Mengenal Permakultur, Sistem Pertanian yang Berkelanjutan

Sektor pertanian memegang peranan penting bagi perekonomian nasional sebuah negara pertanian seperti Indonesia. Namun, menurut seorang peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)—Muhammad Diheim Biru—jumlah petani di Indonesia hanya tinggal sekitar 4 juta orang (Ahdiat, 2019). Jumlah ini sangat kecil dibandingkan total penduduk di Indonesia yang berjumlah 264 juta orang. Jumlah ini merupakan angka terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Melihat angka yang rendah ini, pemerintah pun khawatir akan produksi pangan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar. Harga komoditas pangan pun akan semakin tinggi apabila jumlah produksi tidak mampu memenuhi permintaan pasar. 

Ads

Krisis pada sektor pertanian tidak berhenti sampai situ saja. Sampai saat ini, banyak petani di Indonesia masih menerapkan pola tanam monokultur pada lahan pertanian mereka (Mengenal Lebih Jauh soal Pola Tanam Polikultur, 2019). Padahal, pola tanam monokultur memiliki berbagai dampak negatif, seperti kerusakan lingkungan akibat pemakaian pestisida secara berlebihan, tidak memutus rantai organisme penyakit tanaman (OPT), mengganggu kesejahteraan petani apabila harga hasil panen di pasar turun, dan berkurangnya keanekaragaman tumbuhan pertanian (Mardatila, 2020). Selain itu, penerapan pola tanam monokultur akan menghabiskan nutrisi tanah secara terus-menerus hingga tanah  tidak dapat subur kembali (Haspel, 2014). 

Oleh karena itu, sektor pertanian di Indonesia membutuhkan solusi berkelanjutan yang dapat meningkatkan jumlah petani di Indonesia, mengedukasi para petani tentang dampak buruk dari penerapan pola tanam monokultur, dan meningkatkan ketahanan pangan nasional. Salah satu solusi tersebut adalah penerapan permakultur. Tren pertanian organik ini telah marak sejak lima tahun terakhir di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Salatiga (Renaldi, 2018). Walau begitu, permakultur masih menjadi konsep yang cukup asing bagi kebanyakan petani di Indonesia.

Gambar 1

© Stéphane Chadourne

Permakultur : Definisi, Sejarah, dan Etika Dasar

Permakultur (permaculture) adalah cabang ilmu desain dan teknik ekologis yang mengembangkan pengolahan lahan, arsitektur berkelanjutan, dan sistem pertanian swadaya berdasarkan ekosistem alam (Hemenway, 2009). Permakultur pada awalnya merupakan gabungan dari kata dari “permanent agriculture” atau pertanian permanen, tetapi kemudian disesuaikan menjadi “permanent culture” atau budaya permanen untuk memenuhi aspek-aspek sosial yang ada dalam konsep ini (Paul, 2011). Kegiatan permakultur mencakup pengelolaan sumber daya air terintegrasi yang mengembangkan arsitektur berkelanjutan, serta habitat dan sistem pertanian regeneratif yang terpelihara dengan model dari ekosistem alam. Selain itu, permakultur juga memiliki banyak cabang lain seperti desain ekologi, teknik ekologi, desain regeneratif, desain lingkungan, dan konstruksi.

Ads
Kapan jaga hutan? Sekarang! Buka lindungihutan.com

Dalam sektor pertanian, permakultur merupakan salah satu jenis sistem pertanian yang membutuhkan proses desain tertentu untuk menjadikan sistem pertanian tersebut lebih berkelanjutan (Rossum, 2018). Tujuan permakultur adalah memulihkan tanah, menghemat air, dan mengarahkan aliran limbah. Prinsipnya adalah membuat sistem produksi tanaman dengan memperhatikan fungsi masing-masing tanaman dan interaksi antar tanaman dimana komponen-komponen di dalamnya saling menguntungkan satu sama lain. Prosesnya terinspirasi oleh hubungan sehari-hari yang ditemukan di alam.

Istilah permakultur pertama kali diciptakan oleh Bill Mollison dan David Holmgren pada tahun 1978. Pada saat itu, Mollison adalah seorang dosen senior Psikologi Lingkungan di University of Tasmania, sedangkan Holmgren adalah seorang mahasiswa pascasarjana di Tasmanian College of Advanced Education. Pada akhir 1960-an, Mollison dan Holmgren mulai mengembangkan gagasan tentang sistem pertanian yang stabil di pulau Tasmania. Dalam pandangan mereka, sistem pertanian pada saat itu sangat bergantung pada sumber daya tak terbarukan, meracuni tanah dan air, mengurangi keanekaragaman hayati, dan menghilangkan miliaran ton lapisan tanah paling atas (topsoil) dari lahan yang sebelumnya subur. Mereka mengatasi permasalahan tersebut dengan mengembangkan sistem pertanian permakultur. Sejak saat itu, permakultur semakin berkembang dan dapat diaplikasikan pada cabang-cabang lain untuk membuat habitat manusia yang berkelanjutan. 

Permakultur memiliki tiga etika dasar yang menjadi inti dari keseluruhan konsep tersebut (Holmgren, 2002). 

  1. Kepedulian terhadap bumi melalui penyediaan untuk semua sistem kehidupan untuk terus berlanjut dan berkembang biak.
  2. Kepedulian terhadap manusia dengan memberikan ketentuan bagi orang untuk mengakses sumber daya yang diperlukan untuk keberadaan mereka.
  3. Menetapkan batasan untuk populasi dan konsumsi. Dengan mengatur kebutuhan kita sendiri, kita dapat menyisihkan sumber daya untuk memajukan prinsip diatas (Mollison, 1988). 

Gambar 2

© Gustavo Fring

Permakultur di Indonesia

Menurut penelitian Putro dan Miyaura (2020), permakultur di Indonesia sudah ada sejak tahun 1999 di Bali. Pada saat itu, permakultur masih merupakan konsep yang sangat asing. Namun, tiga dari empat peternakan yang diteliti dimiliki oleh orang-orang asal Indonesia. 

Kemunculan permakultur di Indonesia dipimpin oleh Yayasan IDEP di Bali pada tahun 1999. Yayasan tersebut didirikan sebagai sarana pelatihan bagi masyarakat yang menderita krisis keuangan dan sosial tahun 1998 di Indonesia. Selama periode ini, permakultur digunakan sebagai alat pendidikan bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan untuk menjadi mandiri dalam hal menghasilkan makanan, tempat tinggal, dan energi selama periode krisis dan/atau bencana. Operasi Yayasan IDEP pun berkembang lebih jauh dan pertanian milik mereka menjadi bank benih lokal di Bali. Mereka juga bertindak sebagai konsultan bagi masyarakat pedesaan di seluruh bagian timur Indonesia (Bali, Flores, dan Sulawesi) yang tertarik untuk menerapkan permakultur.

Beberapa tahun kemudian, muncul semakin banyak badan-badan yang mendirikan pertanian permakultur mereka sendiri. Contohnya seperti Bumi Langit Institute pada tahun 2006, Taman Organik Jiwa Damai pada tahun 2010, dan Moksa Ubud Plant-based Restaurant pada tahun 2016. Mayoritas sistem permakultur yang diterapkan di Indonesia merupakan lahan pertanian yang berperan sebagai perpanjangan dari sistem kebun rumah lokal. Walaupun pertanian permakultur di Indonesia menggunakan praktik atau sistem permakultur yang berbeda, kebanyakan dari mereka berbagi praktik umum daur ulang tanaman dan sisa tanaman lain dari dalam pertanian sebagai pemakaian organik. Para pemilik pertanian permakultur di Indonesia membuat keputusan ini untuk menghindari outsourcing apabila memungkinkan. Misalnya, tanaman ruderal yang dipotong dan dikeringkan serta gulma dari pertanian didaur ulang sebagai pupuk hijau, kompos, dan/atau mulsa di atas permukaan tanah.

Selain itu, pertanian permakultur di Indonesia tidak selalu fokus pada masalah terkait pertanian seperti ketahanan pangan, tetapi juga fokus pada kontribusi sosial melalui program pendidikan dan pelatihan. Contohnya, Yayasan IDEP , Bumi Langit Institute, dan Jiwa Damai diciptakan dengan tujuan awal untuk membantu masyarakat setempat yang mengalami kesusahan secara finansial akibat krisis ekonomi tahun 1998. Pengaruh-pengaruh seperti ini menyebabkan setiap pertanian permakultur di Indonesia memiliki karakteristik uniknya masing-masing.

Gambar 3

© João Jesus

Praktik Permakultur

Ada berbagai praktik atau sistem pertanian yang dapat dikategorikan sebagai permakultur. Berikut beberapa praktik permakultur yang termasuk umum di masyarakat.

  • Tumpang sari atau Wanatani (Agroforestry)

Wanatani atau agroforestry adalah pendekatan terintegrasi yang memanfaatkan interaksi antara pohon dan semak dengan tanaman pertanian dan/atau hewan ternak (de Foresta et al., 2000). Dalam wanatani, teknologi pertanian dan kehutanan dikombinasikan untuk merekayasa sistem penggunaan lahan yang lebih beragam, produktif, menguntungkan, sehat, dan berkelanjutan. Salah satu bentuk permakultur wanatani adalah kebun hutan.

Wanatani memiliki dua sistem, yaitu wanatani sederhana dan wanatani kompleks. Wanatani sederhana adalah sistem pertanian yang terdiri atas satu atau dua jenis pohon yang bercampur dengan satu atau beberapa jenis tumbuhan pertanian. Praktik wanatani sederhana digunakan untuk memaksimalkan hasil pertanian. Contohnya, penanaman pohon turi, randu, jati sebagai pembatas petak sawah atau tegalan. Sedangkan, wanatani kompleks adalah perpaduan rumit berbagai unsur wanatani sederhana, sehingga wanatani akan memiliki struktur dan dinamika ekosistem menyerupai hutan alam. Pada wanatani kompleks, flora dan fauna yang ada akan sangat beragam. 

  • Hügelkultur

Hügelkultur adalah metode pengomposan yang menggunakan sejumlah potongan besar kayu busuk di dalam tanah untuk meningkatkan kemampuan tanah menahan air (Feineigle, 2012). Saat proses pembusukan, kayu yang terdekomposisi akan membentuk struktur berpori yang mampu menyerap air saat musim hujan sehingga tanah tidak akan kering saat musim kemarau. Petani dapat membuat gundukan tanah di atas hügelkultur tersebut untuk menanam berbagai tumbuhan kebun atau pertanian. 

  • Pemanenan Air Hujan

Pemanenan air hujan adalah proses pengumpulan dan penyimpanan air hujan untuk kemudian digunakan sebelum mencapai akuifer, atau lapisan di bawah tanah yang mengandung dan mengalirkan air. Air hujan yang ditampung akan diproses ulang agar dapat digunakan sebagai persediaan air untuk minum, sanitasi hewan ternak, irigasi, menyiram tanaman, hingga mencuci. Metode permakultur ini juga dapat membantu petani pada saat musim kekeringan agar tidak kekurangan air dan mengurangi biaya yang perlu dikeluarkan petani karena menggunakan air dari PDAM

  • Pelapisan Mulsa

Mulsa adalah lapisan pelindung untuk menutupi tanah, seperti bebatuan, kerikil, dedaunan, papan kayu, serpihan kayu, dan sebagainya (Mason, 2003). Dalam permakultur, mulsa berbahan organik lebih diutamakan karena dapat menyerap air hujan, mengurangi evaporasi, menyediakan nutrisi, meningkatkan kadar organik tanah, menyediakan habitat bagi organisme tanah, menahan pertumbuhan gulma, mengatur perubahan temperatur harian tanah, dan mengurangi erosi.

Gambar 4

© Grocycle

Dampak dan Manfaat Permakultur

Sebagai sebuah sistem pertanian yang berkelanjutan, permakultur tentu memiliki dampak dan manfaat bagi pertanian di Indonesia. Berikut beberapa dampak dan manfaat tersebut. 

  1. Penerapan permakultur dapat menjadi solusi bagi petani untuk perlahan-lahan meninggalkan pola tanam monokultur. Dengan berbagai praktik permakultur, seperti wanatani, petani dapat menanam berbagai tumbuhan pertanian dan memperoleh bahan pangan yang bervariasi tanpa menyebabkan kerusakan lingkungan. Selain itu, penerapan permakultur dapat membantu petani untuk mencegah OPT dan mempertahankan kesejahteraan apabila harga bahan pangan tertentu jatuh di pasar. 
  2. Penggunaan bahan-bahan organik dalam permakultur terbukti meningkatkan kesuburan tanah dan kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air (Didarali & Gambiza, 2019). Permakultur dapat memperkuat struktur tanah, meningkatkan infiltrasi air dan kapasitas retensi. Oleh karena itu, permakultur dapat mengurangi resiko kekeringan dan mengurangi biaya yang perlu dikeluarkan oleh petani karena mereka tidak perlu menggunakan air dari PDAM. 
  3. Pelaksanaan permakultur dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional dan memberikan kesempatan bagi petani untuk memperoleh bahan makanan mereka sendiri tanpa perlu mengeluarkan biaya lagi (Didarali & Gambiza, 2019). Melalui permakultur, petani dapat mengurangi biaya yang perlu mereka keluarkan untuk memperoleh bahan pangan. Bahan pangan dari hasil permakultur juga terbukti memiliki lebih banyak nutrisi, sehingga bermanfaat bagi kesehatan para petani maupun konsumen yang membeli bahan pangan dari petani tersebut. 
  4. Menarik para petani yang ingin bertani secara mudah tanpa perlu mengeluarkan biaya yang begitu banyak (Didarali & Gambiza, 2019). Salah satu keuntungan ekonomi dari penerapan permakultur adalah petani di kemudian hari tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk memperbaiki lahan atau membeli bahan pangan karena sistem pertanian permakultur adalah sesuatu yang berkelanjutan. Sistem pertanian permakultur memampukan tumbuh-tumbuhan dalam ekosistem tersebut untuk dapat mendukung satu sama lain dalam jangka waktu yang panjang. Sehingga, petani tidak perlu melalui berbagai kesulitan untuk mengurus pertanian permakultur. Selain itu, permakultur bisa diterapkan pada tumbuh-tumbuhan di kebun rumah seperti buah-buahan, sehingga masyarakat di Indonesia tidak perlu menjadi petani yang memiliki ladang besar untuk menerapkan permakultur. 
  5. Penerapan permakultur dapat membantu meningkatkan ketahanan lingkungan terhadap perubahan iklim. Dengan permakultur, petani dapat mengurangi penggunaan pestisida yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan hewan-hewan yang memakan hasil pertanian, mencegah pemanasan global karena menanam berbagai tumbuh-tumbuhan dan pepohonan, serta menyuburkan lahan-lahan yang gundul akibat penebangan ilegal. Selain itu, penerapan permakultur memampukan manusia untuk mendaur ulang segala sumber daya alam yang ada, sehingga mencegah pemborosan dan pencemaran lingkungan. 

Gambar 5

© Artem Beliaikin

 

Penulis: Fiona Evangeline Onggodjojo

Referensi Literatur

Ahdiat, A. (2019, May 27). Dari 264 Juta Penduduk Indonesia, Petani Hanya Tinggal 

4 Juta Orang. KBR. Retrieved from https://kbr.id/nasional/05-2019/dari_264_juta_penduduk_indonesia__petani_hanya_tinggal_4_juta_orang/99444.html

de Foresta, H., Kusworo, A., Michon, G., & Djatmiko, W. A. (2000). Ketika Kebun 

Berupa Hutan: Agroforest khas Indonesia, sebuah sumbangan masyarakat. Bogor: ICRAF. 

Didarali, Z., & Gambiza, J. (2019). Permaculture: Challenges and Benefits in 

Improving Rural Livelihoods in South Africa and Zimbabwe. Sustainability, 1(11), 3–19.

Feineigle, M. (2012, January 4). Hügelkultur: Composting Whole Trees with Ease. 

Permaculture Research Institute. Retrieved from https://www.permaculturenews.org/2012/01/04/hugelkultur-composting-whole-trees-with-ease/#more-6825

Haspel, T. (2014, May 9). Monocrops: They’re a problem, but farmers aren’t the ones 

who can solve it. The Washington Post. Retrieved from https://www.washingtonpost.com/lifestyle/food/monocrops-theyre-a-problem-but-farmers-arent-the-ones-who-can-solve-it/2014/05/09/8bfc186e-d6f8-11e3-8a78-8fe50322a72c_story.html

Hemenway, T. (2009). Gaia’s Garden: A Guide to Home-Scale Permaculture. VT: 

Chelsea Green Publishing.

Holmgren, D. (2002). Permaculture: Principles & Pathways Beyond Sustainability

AU: Holmgren Design Services

Mason, J. (2003). Sustainable Agriculture. VIC: Landlinks Press. 

Mardatila, A. (2020, November 1). Mengenal Permakultur, Ketahui Prinsipnya untuk 

Pertanian yang Berkelanjutan. Merdeka.com. Retrieved from https://www.merdeka.com/sumut/mengenal-permakultur-ketahui-prinsipnya-untuk-pertanian-yang-berkelanjutan-kln.html

Mengenal Lebih Jauh soal Pola Tanam Polikultur. (2019, June 26). Kumparan

Retrieved from https://kumparan.com/techno-geek/mengenal-lebih-jauh-soal-pola-tanam-polikultur-1rLqqwFwwEJ/full

Mollison, B. (1988). Permaculture: a Designer’s Manual. TAS: Tagari Press. 

Paul, J. (2011). The making of an agricultural classic: Farmers of Forty Centuries or 

Permanent Agriculture in China, Korea and Japan, 1911–2011. Agricultural Sciences, 2(3), 175–180.

Putro, R. H., & Miyaura, R. (2020). Indonesian Permaculture: Factors Shaping 

Permaculture Farm Systems in Humid Tropical Indonesia. Tropical Agriculture Development, 64(3), 113–124. doi: 10.11248/jsta.64.113

Renaldi, A. (2018, December 18). Tren Pangan Organik atau Permakultur Bagus, 

Tapi Jika Tak Hati-Hati Bisa Merugikan Iklim. VICE. Retrieved from https://www.vice.com/id/article/nep5yg/tren-pangan-organik-atau-permakultur-bagus-tapi-jika-tak-hati-hati-bisa-merugikan-iklim

Rossum, T. (2018, October 4). Permaculture Practices: Learn to Work with Nature. 

Agrodite. Retrieved from https://agrodite.com/permaculture-practices/#:~:text=Permaculture%20is%20a%20type%20of,make%20the%20system%20more%20sustainable.&text=It%20is%20the%20harmonious%20integration,needs%20in%20a%20sustainable%20way. 

 

Referensi Gambar

[1] Garden Permaculture. Retrieved from https://pixabay.com/images/id-2628735/

[2] Permaculture Gardening. Retrieved from https://www.pexels.com/photo/man-and-woman-gardening-4894603/

[3] Surrounded by Green Leaves. Retrieved from https://www.pexels.com/photo/photo-of-man-standing-surrounded-by-green-leaf-plants-1084540/

[4] Agroforestry. Retrieved from https://grocycle.com/wp-content/uploads/2019/12/what-is-Agroforestry.jpg

[5] Man in the Middle of a Field. Retrieved from https://www.pexels.com/photo/man-in-the-middle-of-field-2326837/

 

Lindungihutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya yang dapat merugikan pihak. 

Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!

Your Beloved Author