Beberapa tahun terakhir publik dihebohkan oleh penemuan serangga yang dianggap telah punah. Pada bulan Januari 2019, sekelompok peneliti dari Global Wildlife Conversation (GWC) menemukan lebah raksasa wallace di Maluku Utara. Lebah raksasa wallace atau dalam Bahasa Inggris wallace giant bee, adalah salah satu dari 25 daftar spesies langka yang dicari oleh GWC. Lebah ini diklaim sebagai lebah terbesar di dunia dan hanya ditemukan di Indonesia. Yuk, kenalan lebih lanjut sama lebah raksasa ini!
Morfologi Lebah Raksasa Wallace
Lebah raksasa wallace adalah lebah dengan ukuran terbesar yang pernah ditemukan. Ukurannya yang raksasa membuat lebah ini lebih dikenal sebagai “o ufunga ma koana” yang berarti raja lebah oleh warga lokal. Lebah dengan nama latin Megachile pluto ini termasuk famili dari lebah resin. Layaknya lebah pada umumnya, mereka memakan nektar dan serbuk sari. Namun, ukuran raksasanya yang menjadi pembeda utama dengan lebah lain. Lebah betina memiliki rahang yang besar, lidah sepanjang 3 cm, dan dapat mencapai panjang 38 mm dengan rentang sayap 63,5 mm. Di sisi lain, lebah jantan berukuran lebih kecil, dengan panjang maksimal 23 mm dan rahang yang tidak besar. Lebah ini memiliki warna yang gelap, berukuran sepanjang jempol orang dewasa, bahkan empat kali lebih besar dibandingkan lebah madu biasa. Rahang besar yang dimiliki betinanya juga dianggap menyerupai rahang dari kumbang rusa. Fitur yang menonjol tersebut menyebabkan jenis lebah ini mudah dibedakan dari lebah pada umumnya. Perbedaan lain dari lebah raksasa wallace dibanding lebah lain adalah lingkaran putih di bagian abdomennya. Peneliti juga menyebutkan jika dengungan dari lebah ini lebih tinggi dibanding lebah madu karena ukuran sayapnya yang lebih besar.

Sebaran dan Sarang Lebah Raksasa Wallace
Hingga saat ini, lebah raksasa wallace hanya ditemukan di daerah Maluku Utara, yaitu di Pulau Bacan, Halmahera, dan Tidore. Spesies ini hidup secara berkelompok dan membentuk sarang yang komunal untuk ditinggali bersama-sama. Lebah ini dikenal hidup di dataran rendah terutama di dalam hutan. Sarangnya biasa ditemukan di pepohonan dan berdampingan dengan sarang rayap Microcerotermes amboinensis. Ketika membangun sarang, lebah ini menggunakan getah pohon untuk membangun “ruangan” di dalam sarang rayap. Lebah betina dengan rahang yang lebih besar akan meninggalkan sarangnya untuk mencari getah, terutama dari tanaman Anisoptera thurirefa. Lebah betina kemudian memanfaatkan bagian bawah dari rahang besarnya untuk mengikis getah lengket dari kulit pepohonan. Selanjutnya getah akan dibentuk menjadi bola-bola besar dan dibawa kembali ke sarang. Selain untuk membuat sarang, getah ini juga dimanfaatkan untuk melindungi sarang lebah dari serangan rayap di sekitar.
Baca juga: Taman Hutan Raya, Sarana Konservasi dan Rekreasi
Sejarah Lebah Raksasa Wallace
Keberadaan lebah ini pertama kali dipublikasikan oleh Alfred Russel Wallace pada tahun 1858. Penemuan lebah ini menjadi salah satu dari kumpulan penemuan Wallace yang dibukukan dalam jurnalnya, The Malay Archipelago. Selanjutnya, Wallace memberikan temuannya kepada Frederick Smith, seorang ahli serangga, yang kemudian diumumkan dan diberi nama latin Megachile pluto. Setelah penemuan ini, lebah raksasa tersebut dianggap punah karena tidak ditemukan lagi jejaknya oleh manusia. Satu abad kemudian, Adam C. Messer, seorang ahli entomologi menemukan kembali lebah raksasa wallace di tahun 1981. Adam Messer dalam pencariannya menemukan enam sarang dari lebah ini di sekitar Pulau Bacan. Berpuluh-puluh tahun setelahnya, lebah ini tidak pernah muncul lagi. Namun, secara mengejutkan pada tahun 2018 dua spesimen dari lebah raksasa ini ditemukan di Pulau Bacan dan Halmahera. Sayangnya kedua spesimen ini kemudian dijual di eBay bahkan dibeli dengan harga sekitar 125 juta rupiah.

Penemuan Kembali
Munculnya kembali lebah ini di situs jual beli mendorong peneliti untuk mencari kembali keberadaan hewan langka ini. Hingga pada tahun 2019, sekelompok peneliti dari GWC yang terdiri dari Clay Bolt (fotografer), Eli Wyman (ahli entomologi dari Princeton University), Simon Robson (profesor biologi dari James Cook University, Australia), dan Glen Chiton (profesor dari Saint Mary’s University, Kanada) menemukannya di kepulauan Maluku. Niatan untuk mencari lebah langka ini telah direncanakan oleh Eli Wyman dan Clay Bolt sejak tahun 2015. Ketika Global Wildlife Conversation (GWC) mencari nominasi “25 spesies hilang yang paling dicari” maka keduanya meyakinkan GWC untuk memasukkan lebah raksasa wallace dalam daftarnya. Kelompok peneliti ini kemudian melangsungkan lima hari penelusuran dengan prosesnya yang melelahkan. Mereka harus memandangi berbagai sarang rayap selama 20 menit tiap sarangnya. Hampir putus asa, akhirnya di hari terakhir mereka berhasil menemukan lebah betina di suatu kebun tua yang dikelilingi oleh hutan. Peneliti menemukan lebah tersebut di gundukan rayap sekitar delapan kaki dari tanah. Penemuan kembali lebah ini menunjukkan bahwa spesies ini belum punah dan harus dilindungi dari kepunahan.

Lebah raksasa wallace adalah salah satu fauna khas Indonesia. Populasi dari spesies ini cukup langka dan memiliki habitat di area yang sempit. IUCA, organisasi internasional bidang konservasi, juga telah melabel lebah ini sebagai spesies yang masuk ke daftar merah. Namun, semakin luasnya perkebunan kelapa sawit, deforestasi, dan perburuan liar menyebabkan lebah unik ini makin rentan. Ditambah lagi spesies ini juga banyak diburu oleh kolektor lebah sehingga diperlukan konservasi dan perlindungan ketat agar tidak terjadi kembali penjualan liar terhadap lebah tersebut. Diperlukan kerja sama oleh peneliti dan pemerintah untuk mencegah kepunahan sehingga keberlangsungan hidup lebah raksasa ini terus berjalan.
Penulis: Novia N Sabrina
Dikurasi oleh: Citra Isswandari Putri
Referensi literatur:
Bolt, C. (2019, November 11). Rediscovering Wallace’s giant bee. Global Wildlife Conservation. Tersedia dalam: https://www.globalwildlife.org/blog/rediscovering-wallaces-giant-bee-in-search-of-raja-ofu-the-king-of-bees/. Diakses pada 27 Januari 2021.
Briggs, H. (2019, February 22). Lebah raksasa, Yang terbesar Di dunia, ditemukan hidup Di Kepulauan Maluku. BBC News Indonesia. Tersedia dalam: https://www.bbc.com/indonesia/majalah-47322196. Diakses pada 27 Januari 2021
Ivan, P. (2019, February 22). Hilang selama 38 tahun, lebah raksasa ditemukan di Maluku Utara. Beritagar.id. Tersedia dalam: https://beritagar.id/artikel/sains-tekno/hilang-selama-38-tahun-lebah-raksasa-ditemukan-di-maluku-utara. Diakses pada 27 Januari 2021
Kompas Cyber Media. (2019, March 14). Cerita 4 Ahli Biologi Temukan Lebah Raksasa Wallace Saat Liburan. KOMPAS.com. Tersedia dalam: https://sains.kompas.com/read/2019/03/14/200700823/cerita-4-ahli-biologi-temukan-lebah-raksasa-wallace-saat-liburan?page=all. Diakses pada 27 Januari 2021.
Main, D. (2019, February 21). World’s largest bee, once presumed extinct, filmed alive in the wild. Tersedia dalam: https://www.nationalgeographic.com/animals/2019/02/worlds-largest-bee-rediscovered-not-extinct/. Diakses pada 27 Januari 2021
Prima, E. (2019, February 26). Keunikan Lebah Raksasa Wallace dalam Membuat Sarang. Tempo. Tersedia dalam: https://tekno.tempo.co/read/1179639/keunikan-lebah-raksasa-wallace-dalam-membuat-sarang/full&view=ok. Diakses pada 27 Januari 2021
Tentang LindungiHutan
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk melakukan kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di berbagai daerah. Mari kita sama-sama melestarikan lingkungan dan menjaganya.
Yuk bergabung bersama kami sebagai pioneer penghijauan!