Musnahnya Karnivora Besar, Dampak Serius Bagi Ekosistem

Gambar 1_bbc
Gambar 1_bbc

Kepunahan satwa seringkali terjadi pada satwa-satwa besar, tidak terkecuali satwa besar yang berperan sebagai pemakan satwa lainnya atau biasa disebut dengan karnivora. Contohnya pada harimau sumatera (Panthera tigris) yang kini jumlahnya hanya tersisa 600 ekor di alam bebas, dilansir dari wartakotalive.com. Kepunahan yang terjadi pada satwa karnivora besar disebabkan oleh pandangan masyarakat terhadap jenis satwa tersebut. Masyarakat menganggap satwa karnivora besar, seperti harimau sumatera, sebagai hama karena seringkali memakan hewan ternak mereka atau bahkan memangsa manusia. Mereka berpikir bahwa keberadaan harimau di sekitar mereka tidak membawa keuntungan bahkan mendatangkan bencana.

Ads

Faktanya, dilansir dari Forest Digest, keberadaan satwa karnivora besar sangat memegang peranan penting bagi kehidupan. Karnivora besar berada di puncak rantai makanan yang memakan satwa di bawahnya. Jika tidak ada karnivora besar di puncak rantai makanan, akan terjadi ledakan satwa herbivora. Fenomena ekologi ini disebut sebagai Trophic cascade, yaitu ketika jumlah satwa yang berada di bawah rantai makanan karnivora besar melimpah. Ledakan satwa herbivora akan berdampak pada pertumbuhan vegetasi karena vegetasi terus dikonsumsi oleh satwa herbivora dengan jumlah individu herbivora yang besar.

Penurunan pertumbuhan pada vegetasi menyebabkan hewan ternak kehilangan pakannya dan dapat mengantarkan hewan-hewan tersebut ke kepunahan. Punahnya hewan ternak dapat berdampak kepada manusia, yaitu manusia akan kekurangan protein hewani. Selain kepunahan hewan ternak, penurunan pertumbuhan vegetasi juga berdampak pada burung dan mamalia kecil pemakan tumbuhan. Mereka akan kehilangan sumber pakannya yang kemudian dapat terjadi kepunahan jenis satwa.

Pertumbuhan vegetasi yang terganggu dapat berdampak pada lingkungan, diantaranya adalah tidak adanya pengikat cadangan air di dalam tanah sehingga air akan langsung menuju sungai dan sungai akan meluap jika tidak dapat menampung air lagi, kemudian terjadilah banjir yang merugikan manusia. Manusia akan semakin dirugikan lagi jika pertumbuhan pohon-pohon penghasil oksigen terganggu sehingga tidak ada organisme yang mampu mengubah karbondioksida menjadi oksigen dan tentu akan terjadi perubahan iklim yang sangat drastis.

Wiene Andriyana, penulis artikel Mengapa Kita Membutuhkan Harimau di Forest Digest, menjelaskan bahwa fenomena Trophic cascade bukan hanya teori para ilmuwan atau peneliti, namun sudah pernah terjadi di Yellowstone, Amerika Serikat. Yellowstone merupakan taman nasional tertua di dunia. Kisah pahit ini ditulis oleh Peter Wohlleben dalam The Secret Wisdom of Nature.

Ads
Kapan jaga hutan? Sekarang! Buka lindungihutan.com
Gambar 2_yellowstone
Gambar 2_yellowstone

Peter menceritakan bahwa saat itu masyarakat sekitar Yellowstone khawatir hewan ternak mereka dimangsa oleh serigala sehingga mereka memburu serigala-serigala tersebut. Saat itu, serigala menjadi top predator sampai akhir tahun 1930 sebelum masyarakat memburu mereka. Setelah serigala menghilang, ledakan populasi sejenis rusa besar terjadi. Rusa besar yang biasa disebut elk merupakan mangsa utama serigala di sana. Kawanan rusa besar itu memakan rumput dan tumbuhan muda, sehingga tidak ada regenerasi pepohonan di kawasan tersebut.

Gambar 3_pinterest
Gambar 3_pinterest

Akibat kalah dalam persaingan pakan dengan rusa, berbagai jenis burung dan berang-berang tidak memiliki sumber pakan yang cukup kemudian mereka turut hilang. Sungai pun terkena dampaknya karena tidak ada penahan air di dalam tanah, yaitu vegetasi rumput. Terjadilah banjir dan erosi kala itu. Kejadian pahit ini terus terjadi hingga tahun 1995. Ekosistem yang tidak seimbang karena musnahnya top predator, membuat pemerintah Amerika Serikat melepasliarkan kembali serigala dari Kanada di wilayah tersebut.

Selain berperan dalam menjaga keseimbangan rantai makanan di ekosistem, dikutip dari jabar.idntimes.com, karnivora besar seperti harimau sumatera berperan sebagai ‘penjaga’ hutan alami. Hutan yang banyak harimau atau karnivora besar lain pasti akan ditakuti oleh manusia karena peluang bertemu satwa buas ini semakin besar. Namun jika populasi satwa buas menurun, manusia akan datang ke hutan tanpa rasa takut karena bertemu raja hutan memiliki peluang yang kecil. Manusia akan menebang pohon seenaknya dan merusak hutan. Fenomena ini terjadi di benua Asia Selatan, yaitu China. Di hutan subtropis China, terjadi kepunahan harimau china selatan dan mengakibatkan hutan tersebut menjadi gersang karena hanya ditumbuhi oleh semak-semak.

Kedua fakta yang telah benar-benar terjadi di benua Amerika dan Asia Selatan menyadarkan kita bahwa peran karnivora besar sangat mempengaruhi ekosistem. Belajarlah dari pengalaman, walaupun pengalaman itu bukan kita sendiri yang mengalaminya. Belajarlah dari kejadian pahit di Yellowstone, Amerika Serikat. Serigala hilang akibat diburu manusia, manusia itu sendiri pun terkena dampak buruknya. Jangan memandang suatu objek dari satu sisi. Setiap ciptaan Tuhan pasti memiliki peran di muka bumi ini, bahkan ulat yang menjijikan sekalipun. Janganlah menggunakan teori antroposentris, dimana manusia sebagai spesies pusat dan paling penting di muka bumi. Sesungguhnya, manusia-lah yang membutuhkan alam. Alam tidak perlu manusia karena alam tanpa manusia akan tetap baik-baik saja. Manusia tanpa alam? Bencana dan kepunahan manusia yang akan terjadi.

Referensi:

https://www.forestdigest.com/detail/690/mengapa-kita-membutuhkan-harimau

https://jabar.idntimes.com/science/discovery/amp/izza-namira-1/hewan-terancam-punah-yang-penting-untuk-kehidupan-regional-jabar

https://wartakota.tribunnews.com/amp/2020/04/14/tinggal-600-ekor-perburuan-masif-hingga-jerat-di-lantai-hutan-gerus-populasi-harimau-sumatera?page=2

Gambar:

https://www.bbc.com/indonesia/vert-earth-47431739.amp

https://www.mongabay.co.id/2012/05/20/hilangnya-predator-puncak-pengaruh-manusia-yang-termudah-menyebar-pada-alam/amp/

https://www.pinterest.com/pin/532269249683745484/

Media sosial

Instagram/line/twitter/medium: adhanipa

Author

Hitung emisi karbon dengan Imbangi.