Di Balik Pandemi: Pengaruh Signifikan yang Ditimbulkan bagi Bumi

Gambar 1. Pandemi COVID-19
Gambar 1. Pandemi COVID-19

Penyebaran COVID-19 telah terjadi di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Dampaknya begitu terasa di berbagai aspek. Saat ini, mungkin sebagian dari kita baru melihat dampak COVID-19 terhadap sektor-sektor yang ada di depan mata, seperti sektor ekonomi dan kesehatan. Tapi, tahukah Sobat Alam, bahwa pandemi COVID-19 ini juga turut berpengaruh terhadap lingkungan sekitar kita? Pengaruh tersebut tidak terlepas dari adanya keterkaitan erat antara manusia dengan alam. Untuk itu, yuk disimak ulasan tentang dampak dari COVID-19 terhadap lingkungan berikut!

Ads

Naik-Turun Kualitas Udara Selama Pandemi

Gambar 2. Pemandangan Jakarta
Gambar 2. Pemandangan Jakarta

Sudah tidak asing lagi bagi Indonesia untuk masuk dalam peringkat atas negara dengan kualitas udara terburuk di dunia. Salah satu kota di Indonesia dengan tingkat polusi yang tinggi adalah DKI Jakarta. Bahkan, ibukota dari Indonesia itu pernah menempati posisi pertama kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Menurut Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, 75 persen penyebab polusi udara di Jakarta berasal dari sektor transportasi. Sebagai sebuah kota yang sibuk dengan mobilisasi masyarakat yang tinggi, tentu saja penggunaan kendaraan bermotor menjadi sebuah pemandangan yang biasa di seantero Jakarta.

Kehadiran COVID-19 membawa suatu dinamika bagi polusi udara di Jakarta. Virus tersebut memaksa masyarakat Jakarta untuk melakukan Work from Home atau Kerja dari Rumah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna menghindari penyebaran lebih jauh. Dengan keadaan ini, tentu seharusnya pemakaian kendaraan bermotor menjadi jauh berkurang dan tingkat polusi udara di Jakarta bisa menurun.

PSBB yang dicanangkan pemerintah Jakarta sejak 10 April 2020 nyatanya memiliki dampak positif pada tingkat polusi di Jakarta. Kualitas udara di Jakarta sempat membaik dan menempati peringkat 38 dunia sebagai kota penyumbang polusi udara terbesar di dunia pada 22 April 2020 lalu.

Perbaikan kualitas udara kota Jakarta ini ditandai dari adanya penurunan signifikan gas NO2 atau Nitrogen Dioksida sebanyak 40 persen dibandingkan tahun lalu. Juga, sebaran partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron atau lebih dikenal sebagai PM 2.5 di Jakarta, hingga pertengahan Mei, mengalami penurunan sebesar tujuh persen dibandingkan tahun lalu di periode yang sama. Kedua polutan tersebut, salah satunya, bersumber dari emisi kendaraan bermotor.

Ads
Kapan jaga hutan? Sekarang! Buka lindungihutan.com

COVID-19 nyatanya membawa perubahan yang baik terhadap kualitas udara kota Jakarta dengan berkurangnya penggunaan kendaraan bermotor. Di lain sisi, keadaan ini tentu tidak bisa berlangsung selamanya karena masa PSBB hanya berlangsung pada periode tertentu dan ketika berakhir, maka tingkat polusi berpotensi kembali naik dan kualitas udara akan kembali memburuk.

Lonjakan Limbah Medis, Ancaman Baru bagi Lingkungan dan Kesehatan

Gambar 3. Limbah Medis
Gambar 3. Limbah Medis

Meskipun berada di tengah pandemi, deruan permasalahan bagi lingkungan tidak menunjukkan kata berhenti. Termasuk yang satu ini,  limbah medis jadi bertebaran dan marak ditemukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kasus terbaru yang ramai diperbincangkan fenomena ini terdapat di Bekasi yaitu TPA Sumur Batu dan TPA Burangkeng. Sampah yang semula didominasi dengan sisa penggunaan kebutuhan rumah tangga, kini bercampur dengan alat pelindung diri, sarung tangan medis, dan juga masker. Dilansir dalam IDN Times, jumlah limbah medis yang terkumpul dari sejumlah rumah sakit rujukan COVID-19 di DKI Jakarta saja mencapai 354,9 ton. Angka yang cukup besar bukan? Dari 67 rumah sakit yang terdaftar bisa menghasilkan limbah medis hingga berkali-kali lipat,

Yang perlu ditinjau dan diperhatikan kembali, limbah medis ini sejatinya tergolong dalam limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Hal ini telah ditegaskan dalam Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengkategorikan limbah infeksius sebagai limbah B3. Fakta tersebut tidak lepas dari perkembangan situasi saat ini besar kemungkinan limbah tersebut merupakan bekas penggunaan dari penanganan coronavirus disease. Pembuangan limbah pada sembarang tempat yang masih bisa dijangkau warga justru dapat membahayakan kesehatan masyarakat di sekitarnya. Terlebih dengan pekerja yang bersentuhan langsung seperti halnya tenaga kebersihan dan pemulung.

Menanggapi permasalahan ini, pemerintah setempat dan institusi kesehatan baik rumah sakit, klinik, dan puskesmas sebaiknya meningkatkan koordinasi untuk melakukan pengelolaan limbah medis yang komprehensif. Pemilahan harus dilakukan sesuai standar operasional yang berlaku. Kondisi yang dibiarkan carut marut dapat dikendalikan dengan kerja sama berbagai pihak. Jangan khawatir juga, Sobat Alam bisa berkontribusi menyelamatkan lingkungan dan menjaga kesehatan banyak orang dengan memperhatikan pembuangan masker sekali pakai yang kalian gunakan.

Peningkatan Jumlah Sampah Plastik

Gambar 4.Sampah Kemasan Makanan
Gambar 4.Sampah Kemasan Makanan

Sampah plastik telah menjadi isu yang sangat gencar dibicarakan. Bukanlah rahasia lagi bahwa Indonesia menempati urutan kedua dunia penghasil sampah plastik. Dengan jumlah mencapai 187,2 juta ton di perairan per tahun 2015. Serta data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyebutkan bahwa jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total sampah yang ada tahun 2019. Penggunaan sampah plastik setiap orang perharinya adalah sebesar 14% dari komposisi sampah organik dan non organik.

Selama pandemi ini, tidak hanya permasalahan sampah medis yang menggunung. Himbauan Pemerintah untuk Work from Home (WFH) dan #DiRumahAja berdampak pada peningkatan sampah rumah tangga. Minimnya aktivitas masyarakat di luar rumah mengakibatkan perubahan gaya hidup. Salah satunya adalah larangan makan di tempat makan (warung, restoran dan semacamnya). Pengelola bisnis makanan harus membungkuskan makanan yang dibeli konsumen. Hal ini berdampak pada peningkatan pemakaian tas kresek, gelas minuman dan kotak makanan.

Jika setiap orang makan tiga kali sehari, sudah berapa banyak kantong plastik yang dihasilkan? Kurangnya kesadaran dari konsumen dalam menyikapi penggunaan plastik kemasan sekali pakai juga sangat berkontribusi. Misalnya saja inisiatif membawa kotak makanan dari rumah saat membeli. Namun bagaimana jika memesan makanan secara daring atau melalui layanan antar? Belum lagi hal ini diperparah dengan tidak adanya regulasi yang jelas terkait penggunaan bungkus makanan.

Nah, setelah disimak ternyata kesembuhan bumi yang sempat digembar-gemborkan selama pandemi ini bagaikan gunung es. Hanya muncul di permukaannya saja. Nyatanya, di belakang itu banyak permasalahan yang juga mengikuti. Ini bukan saatnya saling menyalahkan ataupun terlena dengan kenikmatan sesaat. Ini masih saat yang tepat untuk kita semua berkontribusi demi kebaikan bumi.

 

Penulis: Sintya Chalifia Azizah

Referensi Gambar 

https://www.pixabay.com/ 

Referensi Artikel

Alaidrus, F. (2019, Juli 03). Dinas LH: 75 Persen Penyebab Polusi Udara Jakarta Emisi Kendaraan. Dipetik Juli 02, 2020, dari tirto.id: https://tirto.id/dinas-lh-75-persen-penyebab-polusi-udara-jakarta-emisi-kendaraan-edyc

Purwaningrum, P. 2016. Upaya mengurangi timbulan sampah plastik di lingkungan. Jurnal Teknik Lingkungan. 8 (2): 141-147.

Tambunan, L. (2020, Mei 24). Kualitas udara Jakarta selama PSBB membaik, namun ‘tingkat polutan berbahaya PM 2.5 tetap konsisten’. Diakses Juli 02, 2020, dari BBC: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52755813

 

 

LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak!

Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!

Author

Hitung emisi karbon dengan Imbangi.