya bagi kesehatan. 

Insinerator masih dianggap sebagai teknologi terbaik dan paling sering dipakai untuk mereduksi volume limbah medis. Keuntungan dari penggunaan insinerator adalah kemampuannya dalam mengurangi limbah secara drastis dan menghancurkan bakteri patogen dan zat organik berbahaya. Akan tetapi, insinerator menghasilkan sisa pembakaran berupa asap beracun dan abu yang mengandung gas beracun seperti dioksin. 

Proses pembakaran limbah akan menghasilkan gas-gas organik (CxHy), yang kemudian lepas ke udara dan bereaksi dengan oksigen (O2), lalu menghasilkan CO2 dan H2O. Limbah yang mengandung klor (HCl) dan suhu proses pembakaran tidak sempurna, maka akan menghasilkan dioksin polychlorinated paradibenzo dioxin (PCDDs) dan polychlorinated parade benzofuran (PCDFs) (Sumingkrat, 2002). Dioksin dalam jumlah yang besar akan sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti gangguan sistem saraf dan kanker. Pembentukan dioksin bisa dicegah dengan melakukan pembakaran dalam kondisi aman, seperti mengontrol tinggi temperatur, lama proses pembakaran, dan suplai oksigen yang cukup.

Alternatif pemusnahan limbah lainnya bisa menggunakan autoclave yang dilengkapi pencacah. Residu pembakaran insinerator atau hasil cacahan autoclave selanjutnya dikemas dan ditempeli label “beracun/berbahaya” atau “Limbah B3”. Limbah yang telah dikemas kemudian disimpan di TPS khusus limbah B3 dan diserahkan ke pengolah limbah B3.

Limbah dari rumah tangga yang terdapat ODP dan limbah dari sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga penanganannya hampir sama. Kedua golongan limbah ini juga harus dikemas dalam wadah tertutup dan diberi label khusus. Limbah dari rumah tangga yang terdapat ODP akan diambil oleh dinas bidang lingkungan hidup, kebersihan dan kesehatan setempat lalu untuk dikumpulkan di lokasi tertentu sebelum diserahkan ke pengolah limbah B3. Sedangkan limbah dari sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga diambil oleh petugas kebersihan dan pengangkut sampah yang wajib memakai APD yang setiap hari disucihamakan.

 

Dapat menimbulkan berbagai gangguan

Limbah medis berupa zat padat, cair, dan gas dapat menimbulkan gangguan kesehatan langsung maupun tidak langsung. Gangguan langsung ditimbulkan dari efek kontak langsung dengan limbah, seperti limbah tajam yang bisa melukai tubuh dan mengandung kuman yang bisa menimbulkan penyakit. Contohnya limbah berupa pestisida mengandung senyawa kimia yang akan menimbulkan gangguan sistem reproduksi.

Gangguan tidak langsung biasanya dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar rumah sakit maupun yang sering melewati tempat pembuangan limbah. Gangguan kesehatan bisa timbul dari udara yang tercemar akibat proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan limbah. Selain itu, limbah yang mengandung bahan radioaktif akan menimbulkan gangguan genetik jangka panjang.

Limbah medis bisa menimbulkan gangguan lingkungan juga, guys. Kualitas lingkungan akan menurun akibat limbah yang tidak tertangani dengan benar. Limbah berbentuk zat cair bisa meresap ke dalam tanah dan mencemari sumber air di sekitarnya. Bayangkan sungai yang bersih dengan banyak ikan kecil dan rumput-rumputan tercemar senyawa kimia dan logam. Tanaman akan layu dan mati, bahkan ikan-ikan kecil dan hewan sekitarnya akan teracuni air yang tercemar.

Penanganan limbah medis harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kesehatan dan lingkungan. Volume limbah medis yang mengalami peningkatan juga perlu jadi bahan pertimbangan. Pemerintah, fasilitas kesehatan, pengolah limbah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam menjalankan pengolahan limbah sesuai dengan surat edaran dan peraturan yang dibuat. Tentu kita semua punya harapan yang sama untuk menjaga tubuh tetap sehat dengan berada lingkungan yang bebas dari gangguan pencemaran. 

 

Penulis: Mutiara Misksalma

Dikurasi oleh: Citra Isswandari Putri 

 

Referensi literatur:

Antara. (2020, Juni). Siti Nurbaya: Limbah Medis Infeksius Covid-19 Capai 1.100 Ton. Tempo. https://bisnis.tempo.co/read/1357409/siti-nurbaya-limbah-medis-infeksius-covid-19-capai-1-100-ton/.

Farhan, Farida. (2018, September). Begini Modus Pelaku Pembuangan Limbah Medis di Hutan Mangrove. Kompas. https://regional.kompas.com/read/2018/09/14/21062001/begini-modus-pelaku-pembuangan-limbah-medis-di-hutan-mangrove.

Lova, Cynthia. (2020, Juli). Mencemaskan, Limbah Medis Covid-19 Bercampur dengan Sampah Domestik di TPA di Bekasi. Kompas. https://megapolitan.kompas.com/read/2020/07/01/08583191/mencemaskan-limbah-medis-covid-19-bercampur-dengan-sampah-domestik-di-tpa/

Mawardi, Isal. (2020, November). Alat Rapid Test Bekas Dibuang di Bekasi, Begini Prosedur Buang Limbah Medis. Detik News. https://news.detik.com/berita/d-5243295/alat-rapid-test-bekas-dibuang-di-bekasi-begini-prosedur-buang-limbah-medis/.

Sumingkrat. 2002. Terbentuknya Dioksin Akibat Reaksi Kimia pada Proses Pembakaran dan Dampaknya bagi Manusia. Buletin Penelitian. Vol. 24(1).

Violleta, Prisca Triferna. (2020, November). KLHK Catat Peningkatan 30-50 Persen Limbah Medis Saat Pandemi. Antara News. https://www.antaranews.com/berita/1837616/klhk-catat-peningkatan-30-50-persen-limbah-medis-saat-pandemi/.

 

 

Lindungihutan.com merupakan Platfrom Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya yang dapat merugikan pihak!

 

 Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!

Author

Hitung emisi karbon dengan Imbangi.