
Peringatan HKAN dilakukan sejak 2009 silam. pada saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menetapkan 10 Agustus sebagai Hari Konservasi Alam Nasional. hal itu dibuktikan dengan Pemerintah Indonesia yang mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 22 tahun 2009. Dalam Keppres tersebut ditulis bahwa penetapan hari konservasi bertujuan sebagai salah satu “upaya memasyarakatkan konservasi alam secara nasional sebagai sikap hidup dan budaya bangsa.” Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional juga menjadi peringatan bahwa ekosistem perlu dilestarikan karena ekosistem lah penyangga setiap kehidupan makhluk hidup di dunia.
Baca Lainnya : Tanami : Durian, Budidaya si Bau Namun Lezat
Kondisi Hutan Papua Saat Ini
Hutan Papua menjadi salah satu surga penyimpanan karbon yang membantu mengurangi perubahan iklim global. Selain itu, dalam Kajian Ekologi Papua pada tahun 2012 menjelaskan bahwa Papua merupakan habitat bagi 15.000-20.000 spesies tanaman, 602 jenis burung, 125 mamalia, 223 reptil dan 150.000 serangga. Sehingga bisa dikatakan bahwa hutan Papua memiliki kontribusi besar dalam keragaman hayati dan jasa ekosistem yang keberadaannya sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup. Bahkan, hutan ini telah menjadi penyedia utama kehidupan bagi sedikitnya 1187 suku asli yang mendiaminya. Terbagi antara 312 suku asli di New Guinea bagian Barat (Papua) dan 875 suku di Papua New Guinea. Hal ini, menunjukkan jika kehidupan dan adat istiadat suku bangsa di Papua bergantung pada hutan mulai dari pasokan makanan, obat-obatan dan kebutuhan kebudayaan mereka.
Saat ini banyak terjadi ancaman yang dianggap dapat menggeser keberadaan hutan masyarakat adat di Papua. Menurut data Sawit Watch pada tahun 2018 terjadi peningkatan Produksi minyak sawit mentah (CPO) yang disebabkan oleh adanya ekspansi yang terus meningkat, dari sekitar 6,5 juta hektar di tahun 2006 menjadi 16,1 juta hektar di tahun 2017. Dengan ini, membuat Indonesia tercatat sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar di Dunia yang dapat membantu pendapatan dan sumber devisa bagi negara. Di samping itu, Pemerintah malah memberikan peluang untuk melakukan ekspansi secara besar-besaran misalnya yang terdapat pada Peraturan Menteri No.26/2007 mengenai Pedoman perizinan usaha perkebunan dapat memperluas luasan izin (dari 20.000 ha sampai 100.000 ha per perusahaan dalam 1 provinsi untuk minyak sawit perkebunan) dan Peraturan Menteri
Pertanian – Permentan No.14/2009 tentang pedoman penggunaan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit yang memungkinkan konversi lahan menjadi 3 meter.
Selain itu, menurut data Balai Taman Nasional Wasur, populasi rusa (Cervis timorensis) pada tahun 1992 mencapai 12 ekor per ha menjadi 10 ekor rusa di area seluas 2.000 ha di tahun 2011. Adapun populasi kanguru di tahun 2007 tercatat 1 ekor per ha dan di tahun 2011 pada lahan 2.000 ha hanya ditemukan 60 ekor kanguru saja. hal ini tentu berpotensi mengacaukan keseimbangan ekosistem dalam bentuk perburuan dan perdagangan satwa atau hidupan liar yang dilindungi.
Hari Konservasi Alam Nasional sebagai Upaya Melindungi Hutan Papua
Maka dari itu, dalam rangka memperingati Hari Konservasi Alam Nasional pada tahun 2020 sudah sepantasnya kita sebagai manusia melakukan upaya-upaya dalam menjaga keanekaragaman hayati salah satunya yang ada di hutan Papua dengan beberapa hal. Pertama, penetapan Kawasan Konservasi Abadi yang tidak boleh dikonservasi dengan pemberian insentif bagi pemilik lahan dan pemerintah daerah setempat. Kemudian, pengembalian Peraturan perundang-undangan yang tegas mengenai korupsi sumber daya alam tanpa tebang pilih supaya pembukaan lahan sesuai dengan ambang batas dan daya dukung lingkungan serta memperhatikan kebutuhan generasi di masa mendatang.
Di samping itu, Mendorong perusahaan sawit untuk menerapkan kebijakan nol deforestasi, nol gambut dan nol eksploitasi terhadap ekspansi yang telah dilakukan. Sebagai contoh, Membuat koridor alam liar berupa rangkaian pohon di sepanjang perkebunan sawit untuk menghubungkan dengan area hutan atau tetap membiarkan pohon alami di sebuah matriks perkebunan minyak sawit sebagai rumah bagi satwa. Selanjutnya, berusaha untuk melindungi kearifan lokal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan sesuai dengan hukum adat yang berlaku di masyarakat. Terakhir, memberikan dan melindungi hak maupun akses masyarakat atas sumber daya alam secara nyata menurut hukum adat setempat.
Sedangkan, untuk melindungi satwa liar dari kepunahan dapat dilakukan dengan beberapa hal. Pertama, pendekatan sosial melalui sosialisasi atau edukasi kepada masyarakat luas untuk tidak mengonsumsi, membeli dan menyalahgunakan satwa liar. Seperti halnya, menggalakkan ekowisata yang melibatkan masyarakat untuk melakukan pendampingan dan pengetahuan akan satwa kepada turis dengan ekowisata birdwatching. Sehingga nantinya muncul kesadaran dan dapat meningkatkan sumber perekonomian masyarakat sekitar untuk menjaga satwa dengan tidak melakukan perburuan secara liar. Kedua, melakukan diskusi eksternal untuk menyamakan persepsi dan pengetahuan tentang riset satwa liar seperti jumlah terkini fauna yang ada di alam sehingga dapat diketahui statusnya aman atau hampir punah untuk dilakukan upaya pencegahan sedini mungkin. Ketiga, implementasi hukum yang tepat dan pengawasan yang dilakukan oleh polisi hutan maupun pengawas lingkungan juga perlu diperhatikan agar meminimalisir peristiwa perburuan yang terjadi secara berulang dari waktu ke waktu.
Dengan adanya kerjasama di berbagai pihak akan mewujudkan politik yang kuat, hukum tegas dan masyarakat yang berpartisipasi aktif dalam menjaga hutan Papua. Bukan hal mustahil kita bisa menyelamatkan hutan papua dan ekosistem yang berada didalamnya.
Penulis : Dwi Rahmawati
Dikurasi Oleh: Daning Krisdianti
Referensi Tulisan:
https://sawitwatch.or.id/2013/05/07/sawit-kian-menggusur-hutan-papua/
https://regional.kompas.com/read/2012/07/26/08445091/Perburuan.Liar.Ancam.TN.Wasur
https://tirto.id/hari-konservasi-alam-nasional-10-agustus-2021-sejarah-hkan-giet