Perlindungan hutan memang menjadi tanggung jawab negara masing-masing bersama masyarakatnya untuk melaksanakan usaha-usaha teknis dan regulasi untuk melindungi hutan dari ancaman kebakaran. Namun dalam hal ini, peran nasional itu sendiri memang diperlukan namun terkadang keterbatasan kapasitas dan kurangnya rekomendasi membuat bantuan dari luar negeri diperlukan dalam penanganan kebakaran hutan. Ancaman nyata dari kebakaran hutan itu sendiri seperti kekeringan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan degradasi lahan hijau menjadi permasalahan utama yang bersifat multidimensional. Adapun permasalahan tersebut tidak hanya bersifat dari segi lingkungan dan masalah umum seperti perubahan iklim, tetapi juga permasalahan sosial, kesehatan, dan ekonomi. Oleh karena itu, dengan tren kebakaran hutan yang semakin menjadi-jadi belakangan ini (seperti pada tahun 2020 dimana Australia mengalami kebakaran lahan yang sangat luas) maka sebuah tindakan yang solutif dan kolaboratif diperlukan untuk dilakukan secara kolektif dan partisipatif.

Pencegahan Kebakaran Hutan Dalam Kacamata Internasional
Pelestarian hutan dalam perspektif internasional tentu tidak dipandang sebelah mata, bicara mengenai tatanan, Badan pembuat kebijakan mengenai lingkungan di PBB atau United Nations Environment Programme (UNEP) telah melakukan berbagai sidang untuk merencanakan, berdebat, dan mengimplementasikan program dan resolusi yang telah disepakati oleh para negara. Tentu dalam hal ini secara jelas terlihat bahwa lingkungan adalah salah satu permasalahan yang diteliti (environmental scrutiny) apalagi siklus karbon yang menjadi salah satu indikator dari agenda SDG merupakan hal yang tidak terpisahkan dari lingkungan. Tatanan internasional dalam konteks lingkungan memiliki norma yang berbeda, apabila berbicara dalam bidang perhutanan, maka norma-norma kerjasama internasional dalam menangani kebakaran hutan harus berdasar pada kolaborasi antara aktor pemerintah dan aktor subnasional, institusi penelitian lingkungan dan pemerintah (untuk menciptakan hubungan resiprokal dalam capacity building dan knowledge-sharing), pendanaan dan pengembangan infrastruktur, akomodasi proyek inovatif, dan kesiapan komunitas publik akan bencana untuk mengurangi dan mencegah bencana (preventive disaster reduction) (FAO, 2006).
Dengan norma kerjasama tersebut maka secara imperatif dapat dipahami bahwa kerjasama internasional dalam penanganan kebakaran hutan harus memperhatikan baik dari sisi teknis maupun kebijakan yang tidak bersifat “one-size-fits-all” tetapi bagaimana suatu kebijakan dapat meningkatkan ketahanan dan adaptabilitas dari aktor tersebut dikarenakan infrastruktur maupun kapasitas dari SDM/ instrumen kebijakan domestik yang ada dibuat menyesuaikan prekondisi yang ada. Dampak dari kebakaran hutan, selain daripada kesehatan dan juga degradasi ekosistem darat yang dapat mengakibatkan kebanjiran maupun kekeringan juga mampu untuk merusak siklus vegetasi organik yang tumbuh dan nantinya ini dapat menimbulkan gangguan pada siklus karbon dunia dikarenakan dalam siklus biokimia, medan organik di bioma lahan gambut adalah salah satu unsur yang mendorong perubahan disruptif ini (FAO, 2006).
Usaha Kerjasama Multilateral Terkait Perlindungan Hutan akan Kebakaran
Direktur Global Resource Information Database UN Environment Programme Pascal Peduzzi menyatakan kepada pers bahwa “sebuah platform yang dapat mengintegrasikan data-data aktual dibutuhkan agar UNEP dapat membantu secara presisi dan akurat” tentu dari pernyataan seperti ini kita melihat bahwa esensi dari monitoring dan evaluasi sangatlah besar sebagai usaha kerjasama multilateral agar dapat dijalankan secara berkesinambungan (UNEP, 2020). Pasal 16,17, dan 18 dari Konvensi Keanekaragaman Hayati atau Conventions on Biological Diversity (CBD) menekankan pada narasi yang sama yaitu “kolaborasi” baik dari segi informasi, teknis, maupun transfer teknologi yang kemudian lebih lanjut ditekankan pada konferensi Conference of the Parties ke 14 pada tahun 2018 yang dimanifestasikan pada percepatan Aichi Target yang dituangkan pada resolusi 14/1 dari COP 14 (CBD, 2018). Kerjasama multilateral lain yang dinegosiasikan juga merangkap usaha-usaha informal yang memang hanya dinegosiasikan sebatas level senior officials seperti pada International Arrangement on Forest yang dibentuk sejak KTT Bumi 1992 (1992 Earth Summit) yang bersifat tidak mengikat (non-binding). Kerjasama ini menghasilkan dua dokumen fundamental dalam kerjasama multilateral informal dalam penanganan kebakaran hutan melalui he “Non-Legally Binding Authoritative Statement of Principles for a Global Consensus on the Management, Conservation and Sustainable Development of All Types of Forests” atau yang biasa dikenal sebagai prinsip kehutanan dan “Combating Deforestation” yang merupakan penekanan dari item agenda No. 21 saat itu. Walaupun dokumen dari hasil kerjasama informal ini tidak memberikan arahan dan teknis spesifik dan menekankan pada prinsip manajemen hutan berkelanjutan atau sustainable forest management (SFM) (CBD, 2018). Kerjasama multilateral dan kawasan lainnya seperti di ASEAN merupakan kerjasama dengan norma dan rekomendasi turunan dari CBD dan rekomendasi-rekomendasi dari KTT yang diadakan UNEP sehingga pada intinya akan sama.

Kesimpulan: Tantangan ke depan
Tentunya akan ada banyak tantangan kedepannya yang harus dihadapi, mulai dari secara teknis, substansi, maupun pendanaan yang pasti adalah bagaimana negara mampu untuk mengatasi tantangan tersebut melalui kesiapan dari para aktor terdepan yang memiliki kepentingan akan pelestarian dan pemanfaatan hutan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Salah satu tantangan terberat bagi Indonesia contohnya adalah bagaimana setiap rekomendasi dari level multilateral mengenai penanganan kebakaran hutan harus dipastikan untuk fit and proper dengan harmoni dan ritme kebijakan serta birokrasi pemerintahan daerah dikarenakan negara ini menganut sistem desentralisasi. Kemudian tantangan berikutnya yang umum dan tidak hanya dialami oleh Indonesia adalah bagaimana Indonesia dan negara-negara lain baik negara berkembang ataupun yang maju dapat menghasilkan langkah nyata yang transformatif dan tanggap terhadap setiap tantangan yang muncul. Terakhir, disimpulkan bahwa dalam penanganan kebakaran hutan, baik aktor pemerintah, LSM, NGO, maupun entitas lainnya harus mengedepankan sentralitas prinsip keberlanjutan (sustainability) ketimbang tarik menarik dan berkontraksi dalam diskursus mengenai pembangunan, ekonomi, sosial-budaya, dsb yang hanya akan memperlambat target dunia untuk mencapai pembangunan dan perlindungan hutan yang berkelanjutan.
Penulis: Hino Samuel Jose
Referensi Literatur
CBD. (2018). COP 14 Decisions. CBD International. Dikutip pada 20 Januari 2021, dari https://www.cbd.int/decisions/cop/?m=cop-14
FAO. (2006). Fire management: review of international cooperation. Fire Management Working Paper 18. Rome (also available at www.fao.org/forestry/site/firemanagement/en).
Sotirov, M., Pokorny, B., Kleinschmit, D., & Kanowski, P. (2020). International Forest Governance and Policy: Institutional Architecture and Pathways of Influence in Global Sustainability. Sustainability, 12(17). https://doi.org/10.3390/su12177010
UNEP. (2020, September 10). Governments, smart data and wildfires: where are we at? UNEP. Dikutip pada 20 Januari 2020, dari https://www.unenvironment.org/news-and-stories/story/governments-smart-data-and-wildfires-where-are-we
Referensi Gambar
CTIF. (2021). Learn from international instructors how fire investigation methods can apply to wildfires. (n.d.). Dikutip pada 22 Januari 2021, dari https://www.ctif.org/news/learn-international-instructors-how-fire-investigation-methods-can-apply-wildfires
Klaver, R. W., & Singh, A. (n.d.). United Nations Environment Programme. Retrieved January 22, 2021, from https://na.unep.net/siouxfalls/globalfire/indofire/firepaper.php
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak!
Yuk, jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!