Kejahatan Ecoside

Ecoside belum diserap dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penciptaan “genocide” berasal dari perpaduan kata Yunani dan Latin (genos = ras, cide = pemusnahan) mestinya sepadan dengan “ekosida”: perusakan sumber daya alam secara terstruktur, sistematis dan masif. Ecoside dikenalkan oleh Arthur W. Galston, seorang biologis dan botanis Amerika dalam pertemuan pertanggungjawaban terhadap perang di Washington, D.C. Ecoside menjadi istilah terkenal di kalangan aktivis lingkungan besar-besaran.
Pada negara Indonesia, Brazil, Maroko, Kongo, dan berbagai negara di Timur Tengah memiliki kekayaan sumber daya alam yang mengalir deras. Seperti halnya negara di bagian Timur Tengah mempunyai persediaan gas alam sepertiga yang ada di dunia. Selain itu, Maroko mempunyai persediaan senyawa fosfat setengah yang ada di bumi. Tetapi, perkembangan ekonomi negara sering kali tidak sejalan dengan kekayaan sumber daya alam.
Untuk mendukung lingkungan hidup, maka diperlukan sumber daya alam dalam mencapai kebutuhan dasar yang tercukupi dan hidup pada kestabilan sosial yang disebut daya dukung lingkungan hidup. Sumber daya alam di bumi ternyata tidak menyebar ke seluruh daerah. Untuk itu, diperlukan pemanfaatan yang berkesinambungan dan tindakan eksploitasi yang harus dijauhi. Pemeliharaan dan pengembangan lingkungan hidup harus dilakukan dengan cara yang masuk akal.
Ketidakadilan ini telah membuat gerakan baru para pakar hukum dan warga negara yang menyerukan kodifikasi ecoside sebagai kejahatan dalam perdamaian, yaitu genosida, kejahatan agresi, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan ecoside. Tujuannya untuk mengubah pemahaman kita tentang alam seperti properti mitra sejajar dengan manusia untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan.
Kedudukan ecoside adalah kejahatan modern yang setara dengan kejahatan internasional lainnya yang disebut dalam Statuta Roma. Gillian Caldwell direktur LSM Global Witness salah satu aktivis yang berada garis depan dalam upaya memberikan perhatian ecoside sebagai kejahatan yang luar biasa. Konsep ecoside dilihat sebagai tanda bahwa “usia impunitas kejahatan ini akan segera berakhir”. Caldwell menganjurkan agar para pemilik perusahaan dan politisi kekerasan merebut tanah, meratakan hutan tropis atau meracuni sumber air untuk diadili di Den Haag bersama penjahat perang dan diktator lainnya.
Tahun 2015 dalam laporannya berjudul “On Dangerous Ground, Global Witness” mendokumentasikan 185 pembunuh pada pembela lingkungan hidup dan tanah enam belas negara, tercatat di Amerika Latin dan negara-negara Asia Tenggara dan 40% pada masyarakat adat. Tambang dan industri ekstraktif dikaitkan dengan pembunuhan, disusul perkebunan. Firma hukum Global Diligence menegaskan permintaan ke ICC dengan sepuluh warga Kamboja menyelidiki perampasan secara besar-besaran oleh pemerintah dan tentara di Kamboja. Perampasan ini dianggap sebagai ecoside dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam laporan Global Diligence, kurang lebih 350.000 orang di Kamboja telah dibubarkan secara paksa sejak 2002.
Ecoside sebagai “kerusakan, kehancuran, atau hilangnya ekosistem suatu wilayah yang dilakukan manusia ataupun penyebab lainnya, sehingga kenikmatan perdamaian penduduk di wilayah tersebut berkurang”. Atas dasar hukum internasional, persidangan (mock trial) di Britania Raya pada tanggal 30 September 2011 telah mengkategorikan ecoside sebagai kejahatan internasional. Hal-hal sebagai kejahatan ecoside sebagai berikut:
- Kerusakan ecoside yang luas.
- Disebabkan oleh hal lain.
- Kerusakan atau kehilangan ekosistem di wilayah tertentu.
- Kedamaian penduduk wilayah yang telah berkurang dari lingkungan alam.
Kejahatan ecoside penting untuk ditentang dengan beberapa alasan yaitu:
- Eksploitasi lingkungan hidup sudah mengarah tindakan pemusnahan sumber kehidupan manusia.
- Pemusnahan berkaitan dengan penghilangan hak-hak hidup manusia yang menyebabkan hak hidup ekosistem yang ikut hilang dalam kelayakan.
- Eksploitasi sumber daya alam mengarah pada keamanan hidup saat ini dan kehidupan generasi yang akan datang.
Penulis: Siti Warhamni
Referensi Artikel:
Forest Digest, “Ekosida: Kejahatan Lingkungan yang Belum Diakui” https://www.forestdigest.com/detail/241/ekosida-kejahatan-lingkungan-yang-belum-diakui diakses pada 28 Maret 2021.
Saleh M. Ridha, Setyawan Wahyu Eka, dkk. 2019. “Ecocide Memutus Impunitas Korporasi”. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. https://walhi.or.id
Referensi Gambar:
LindungiHutan.com merupakan Platfrom Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situa berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk melakukan kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman. Mari kita sama-sama melestarikan lingkungan dan menjaganya.
Yuk jadi Pioneer penghijauan didaerah tempat tinggalmu!