
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa kondisi lingkungan hidup di Indonesia saat ini semakin memprihatinkan. Seringkali kepentingan lingkungan hidup menjadi isu penting karena sebagai sumber kedaulatan pangan namun juga sering terabaikan. Oleh sebab itu, upaya konservasi alam perlu mendapat dukungan dan komitmen dari berbagai pihak mulai dari lembaga negara terkait, hingga lembaga masyarakat seperti LSM atau NGO yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan sosial-ekologis.
Institusi tersebut tentu tidak bergerak sendiri tanpa adanya ahli atau pakar lingkungan hidup yang menjadi rujukan dalam menetapkan sebuah keputusan dan tindakan. Dengan begitu berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi baik dalam lingkup global maupun nasional dapat diatasi sesegera mungkin.
Tak dapat dimungkiri bahwa kerusakan lingkungan sebenarnya berakar dari perilaku manusia yang enggan mempedulikan lingkungannya, memperhatikan bumi yang kian diancam pemanasan global akibat segala macam perbuatan manusia yang di luar batas.
Belum lagi peningkatan jumlah penduduk di dunia yang sangat pesat mengakibatkan terjadinya eksploitasi intensif terhadap sumber daya alam. Akibatnya, kerusakan lingkungan terutama degradasi lahan dan ruang terbuka hijau semakin tak terhindarkan.
Selain itu paham materialisme, kapitalisme, dan pragmatisme dengan kendaraan sains dan teknologi yang digunakan secara serampangan juga dapat mempercepat kerusakan lingkungan baik dalam lingkup global maupun lokal. Padahal lahan dengan sumber dayanya sangat berfungsi sebagai penopang kehidupan hewan, tumbuhan, juga manusia.
Konservasi alam merupakan satu-satunya jalan untuk merestorasi lingkungan hidup agar tetap memberikan kebermanfaatan dan berkah tak terbatas bagi manusia. Dalam Islam sendiri, memelihara lingkungan merupakan kewajiban yang setara dengan kewajiban ibadah-ibadah lain, bahkan setara dengan kewajiban mendirikan salat, membayar zakat, hingga haji.
Sebaliknya, perbuatan mengeskploitasi alam secara masif tanpa merestorasikannya kembali setara dengan perbuatan dosa besar seperti pengingkaran terhadap Tuhan.
Mengelola alam secara bijak dan arif tentu akan mendapatkan kebermanfaatan bagi siapa saja yang peduli dengannya. Darinya, kita dapat memperoleh penghidupan yang patut untuk disyukuri. Seperti halnya pada Kasepuhan Ciptagelar yang telah lama berdikari atas kerja-kerja kolektif masyarakatnya dalam mengelola lahan pertanian yang menghasilkan kedaulatan pangan bagi seluruh warganya.
Kasepuhan Ciptagelar ini merupakan bagian dari Kesatuan Adat Banten Kidul. Secara administrasi, letaknya di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Letaknya yang berada di ketinggian 1.100-1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini membuat tanah Kasepuhan Ciptagelar selalu membawa berkah dan keberuntungan bagi warganya. Di sanalah sistem pertanian tepat guna yang dibungkus dengan aneka mitos yang turun-temurun diterapkan.
Kasepuhan Ciptagelar berada di atas areal 4.900 hektar. Secara adat, lahan seluas itu dibagi lagi menjadi tiga zona, 1) Leuweung Kolot, yakni wilayah hutan yang sama sekali tidak bisa diganggu untuk kepentingan apa pun; 2) Leuweung Titipan, yakni kawasan hutan titipan yang diamanatkan kepada masyarakat umum untuk dijaga; 3) Leuweung Bukaan, yakni lahan terbuka yang dapat dikelola untuk persawahan, huma (sistem berladang yang berpindah-pindah), dan perkebunan.
Sawah di Ciptagelar sendiri seluas 599 hektar atau sekitar 10% dari total wilayah Kasepuhan. Warga Kasepuhan Ciptagelar tidak serta-merta memperjualbelikan beras, hal ini bukan tanpa sebab.
Bagi mereka, bertani adalah sumber kehidupan dan bagaimana mungkin mereka menjual kehidupan? Pangan merupakan komoditas utama yang harus dijaga ketersediaannya, terutama untuk masyarakat yang memilih untuk bertahan hidup di Kasepuhan Ciptagelar.
Dengan adanya larangan adat tersebut, maka tak heran bila ketersediaan beras di lumbung-lumbung padi tak pernah habis, bahkan cenderung stabil. Dan perlu diketahui bahwa satu lumbung kecil dapat menampung sekira 500 ikat padi yang dapat menghidupi satu keluarga kecil selama setahun. Hal ini diperkuat dengan kewajiban seluruh warga Ciptagelar untuk terus menjunjung tinggi tradisi leluhurnya sekaligus menjadi basis kehidupan yakni bertani.
Dalam hal pengelolaan lahan pertanian, warga Kasepuhan sangat memegang erat adat- istiadat dan tradisi leluhur. Kasepuhan Ciptagelar hanya melakukan penanaman padi sekali dalam setahun dengan tidak menggunakan peralatan modern macam traktor dan semacamnya. Pengunaan pupuk kimia pun hanya dilakukan sekali, itu pun di lokasi tertentu yang tanahnya dianggap kurang subur dan kurang menunjang kekuatan akar padi.
Dari penanaman setahun sekali itu terbukti efektif dalam menghentikan siklus hama wereng. Berbeda halnya bila menanam setahun dua kali seperti yang dilakukan petani pada umumnya, hama tanaman dapat dipastikan akan dengan mudah beregenerasi untuk menyerang padi di musim tanam berikutnya. Dari sanalah Kasepuhan Ciptagelar mampu mewujudkan kedaulatan pangan berupa swasembada beras bagi seluruh warganya.
Sedangkan untuk mencari nafkah, warga Ciptagelar dapat memanfaatkan waktu sekira enam bulan untuk menanam aneka tanaman yang dapat diperjual-belikan seperti palawija, sayur mayur, hingga buah-buahan. Selain itu, kopi juga merupakan komoditas yang baru dikembangkan warga setempat.
Dalam menentukan masa tanam, masyarakat Ciptagelar mengawalinya dengan menentukan waktu yakni dengan cara melihat perhitungan bintang kerti (kidang). Ketika bintang kerti sudah nampak, itu artinya persiapan pengolahan lahan pertanian bisa dilakukan. Kemunculannya pun sebagai pertanda dimulainya proses pengolahan lahan.
Dengan memelihara dan melestarikan alam seperti yang dilakukan oleh Kasepuhan Ciptagelar, saya percaya bahwa alam akan terus melimpahkan seluruh yang dikandungnya terhadap siapa saja yang selalu mencintai, menjaga, dan merawatnya sepenuh hati.
Penulis: R Fauzi Fuadi
Gambar: Pexels.com
Referensi:
Renaldi Permana. 2019. Kearifan Lokal Pengelolaan Lahan Pertanian Sistem Huma Tadah Hujan Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Jurnal Komunikasi dan Desain Visual, Vol. 1 No. 1.
M Dasron Hamid. 2007. Teologi Lingkungan. Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak!
Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!