Pengenalan Garangan Jawa (Herpestes javanicus)
Apakah kalian pernah mendengar hewan yang bernama garangan? Sebagian masyarakat di Pulau Jawa mungkin sudah tidak asing dengan hewan yang lebih akrab dipanggil lenggarangan ini. Hewan ini juga cukup mudah dikenali karena bentuknya yang sangat mirip dengan musang.
Bernama latin Herpestes javanicus, garangan jawa adalah spesies omnivora kecil di Pulau Jawa. Di luar negeri, hewan ini lebih dikenal dengan nama Javan Mongoose, Small Indian Mongoose, atau Small Asian Mongoose. Meskipun bentuknya sangat mirip dengan musang, tetapi garangan jawa tidak memiliki hubungan kekerabatan apapun dengan hewan tersebut. Selain itu, hewan ini juga berbahaya untuk dikonsumsi manusia karena memiliki rabies.
Ciri-Ciri Garangan

Garangan jawa memiliki tubuh yang cenderung kecil hingga sedang. Ukuran tubuhnya tidak terlalu jauh berbeda dengan ukuran tubuh luwak. Satwa ini dapat tumbuh hingga 410 mm dengan ukuran ekor yang mencapai 60-80% ukuran panjang kepala hingga tubuhnya. Untuk berat, satwa ini menjadi spesies terberat di antara spesies garangan lainnya dengan berat yang dapat mencapai 1 kg.
Garang jawa memiliki moncong yang runcing dengan ukuran telinga yang relatif besar. Selain itu, hewan ini juga memiliki ukuran kaki yang pendek. Tungkai belakang kakinya dapat mencapai ukuran 70 mm hingga ujung jari. Untuk ekornya sendiri memiliki pangkal ekor yang tebal dan runcing di bagian ujung.
Garangan memiliki warna bulu coklat kelabu hingga coklat kemerahan. Warna ini mencakup pada warna bulu tubuhnya hingga bagian kaki. Untuk spesies ini sendiri memiliki warna yang paling kemerahan dibandingkan spesies lainnya. Warna bulu kemerahan tersebut berfungsi untuk membuat satwa ini sulit terlihat saat sedang bersembunyi di sebuah lubang pohon atau lubang di tanah.
Keunikan lain yang dimiliki oleh garangan jawa adalah suaranya yang terdiri dari dua belas suara dasar. Seluruh suara dasar yang dimiliki satwa ini dapat dibedakan oleh telinga manusia. Suara-suara tersebut dimodulasi secara intensif, spektral, dan temporal untuk berkomunikasi secara interspesifik dan intraspesifik dalam jarak pandang satwa ini yang terbatas. Keunikan ini memberikan keuntungan pada satwa ini di habitatnya, yaitu rerumputan dan semak belukar.
Baca juga: Macan Tutul Jawa: Kucing Besar Terakhir di Pulau Jawa
Karena membawa virus rabies, hewan ini cenderung rentan untuk dibasmi di daerah pemukiman manusia. Selain itu, satwa ini juga rentan untuk dibasmi di daerah peternakan ayam karena berpotensi menjadi pemangsa. Akan tetapi, garangan jawa cenderung dibiarkan hidup bahkan diperkenalkan di daerah persawahan karena dapat membantu membasmi tikus, ular, hingga bekicot yang acap kali menggagalkan hasil panen para petani.
Meski begitu, karena tingkat perburuannya yang sangat aktif, satwa ini menjadi dalang di balik punahnya beberapa spesies satwa di daerah perkebunan dan persawahan. Untuk itu, Amerika Serikat kini sudah membuat regulasi ketat untuk membatasi impor satwa ini.
Perilaku Hewan Garangan

Garangan jawa adalah satwa yang cukup aktif berburu, baik di siang hari maupun malam hari. Sebagai satwa omnivora yang tergolong oportunis, mangsa utamanya biasanya berupa tikus, namun satwa ini juga tidak ragu untuk memangsa hewan lain, seperti burung, reptil, kodok, yuyu, serangga, bahkan kalajengking, yang ditemuinya.
Sebagai satwa yang tergolong dalam genus Herpestes, satwa ini memiliki kandungan glycoprotein yang berfungsi untuk mengikat protein bisa ular agar tidak mematikan saat dikonsumsi. Uniknya, hewan ini memiliki kebiasaan untuk menjilati dan mengisap-isap darah yang keluar dari luka mangsanya.
Habitat dan Persebaran

Garangan jawa memiliki populasi yang tersebar dari Asia Selatan hingga Asia Tenggara. Akan tetapi, karena memiliki potensi dalam mengontrol populasi ular dan rodensia, satwa ini mulai diperkenalkan di luar Asia, seperti Eropa, Amerika Selatan, dan Kepulauan Pasifik. Di Indonesia sendiri, satwa ini seringkali dijumpai di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hewan ini umumnya hidup di daerah semak-semak dan padang rumput di daerah dataran yang landai. Hewan ini acap kali ditemukan di daerah taman pinggiran kota, tepi hutan yang terdegradasi, dan hutan produksi pinus serta agathis damara. Satwa ini cenderung memanfaatkan perubahan habitat di beberapa wilayah perhutanan yang mengalami fragmentasi skala besar, degradasi, dan konversi langsung. Satwa ini cenderung lebih suka menghuni dataran tanah dibandingkan pepohonan. Biasanya satwa ini bisa ditemukan sendirian atau berpasangan.
Garangan jawa akan mencapai tingkat kematangan seksualnya pada usia 10 bulan. Meski begitu, satwa ini tidak memiliki musim kawin yang khusus. Masa perkawinannya pun tergolong cukup singkat. Masa kawin akan terjadi jika pejantan memiliki keinginan untuk mengawini betina. Setelah kawin, biasanya betina akan mengandung selama 6 minggu. Betina umumnya akan melahirkan sekitar dua hingga empat anakan. Anakan satwa ini akan diasuh oleh induknya selama 5 minggu.
Hingga saat ini, ada beberapa sub-spesies dari garangan jawa yang berhasil teridentifikasi. Beberapa sub-spesies tersebut adalah:
- Herpestes javanicus auropunctatus
- Herpestes javanicus exilis
- Herpestes javanicus javanicus
- Herpestes javanicus orientalis
- Herpestes javanicus pallipes
- Herpestes javanicus palustris
- Herpestes javanicus peninsulae
- Herpestes javanicus perakensis
- Herpestes javanicus rafflesii
- Herpestes javanicus rubrifrons
- Herpestes javanicus siamensis
- Herpestes javanicus tjerapai
Baca juga: Raptor Migran: Spesies Burung yang Migrasi Lintas Benua
Makanan dan Status Kepunahan Garangan Jawa
Makanan garangan sangat bervariasi mulai dari vertebrata kecil seperti katak, kadal, ular, burung, dan tikus, hingga bekicot, kepiting, laba-laba, dan serangga. Hewan ini termasuk diurnal, aktif di siang hari dan cenderung soliter saat dewasa.
Berdasarkan data dari daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), satwa ini masih tergolong dalam Least Concern (LC). Meski begitu, hewan ini masih dapat terancam populasinya karena masih sering diperdagangkan dan diburu. Di Laos, Thailand, dan Vietnam, hewan ini seringkali dijadikan sebagai target buruan. Di Indonesia sendiri, terutama di Medan, Sumatera Utara, satwa ini cenderung diperjualbelikan sebagai hewan peliharaan.
FAQ
Apakah garangan termasuk musang?
Garangan memiliki perbedaan dengan musang, karena bentuk hidung garangan lebih mancung dari musang. Bulunya juga lebih halus dan mempunyai bau khas dari tubuhnya.
Apa Garangan Jawa dilindungi?
Berdasarkan data dari daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), satwa ini masih tergolong dalam Least Concern (LC). Meski begitu, hewan ini masih dapat terancam populasinya karena masih sering diperdagangkan dan diburu.
Apa makanan garangan?
Makanan garangan sangat bervariasi mulai dari vertebrata kecil seperti katak, kadal, ular, burung, dan tikus, hingga bekicot, kepiting, laba-laba, dan serangga. Hewan ini termasuk diurnal, aktif di siang hari dan cenderung soliter saat dewasa.
Penulis: Aditya Gilang Rumpaka
Referensi Literatur
DokterHewan.co.id. (2020, March 19). Mengenal Sosok Garangan Jawa. DokterHewan.co.id. Retrieved March 5, 2021, from https://dokterhewan.co.id/detailpost/mengenal-sosok-garangan-jawa
Tamam, M. (n.d.). Garangan Jawa: Ciri-ciri, Deskripsi dan Klasifikasi. Generasi Biologi. Retrieved March 5, 2021, from https://generasibiologi.com/2019/02/garangan-jawa-ciri-deskripsi-klasifikasi.html
Chutipong, W., Duckworth, J.W., Timmins, R., Willcox, D.H.A. & Ario, A. 2016. Herpestes javanicus. The IUCN Red List of Threatened Species 2016. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2016-1.RLTS.T70203940A45207619.en.
Lariviere, S. (2020, October 2). Mongoose. Encyclopedia Britannica. Retrieved March 5, 2021, from https://www.britannica.com/animal/mongoose
Mulligan, B. E., & Nellis, D. W. (1973). Sounds of the Mongoose Herpestes auropunctatus. The Journal of the Acoustical Society of America, 54(1), 320. https://doi.org/10.1121/1.1978275
Achmadi Anang S, dkk. (2020). “Identifikasi Singkapan Simbolik Fauna Mamalia pada Babak Cerita di Relief Lalitavistara Candi Borobudur”. Dalam Jurnal Biologi Indonesia 16(2). Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. DOI: 10.47349/jbi/16022020/111.
Lindungihutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya yang dapat merugikan pihak.
Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!