
Sejak awal menelusuri rak-rak di toko buku, “Koma” tampil memikat dengan segala kesederhanaannya. Cover buku putih bersih dengan lambang infinity (tak hingga) yang memadukan kelembutan warna-warna merah dan biru pastel hingga judulnya sendiri yang hanya tertuliskan satu kata. Bagi calon pembaca, hal ini tentu akan mengundang banyak tanya. Dengan huruf “O” yang digantikan dengan penandaan “,” menjadikan hal pertama yang terbesit dalam pikiran adalah ‘apa yang kemudian bisa diceritakan dari sebuah tanda baca’. Namun kisah yang disajikan oleh Rachmania Arunita dalam rangkaian aksara yang disusun sedemikian rupa hingga mencapai tujuh bab banyaknya, ternyata bukan sebatas itu saja. Berkaca dalam Koma dimaknai secara lebih mendalam melalui sajian kisah fiksi saat berada di tengah kondisi antara hidup dan mati.
Perkenalkan, Jani, sebagai sosok utama yang menjadi center sepanjang cerita dalam buku Koma yang terbit pada tahun 2014 ini. Alur cerita dibuka dengan Jani yang baru saja terbangun dari ‘tidurnya’ di rumah sakit pasca kecelakaan mobil yang dialaminya. Namun ternyata, ada satu hal yang berbeda. Jani tersadar dengan kondisi jiwa yang terpisah dari raga, ia mengalami koma. Lembar kehidupannya sebagai jiwa yang diombang-ambingkan antara kehidupan dan kematian pun dimulai. Banyak hal baru yang Jani ketahui setelah tidak bisa merengkuh dunia nyata kembali. Mulai dari problematika keluarga yang perlahan terungkap—ketika sang ibunda mengetahui suaminya telah berselingkuh namun mencoba kuat dan tegar demi keberlangsungan keluarganya saat ini—hingga Raka, sosok terkasih yang tak terdengar kabarnya bahkan menengok keberadaannya. Di tengah kekalutannya dan kebingungannya semasa koma, Jani bertemu dengan Leo, jiwa lain yang bernasib serupa di rumah sakit yang sama. Keduanya lalu menghabiskan waktu lebih banyak bersama, dan Jani secara perlahan banyak belajar hingga menemukan makna dan kedewasaan dalam kehidupannya sendiri.
Berjuta Kebaikan dan Keajaiban antara Jani dan Leo

Melalui kedekatan antara Jani dan Leo inilah yang kemudian menjadi daya tarik dari keseluruhan kisah. Leo digambarkan sangat dewasa dalam menyikapi kehidupan, ibaratnya dia merupakan tokoh protagonis dengan segala kebaikan dan kepositifan. Aura hangat Leo tergambarkan sepenuhnya melalui berbagai momen dalam cerita. Dengan kesabarannya, Leo senantiasa menasehati bahkan bisa dibilang membimbing Jani agar tersadar bahwa kehidupan tidak seburuk yang ia bayangkan. Karenanya, Jani perlu banyak bersyukur karena bisa berdiri sampai di titik ini. Hal ini tampak jelas ketika Leo mengajak Jani ‘berkeliling’ rumah sakit, termasuk menemui seorang anak perempuan penderita kanker.
“Sungguh lucu bagaimana kita sulit untuk mempercayai sesuatu yang belum kita ketahui. Sulit untuk meyakini bahwa ada hikmah di balik sebuah kejadian jika yang terpikir dan kita rasakan hanya pahitnya. Apakah hikmah selalu datang belakangan seperti penyesalan?”
Menjalani kehidupan barunya sebagai jiwa karena koma, membuat Jani pun belajar memahami banyak hal. Setiap orang memiliki masalah dan dukanya maisng-masing, terlebih di rumah sakit tempat orang berlalu-lalang menjemput yang tersehatkan maupun yang berpulang. Pada posisi ini juga, Jani sedikit demi sedikit merubah sudut pandangnya dalam memaknai hidup. Apa yang terjadi pada dirinya, kekasihnya, dan keluarganya semua tidak lain untuk memberikan pengalaman yang menjadikan kehidupan penuh warna dan rasa yang perlu dinikmati setiap detiknya.
Sebuah cerita tidak akan pernah lengkap tanpa bumbu-bumbu romansa. Termasuk juga dalam buku Berkaca dalam Koma ini. Meski tak diutarakan secara langsung, khususnya oleh Jani, banyak momen yang hanya mereka berdua mampu turut menggelitik perasaan pembaca. Mengerti bahwa keduanya manis sekali. Salah satu momen favorit yang bisa dintip sedikit yakni ketika mereka berada di atas gedung menikmati indahnya pemandangan bersama. Namun kemudian, gemericik air hujan pun turun. Jani menyadari bahwa ia yang hanya sebatas jiwa melihat tetesan air itu dapat menembus tubuh tak kasat matanya. Termasuk bagaimana Jani berusaha menahan dentuman hatinya yang terus menyebut nama Leo, hingga jiwa-jiwa lain di rumah sakit dapat mengetahui secara pasti apa yang dirasakannya. Pada akhirnya, Jani dihadapkan pada dua kehadiran pujaan hati antara Leo dan Raka.
Mengapa Buku “Koma” Layak Dibaca?

Secara garis besar, penulis berhasil membawakan alur cerita dengam ciamik melalui berbagai momen-momen sederhana namun dibungkus penuh dengan dialog yang mendalam dan bahasa sehari-hari. Koma, kisah antara Jani dan Leo bukan semata tentang cinta dan sayang. Novel ini memberikan banyak sudut pandang tentang kehidupan yang sejatinya indah dan semua itu bergantung pada yang menjalani, seperti apa akan melihatnya. Banyak bagian dari percakapan yang dapat membuat pembaca tersentil karena masih berburuk sangka pada hidup, sama halnya dengan yang Jani lakukan sebelumnya. Dibanding disebut sebagai cerita romansa, buku ini sepertinya lebih cocok menjadi bahan renungan dalam suatu fase kehidupan. Karena bagi penggemar kisah cinta, apa yang terjadi antara Leo dan Jani akan terasa agak kaku dan kurang greget. Sementara bagi penggemar deep thinking tentu akan menyukai buku yang satu ini. Sisanya, kalian sendiri yang menentukan apakah buku ini patut untuk di-skip atau justru menggugah untuk dibaca? Selamat berimajinasi.
Penulis : Sintya Chalifia Azizah
Referensi :
[1] Ilustrasi Cover Berkaca dalam Koma by Rachmania Arunita. Diakses melalui https://www.goodreads.com/book/show/18857111-koma pada 10 Agustus 2020.
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak!
Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!