
Bumi merupakan rumah bagi beraneka ragam jenis makhluk hidup. Mulai dari biota laut, satwa di padang rumput, hingga komunitas masyarakat di perkotaan, hidup, tinggal, dan berkembang biak di satu planet yang sama. Meskipun sama-sama tinggal menjadi penghuni bumi, perilaku dan aktivitas manusia terkadang menjadi ancaman bagi makhluk hidup lainnya, tak terkecuali satwa liar. Perburuan liar, perdagangan ilegal, hingga pengalihfungsian lahan, yang dilakukan oleh manusia, menjadi penyebab dari berkurangnya beraneka ragam jenis satwa yang hidup di alam lepas. Bahkan banyak dari satwa tersebut yang akhirnya sulit bertahan hidup dan punah sepenuhnya.
Satwa Liar dan Nasib Malangnya
Satwa liar merupakan satwa yang hidup di alam, dan menggantungkan hidupnya pada alam lepas. Mereka tinggal, makan, minum, dan berkembang biak di alam secara alami, tanpa adanya campur tangan dari manusia. Karakteristiknya yang beraneka ragam, membuat setiap jenis satwa memiliki preferensi habitat yang berbeda-beda. Mulai dari pantai, hutan mangrove, padang savana, padang pasir, hingga hutan pegunungan merupakan rumah yang nyaman bagi beraneka ragam jenis satwa liar. Mereka tinggal, berkembang biak, dan membentuk komunitas di setiap jenis ekosistem yang ada di bumi. Hal tersebut yang membuat satwa menjadi salah satu ciri yang khas, yang bisa menggambarkan setiap jenis ekosistem yang ditinggalinya.
Indonesia merupakan satu dari negara di dunia yang memiliki jenis ekosistem yang beragam. Mulai dari ekosistem pantai, mangrove, savana, hutan dataran rendah, hingga hutan pegunungan ada di Indonesia. Hal tersebut yang membuat Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi. Meskipun hanya menempati 1% dari daratan yang ada di bumi, Indonesia merupakan rumah bagi 12% spesies mamalia dan 17% spesies burung dari seluruh dunia. Hal tersebut yang menjadikan Indonesia negeri yang kaya akan berbagai jenis fauna.
Meskipun memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia rupanya juga merupakan negara dengan jumlah spesies satwa dan tumbuhan terancam punah yang tinggi. Melansir dari laman berita Tempo, pada tahun 2019, Indonesia menduduki peringkat dua, setelah Meksiko, sebagai negara dengan jumlah spesies satwa dan tumbuhan yang terancam punah tertinggi di dunia. Terdapat 583 spesies terancam punah yang ada di Indonesia, 191 spesies di antaranya adalah jenis mamalia dan 160 merupakan jenis burung. Hal tersebut merupakan rapor buruk bagi Indonesia, mengingat banyaknya satwa yang menggantungkan hidupnya di tanah Indonesia. Jika Indonesia dianalogikan sebagai sebuah rumah, sedangkan flora, fauna, dan masyarakat Indonesia merupakan penghuni dari rumah tersebut, maka masyarakat Indonesia belum bisa menjadi tetangga yang baik bagi flora dan fauna tersebut.
Perburuan liar, pengalihfungsian lahan, serta perdagangan ilegal diprediksi menjadi penyebab dari terancamnya satwa-satwa di Indonesia. Melansir dari laman berita VOA Indonesia, secara global, perdagangan satwa liar ilegal menduduki peringkat kedua, setelah perdagangan narkoba, sebagai bentuk kejahatan yang paling sering dilakukan. Penegakan dan kejelasan hukum yang masih lemah, ditambah dengan kurangnya kesadaran masyarakat di dalam melindungi satwa liar, dirasa menjadi penyebab dari masih banyaknya kasus perdagangan satwa liar, baik secara global, maupun di Indonesia.
Pemerintah, selaku pemangku kebijakan publik turut mengalami kerugian atas maraknya perdagangan satwa tersebut. Setiap satwa yang berhasil dicegah perdagangannya harus direhabilitasi terlebih dahulu supaya dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi alam, tempat mereka tinggal. Hal tersebut perlu dilakukan karena tak sedikit dari satwa yang mengalami gangguan kesehatan, baik fisik maupun mental, akibat terlalu lama berada di dalam kurungan, selama proses perdagangan berlangsung. Sehingga perlu adanya penyembuhan terhadap satwa-satwa tersebut, supaya mereka dapat kembali bertahan hidup di alam, tanpa adanya keterbatasan. Akibatnya, pemerintah terpaksa mengeluarkan biaya untuk merawat satwa-satwa tersebut melalui pusat rehabilitasi satwa yang didirikannya. Menurut Tantyo Bangun, ketua International Animal Rescue (IAR) Indonesia, untuk bisa merehabilitasi satu individu orangutan saja dalam satu tahun, pemerintah perlu mengeluarkan biaya 60 hingga 100 juta. Jika wajarnya rehabilitasi dilakukan selama 5 tahun, maka diperlukan 300 hingga 500 juta untuk bisa membuat orangutan kembali normal dan dilepasliarkan di alam bebas. Namun jika dipikir, apa yang lantas membuat banyak pihak masih berjuang di dalam melindungi satwa liar? Dan apa sebenarnya yang membuat satwa liar begitu penting untuk dilindungi?
Peran Satwa Liar bagi Ekosistem
Setiap makhluk hidup yang tinggal di bumi, menempati suatu ruang tertentu yang digunakan sebagai habitat untuk bertahan hidup. Keberlangsungan hidup dari setiap organisme bergantung pada setiap interaksi yang terjadi antar komponen di dalam habitat, tempat makhluk hidup tersebut tinggal. Interaksi dapat berlangsung antara makhluk hidup dengan makhluk hidup, makhluk hidup dengan lingkungan, serta lingkungan dengan lingkungan. Hasil dari interaksi yang berlangsung saling memberikan dampak bagi setiap komponen yang saling berinteraksi. Bentuk interaksi yang saling mempengaruhi tersebut sering disebut dengan ekosistem.
Secara garis besar, ekosistem terdiri dari dua komponen utama, yaitu biotik (makhluk hidup) dan abiotik (lingkungan). Interaksi antar komponen tersebut terjadi sebagai bentuk arus materi dan energi yang berlangsung secara alami di alam lepas. Peran dari masing-masing komponen memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap komponen lain yang tinggal di lingkungan yang sama. Sehingga apabila satu komponen mengalami kerusakan, maka komponen yang lain secara tidak langsung juga mengalami dampak yang buruk.
Satwa liar, sebagai unsur biotik di ekosistem, memiliki peran yang penting di dalam menjaga siklus energi. Siklus tersebut dapat digambarkan melalui kebiasaan makan memakan yang dapat dijelaskan melalui rantai makanan (food chains). Di dalam rantai makanan, terdapat beberapa tingkatan trofik yang ditempati oleh satwa dan tumbuhan. Satwa menempati posisi sebagai konsumen, sedangkan tumbuhan menempati posisi sebagai produsen. Satwa herbivora pada umumnya menempati posisi sebagai konsumen pertama. Sedangkan satwa karnivora, menempati posisi sebagai konsumen kedua, ketiga, dan seterusnya. Dengan adanya rantai makanan, dapat dipahami bahwa setiap posisi yang ditempati oleh satwa dan tumbuhan memberikan pengaruh bagi posisi lain di tingkatan trofik yang berbeda. Sehingga, keseimbangan jumlah satwa yang terdapat di alam merupakan hal yang penting supaya rantai makanan dapat berjalan dengan seimbang.
Keseimbangan jumlah satwa di alam tidak hanya berpengaruh terhadap rantai makanan, tetapi juga pada habitat tempat mereka tinggal. Ada beberapa jenis satwa yang memiliki peran penting di dalam menjaga keseimbangan alam, contohnya adalah orangutan. Orangutan mengandalkan kebutuhan makannya dari tumbuhan yang terdapat di hutan. Di dalam memenuhi kebutuhan makannya, orangutan secara tidak langsung juga ikut berperan di dalam menyebarkan biji tumbuhan yang mereka makan. Biji-biji tersebut jatuh ke tanah, berkecambah, dan tumbuh menjadi pohon-pohon baru yang dapat mengisi ruang yang terdapat di hutan. Proses regenerasi pun terjadi dan hutan dapat terus memperbaharui dirinya secara alami. Perburuan secara masif yang dilakukan terhadap orangutan dapat memberikan ancaman terhadap proses regenerasi alami yang terjadi di dalam hutan. Sehingga, perlu adanya perlindungan terhadap orangutan di alam lepas supaya jumlahnya tidak banyak berkurang.
Meskipun memberikan manfaat bagi hutan, jumlah orangutan di alam juga tetap harus diperhatikan. Jumlah orangutan yang terlalu banyak ternyata juga memberikan ancaman bagi keberlangsungan hutan. Setiap hutan memiliki daya dukung yang terbatas. Jumlah orangutan yang terlalu banyak hanya akan menimbulkan kerusakan bagi habitat tempat orangutan tersebut tinggal. Sehingga perlu adanya tindakan kontrol untuk membatasi jumlah orangutan yang terdapat di alam. Secara alami, proses kontrol tersebut biasa dilakukan oleh predator. Buaya, ular piton, dan elang hitam merupakan predator alami bagi orangutan. Proses predasi antara ketiga satwa tersebut terhadap orangutan memiliki peran yang penting di dalam menjaga kestabilan jumlah orangutan. Perburuan yang masif terhadap predator dapat berdampak terhadap meningkatnya jumlah orangutan. Akibatnya, banyak tumbuhan yang dimakan dan proses regenerasi tidak berjalan dengan stabil. Dampak-dampak tersebut terjadi secara beruntun dan menimbulkan efek domino. Jika satu tingkatan trofik di dalam rantai makanan mengalami perubahan jumlah akibat aktivitas manusia, maka tingkatan trofik yang lain, bahkan habitat tempat satwa tinggal, juga akan mengalami perubahan. Hal tersebut yang membuat setiap jenis satwa harus dipertahankan keberadaannya.
Perlunya Hubungan Harmonis Manusia-Satwa 
Gambar 2. Harimau Sumatera yang Terancam PunahEfek domino yang terjadi akibat perubahan jumlah satwa di alam lepas terkadang tidak dipahami oleh manusia. Dampaknya yang tidak terasa secara nyata membuat banyak orang masih belum paham akan pentingnya menjaga dan melindungi satwa liar. Banyak orang yang hanya berpikir secara praktis, memandang satwa hanya sebatas objek dengan nilai ekonomis. Tanpa mereka sadar bahwa satwa merupakan tumpuan bagi berlangsungnya kehidupan di masa yang akan datang.
Sebagai sesama penghuni bumi, merupakan kewajiban bagi manusia untuk menjaga penghuni bumi lainnya. Bayangkan jika hutan berdiri tanpa adanya satwa di dalamnya. Tidak akan ada yang merawat hutan tersebut secara alami. Akan ada saatnya dimana pohon-pohon di dalam hutan mati dan perlu mengalami regenerasi. Manusia tidak akan mampu menjaga keseimbangan alam tersebut secara sepihak. Terkadang kita hanya perlu membiarkan supaya satwa tersebut tetap hidup dan menjalankan fungsinya sebagai penjaga keseimbangan alam. Sekarang semuanya kembali kepada kita. Apa yang kita perbuat di masa sekarang akan kita rasakan dampaknya di masa yang akan datang. Jika kita terus mengancam hidup satwa di alam liar, maka ada saatnya alam akan mengancam keberlangsungan hidup manusia.
Penulis: Tatag Suryo
dikurasi Oleh: Daning Krisdianti
Referensi
Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI. 2017. Pelestarian Satwa Langka Untuk Keseimbangan Ekosistem. Jakarta : Majelis Ulama Indonesia.
Referensi Gambar
Harimau Sumatera yang Terancam Punah : https://unsplash.com/photos/_M812Tk12tE
Orangutan, Satwa Penjaga Hutan Indonesia : https://unsplash.com/photos/DfLemkYDMcs
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak!
Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!