Indonesia sebagai negara berkembang terus menggerakkan roda pembangunan. Hal tersebut menjadi cara untuk kemajuan suatu negara di era global saat ini. Namun dalam pembangunan tersebut masih ditemukan ketidakseimbangan pembangunan ekonomi dan lingkungan. Pembangunan ekonomi justru mengarah pada eksploitasi sumber daya alam. Hal tersebut pada akhrinya berdampak pada kerusakan hutan, terdegradasinya ekosistem, dan permasalahan lingkungan lainnya. Selain merusak lingkungan, pembangunan juga menurunkan kualitas kesehatan yang disebabkan kebakaran hutan untuk pembukaan lahan, pembakaran industri dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, dalam pembangunan diperlukan konsep green economy.
Pengertian

United Nation Environment Programme (UNEP) menjelaskan green economy merupakan kegiatan ekonomi yang rendah akan karbon (tidak menghasilkan emisi dan polusi), efisien dalam penggunaan sumber daya alam (SDA) serta mencegah punahnya keanekaragaman hayati dan lingkungan (UNEP, 2011). Konsep ini dapat diterima oleh dunia karena diperhitungkan dapat mencegah degradasi lingkungan dan perubahan iklim (Stern, 2006). Jadi dapat dikatakan tujuan dari green economy yaitu menciptakan kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial dengan tidak mengesampingkan lingkungan maupun SDA.
Keberadaan green economy diharapkan mampu memberikan tiga output yang meliputi: 1) terciptanya sumber-sumber penghasilan dan lapangan pekerjaan yang baru; 2) emisi karbon yang rendah, mengurangi penggunaan sumber daya alam, dan mengurangi peningkatan limbah dan polusi; 3) berkontribusi dalam tujuan sosial secara lebih luas. Sehubungan dengan itu, UNEP menyatakan green economy akan terlihat dengan adanya: 1) Pada sektor green terjadi peningkatan investasi public maupun private; 2) Adanya peningkatan kuantitas dan kualitas lapangan kerja di sektor green; 3) Peningkatan GDP dari sektor green; 4) Terjadi penurunan konsumsi energi/ sumber daya per unit produksi; 5) penurunan level CO2, polusi, dan konsumsi yang menghasilkan limbah. Kelima ciri-ciri tersebut merupakan hal yang penting dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). Konsep tersebut juga mendapatkan popularitas di tingkat regional, nasional dan internasional yang pada awalnya hanya sebagai respons terhadap krisis keuangan (Bina dan La Camera, 2011), konsep ini dapat menjadi penggerak untuk pertumbuhan dan pengembangan.
Best Practice Green Economy di Beberapa Negara di Dunia

Model green economy sudah dilakukan oleh banyak negara di dunia, baik negara maju maupun berkembang. Bappenas dalam paparannya menjabarkan implementasi konsep tersebut di berbagai negara.
- Tiongkok
Pemerintah Tiongkok mengimplementasikan green economy melalui renewable energy pada akhir 2005 dengan mengeluarkan undang-undang, intensif keuangan, dan pengurangan pajak. Outputnya, Tiongkok dapat mengembangkan industri renewable energy senilai 17 miliar dollar AS dan menambah lapangan kerja untuk 1,5 juta orang.
2. Brazil
Salah satu Ibukota bagian Brazil yaitu Curitiba mengembangkan green economy di bidang tata kota dan sistem transportasi. Penataan dilakukan dengan kombinasi pengaturan zona pemanfaatan ruang dan pengelolaan transportasi yang menjauhkan daerah pemukiman dari pusat kota.
3. Kenya
Sama seperti Tiongkok, Kenya merupakan salah satu negara di Benua Afrika ini menerapkan green economy dalam bidang renewable energy. Tahun 2008 Pemerintah Kenya mengembangkan fed-in tariff yang mengharuskan perusahaan energi yang menyediakan energi dengan sistem grid, membeli sumber daya dari produsen renewable energy yang sudah ditetapkan harganya.
4. Korea Selatan
Green economy dimulai melalui visi nasional low carbon dan green growth. Penerapannya Korea Selatan mengalokasikan 2 persen GDP untuk mendukung green growth.
5. India
Green economy di India diawali dengan investasi infrastruktur perdesaan berbasis ekologi yang dibangun untuk mengatasi kekeringan dan erosi. Implementasi ini sangat penting mengingat ketersediaan air dan konservasi sangat penting bagi masyarakat desa.
Mengapa Diperlukan Green Economy bagi Indonesia?

Green economy merupakan pendekatan yang dapat menjadi strategi pembangunan karena sejalan dengan SDGs. Konsep tersebut juga dipandang bisa mengurangi kekhawatiran dampak perubahan iklim dibandingkan sistem ekonomi pada umumnya (Business As Usual/ BAU) karena diyakini dapat mempengaruhi Gross Domestic Product (GDP) di berbagai negara termasuk Indonesia pada masa yang akan datang.
Dalam konteks pembangunan, selama ini kemajuan pembangunan secara konvensional diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dan PDB per kapita. Tetapi, PDB sendiri sudah lama diakui mempunyai kekurangan mendasar karena pembangunan itu sendiri gagal memasukkan biaya lingkungan dan sosial. Selain itu penggunaan PDB hanya mengukur salah satu dari tiga aspek pembangunan berkelanjutan, padahal dalam konteks pembangunan berkelanjutan, selain aspek ekonomi, aspek sosial dan lingkungan juga harus mendapat porsi yang sama. Namun hal ini sering tidak sejalan. Dalam konteks pembangunan di Indonesia ketiga indikator tersebut sering tidak selaras. Sebagai contoh, pembangunan provinsi di Indonesia yang diukur dari dari Produk Domestik Regional Bruto/PDRB (ekonomi), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mewakili aspek sosial dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup mewakili aspek lingkungan hidup. Terlihat DKI Jakarta dengan PDRB dan IPM tertinggi ternyata memiliki skor kualitas lingkungan yang rendah. Sebaliknya Maluku Utara misalnya ranking PDRB dan IPM-nya relatif rendah namun memiliki indeks kualitas lingkungan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa belum konsistennya satu indikator pembangunan dengan indikator pembangunan lainnya. Selain itu, pencapaian pertumbuhan ekonomi perlu dibayar dengan biaya lingkungan, karena masih menunjukkan dengan indeks kualitas lingkungan yang rendah.
Satu hal yang perlu dicatat adalah sampai saat ini memang PDB hijau maupun PDRB hijau belum menjadi acuan dan indikator pembangunan di daerah. Untuk menjembatani defisiensi tersebut, maka Indeks Kualitas Lingkungan dapat dijadikan sebagai acuan dasar menuju pembangunan berkelanjutan. Sudah saatnya, green economy menjadi paradigma dalam pengaturan, kebijakan pemanfaatan dan pemanfaatan SDA. Melihat sampai saat ini pembangunan ekonomi nasional yang masih memanfaatkan SDA sebagai sumber utama untuk meningkatkan pendapatan negara. Diantaranya melalui pajak, retribusi, dan bagi hasil atas pemanfaatan SDA seperti tambang, migas, kehutanan, perkebunan, dan sebagainya.
Strategi untuk Mengoptimalkan Green Economy di Indonesia
Agar pembangunan dapat berlangsung tanpa merusak dan menurunkan kualitas lingkungan dan sumber daya alam itu sendiri, maka diperlukan strategi untuk mengoptimalkan green economy untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Adapun strateginya dijabarkan sebagai berikut (Pasaribu, 2013):
- Merencanakan target green economy Indonesia dari tingkatan regional, sektoral, mikro, dan makro. Bukan hanya merencanakan aksi nasional untuk mengurangi gas rumah kaca tetapi perlu juga merencanakan pada tingkat regional, misalnya rencana tata-kota.
- Mematahkan penghalang sosial-politik yang menghilangkan subsidi energi. Penghalang green economy biasanya berasal dari pemangku kepentingan termasuk pejabat penting dan perwakilan dari perusahaan energi. Hal ini dikarenakan subsidi juga dapat dinikmati oleh pemanfaat yang memiliki industri besar, oleh karena itu pemberian subsidi komoditas dapat diubah hanya kepada orang yang memerlukannya.
- Harmonisasi kebijakan dan program antar dinas pemerintah. Beberapa pemangku kebijakan dan program terkadang terlihat kurang harmonis. Contohnya dalam pengembangan geothermal, pertama geothermal direncanakan sebagai pengganti bahan bakar fosil, namun daya saingnya masih rendah karena kebijakan harga batubara masih lebih rendah. Kedua, pengembangan geothermal seringkali bertentangan dengan regulasi kepemilikan lahan yang otoritasnya terletak pada pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu perlu revitalisasi kelembagaan koordinasi yang efektif untuk melaksanakan strategi green economy.
- Menumbuhkan green investment oleh pembiayaan swasta bersama dengan pengeluaran modal publik tambahan. Private-public partnership perlu dirancang untuk mengembangkan green investment atau green infrastructure seperti sektor energi dan transportasi.
- Menciptakan dan revitalisasi regulasi pasar yang efektif. Tanggung jawab sosial perusahaan perlu ditingkatkan dengan sistem intensif terstruktur yang dimodifikasi dengan regulasi yang tepat. Regulasi yang tepat minimal memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) regulasi untuk tujuan yang jelas dan penting serta dampaknya terukur; b) regulasi yang dapat meminimalisir buruknya daya saing industri, terutama asing; c) regulasi yang konsisten dalam jangka waktu yang lama. Regulasi sangat diperlukan karena pasar terkadang tidak mendukung green economy.
- Mengoptimalkan relasi antar daerah pada sektor fiskal dalam mengembangkan green economy. Tidak hanya terpaku pada strategi skala nasional, pemerintah daerah juga perlu mendukung green economy. Adanya Dana Alokasi Khusus (DAK) dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan green economy dengan cara menciptakan kebijakan atau program yang selaras dengan green economy.
- Memperkuat lembaga peraturan lingkungan yang ada. Green economy tidak akan tercapai tanpa dukungan dari pihak-pihak lingkungan yang ada, termasuk pihak yang berada dibawah koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, atau Kementerian Kelautan dan Perikanan.
- Mengembangkan perubahan perilaku masyarakat terhadap green economy. Edukasi kepada masyarakat berfungsi untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan tentang green economy karena akan membantu perubahan perilaku masyarakat. Supaya pendidikan berhasil dapat dilakukan secara jangka panjang, mencakup pendidikan informal dan formal, pengenalan budaya dan nilai setempat, dilaksanakan secara sistemik, terstruktur, serta menjamin efektivitas serta tujuannya.
Green economy diyakini dapat dijadikan sebuah strategi pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk memperbaiki kesejahteraan dan sosial masyarakat yang tidak mengorbankan aspek lingkungan. Sebuah tantangan besar bagi dunia dan Indonesia karena pembangunan ekonomi meninggalkan jejak kerusakan ekologis yang sangat besar. Oleh karena itu, mari kita sama-sama dari pihak pemerintah, swasta, komunitas, dan masyarakat untuk mendukung green economy demi pembangunan yang lebih baik.
Penulis: Riki Purwanto
Dikurasi Oleh: Daning Krisdianti
Referensi:
Bappenas. (2010). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia.
Bina, O., & La Camera, F. (2011). Promise and shortcomings of a green turn in recent policy responses to the “double crisis”. Ecological Economics, 70(12), 2308-2316.
Heart of Borneo Initiative. Strategi Implementasi Pembangunan Di Jantung Kalimantan (Heart of Borneo / HoB) melalui Pendekatan Ekonomi Hijau.
Makmun. (2011). Green Economy: Konsep, Implementasi dan Peranan Kementerian Keuangan. Artikel dalam Jurnal ‚Ekonomi dan Pembangunan. LIPI, volume XIX (2).
Pasaribu, R. B. (2013). Perekonomian Hijau Indonesia. Diakses di http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.6
Stern, N. H., Peters, S., Bakhshi, V., Bowen, A., Cameron, C., Catovsky, S., … & Garbett, S. L. (2006). Stern Review: The economics of climate change (Vol. 30, p. 2006). Cambridge: Cambridge University Press.
UNEP. (2011). Towards a Green Economy: Pathways to Sustainable Development and Poverty Eradiction. United Nations Environment Programme.
Referensi gambar:
https://www.medgreeneconomy.org/
https://www.commerce.wa.gov/about-us/research-services/green-economy/
https://progresoweekly.us/with-a-green-new-deal-heres-what-the-world-could-look-like-for-the-next-generation/
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak!
Yuk, jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!