Karbon biru telah disepakati sebagai salah satu cara mengurangi emisi karbon global. Kesepakatan tersebut berdasarkan hasil keputusan KTT dalam Paris Agreement, Perubahan Iklim PBB (COP 21 UNFCCC) di Paris, Perancis pada 2015, . Lantas, apa itu karbon biru?
Karbon biru merupakan karbon yang ditangkap dan disimpan di laut dan ekosistem pesisir, seperti hutan mangrove, rawa pasang surut, dan padang lamun. Sejumlah ekosistem tersebut menyimpan sebagian besar karbon di dalam tanah dan mampu mengubur karbon atmosfer sepuluh kali lipat lebih besar per hektar per tahunnya dibandingkan lahan lain.
Berikut ini adalah diagram perbandingan rata-rata global sumber karbon antara ekosistem karbon biru dan hutan tropis yang dilansir dari policy brief berjudul Payments for Blue Carbon.
Karbon biru berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim karena ekosistem ini efektif mengurangi emisi karbon yang menjadi salah satu penyusun gas rumah kaca. Gas rumah kaca sendiri adalah salah satu penyebab pencemaran udara yang memiliki dampak terhadap perubahan iklim. Ekosistem karbon biru mampu menyerap karbon yang ada dalam gas rumah kaca dan menyimpannya hingga di kedalaman 6 meter di bawah permukaan tanah sampai ribuan tahun. Dikarenakan potensinya yang besar, sehingga dapat berperan banyak sebagai solusi dari dampak perubahan iklim.
Lalu, bagaimana peluang karbon biru dalam menekan emisi karbon di Indonesia?

Indonesia memiliki ekosistem karbon biru yang mumpuni yaitu hutan mangrove. Luas hutan magrove di Indonesia mencapai 3,4 juta hektar atau sekitar 27% dari luas keseluruhan hutan mangrove di dunia. Indonesia Blue Carbon Strategy Framework (IBCSF) mencatat bahwa dengan hutan mangrove seluas itu, Indonesia berpotensi menyimpan karbon sebesar 950 MgC ha-1. Sementara itu, Indonesia juga memiliki padang lamun seluas 292 ribu hektar yang memiliki potensi penyimpanan karbon sebesar 119,5 MgC ha-1. Data yang sama menunjukan bahwa potensi total penyimpanan karbon biru di Indonesia adalah sebesar 3,4 gigaton atau setara dengan 17% dari total secara keseluruhan. Dengan potensi seperti itu, ekosistem karbon biru di Indonesia memiliki peluang sangat besar untuk membantu mewujudkan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon sebesar 29% pada tahun 2030 mendatang.
Meski begitu, hingga saat ini, belum ada kebijakan nasional untuk menangani dan melindungi ekosistem karbon biru pun belum ada. Padahal, deforestasi masih terus mengancam ekosistem tersebut. Daniel Murdiyarso, salah seorang peneliti Center for International Forestry Research atau CIFOR, menyatakan bahwa setidaknya 200 juta ton karbon mangrove hilang per tahun akibat penebangan, pengonversian, serta ekskavasi di
wilayah mangrove. Jika laju deforestasi terus berjalan seperti ini, maka hutan mangrove Indonesia terancam habis dalam waktu 10-15 tahun. Padang lamun di Indonesia juga terancam berkurang dari waktu ke waktu. Wilayah-wilayah Nias Utara, Sumatra Utara, dan Biak Numfor di Papua belum bisa menghentikan degradasi luasan padang lamun. Luasan area padang lamun menurun rata-rata dari 61% menjadi 55% pada tahun 2017.
Walau belum ada kebijakan yang jelas terkait ekosistem karbon biru, bukan berarti pemerintah sama sekali acuh terhadap isu ini. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menggandeng Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) tengah melakukan pemetaan kondisi terkini kawasan ekosistem mangrove, padang lamun (seagrass), dan kawasan pesisir di Indonesia. Pemetaan dilakukan karena Indonesia tidak memiliki data yang paling baru terkait dengan ekosistem tersebut. Data dari hasil pemetaan ini nantinya akan menjadi rujukan untuk membuat kebijakan berkaitan dengan karbon biru.
Tindakan nyata di lapangan juga sama pentingnya dengan inisiatif yang digagas di tingkat nasional. Selain pemerintah, masyarakat sipil, instansi pendidikan, dan komponen lainnya juga diharapkan terus mengembangkan inisiatif perlindungan ekosistem karbon biru di berbagai lokasi di Indonesia. Jaminan akan keberlanjutan inisiatif tersebut dalam jangka panjang memang masih menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia, tetapi langkah-langkah ini tetap harus dilakukan secara kolektif untuk bisa mengelola ekosistem secara berkelanjutan sehingga mampu mengatasi perubahan dan memperkuat ketahanan iklim, menjaga pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (Almira Afini)
Penulis : Almira Afini
Dikurasi oleh Inggrit Aulia Wati Hasanah
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak!
Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!