Interaksi Hutan dan Manusia

Degradasi hutan atau penggantian lahan hutan menjadi non-hutan semakin bertambah dari waktu ke waktu seiring bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini didasari oleh semakin tingginya keperluan manusia. Selain itu, masih banyak manusia yang beranggapan bahwa alam menyediakan sumber daya hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Salah satunya masalah penambangan.
Anggapan tersebut tidak seratus persen salah, karena pada kenyataannya sumber daya alam memang berjasa terhadap keberlangsungan kehidupan manusia. Oksigen dan air bersih adalah salah dua dari sekian banyak jasa lingkungan dari alam. Namun, interaksi alam dan manusia seharusnya tidak berlangsung hanya satu arah.
Jika ditarik kembali kepada zaman homo sapiens, saat itu, manusia sepenuhnya menyadari jika manusia tidak bisa apa-apa tanpa alam. Hutan sebagai salah satu sumber daya alam, sudah menjadi bagian terpenting sejak zaman dahulu setelah air dan tanah. Sebelum mengenal adanya pertanian, manusia memanfaatkan hutan, khususnya pemanfaatan hasil hutan kayu, sebagai pelindung dari serangan hewan buas dan kayu bakar untuk memasak dan menghangatkan diri.
Dewasa ini, manusia menyadari bahwa manusia tanpa sumber daya alam jelas bukan apa-apa. Namun, interaksi yang terjadi antar alam dan manusia sejatinya harus timbal balik. Jika tidak memberi, setidaknya manusia memiliki kewajiban menjaga alam untuk tetap lestari.
Penambangan Bagian dari Degradasi

Degradasi hutan merupakan salah satu contoh manusia belum bisa melakukan kewajibannya terhadap alam. Padahal dengan mengubah hutan menjadi non-hutan, artinya manusia harus siap kehilangan jasa lingkungan yang dihasilkan hutan. Salah satu bentuk degradasi hutan di Indonesia adalah peralihan lahan hutan menjadi lahan tambang.
Setidaknya terdapat dua juta hektar lahan hutan di Indonesia yang dialihkan menjadi lahan tambang. Pembangunan lahan tambang berkontribusi sebanyak sepuluh persen terhadap kerusakan di Indonesia. Hutan yang keberadaannya paling sering dialihkan untuk lahan tambang adalah hutan lindung, di mana eksistensi hutan ini sendiri kini hanya tersisa sekitar dua puluh tiga persen dari keseluruhan hutan Indonesia.
Hutan lindung adalah hutan yang terdapat di wilayah hutan produksi, hutan adat, dan hutan masyarakat yang keberadaannya dilindungi. Hal ini dikarenakan di dalam hutan lindung terdapat habitat flora dan fauna, cadangan air bersih, penahan erosi, dan lainnya. Namun, ketika hutan ini ditiadakan dan digantikan keberadaannya, hutan ini tidak lagi bisa menjalankan fungsinya.
Pembangunan tambang yang paling banyak di Indonesia adalah pembangunan tambang ekstraktif. Sisanya, ada tambang batu bara, minyak bumi, emas, dan lainnya. mengingat tingginya sumber daya alam yang terdapat di Indonesia, sudah menjadi hal yang wajar jika terdapat kegiatan eksplorasi tambang.
Dampak Serius dari Penambangan
Peralihan lahan hutan menjadi lahan tambang mengakibatkan dampak yang serius terhadap lingkungan. Polusi udara dan rusaknya kontur tanah contoh dampak dari adanya kegiatan tambang. Adanya kegiatan penambangan mengakibatkan lahan menjadi marginal.
Lahan marginal merupakan indikasi bahwa lahan tersebut memiliki pH dan bahan organik yang rendah. Lahan dengan karakter seperti ini mengindikasikan bahwa lahan tersebut tidak sehat dan tidak subur. Tanaman-tanaman yang ditanam di sekitar lahan tersebut kemungkinan besar akan kesulitan tumbuh.
Lahan marginal pada lahan tambang diakibatkan oleh seluruh kegiatan yang ada di penambangan, seperti pengangkutan hasil galian dan kandungan-kandungan logam berbahaya yang terdapat pada kawasan tambang. Pengangkutan hasil galian tambang mengakibatkan kerusakan pada vegetasi pohon yang ada di sekitar lahan tambang. Selain vegetasi pohon, lahan tambang mengakibatkan terjadinya pemadatan tanah.
Lahan yang sudah tidak lagi dipakai untuk penambangan atau lahan pasca tambang memiliki karakter tanah yang buruk. Lahan ini, akan sulit dijadikan sebagai lahan hijau apabila ingin dikembalikan seperti semula. Selain struktur tanah yang padat, tanah bekas lahan tambang sudah mengandung toksik dan miskin hara.
Pemulihan Lahan Bekas Tambang

Lahan bekas tambang yang sebelumnya menggunakan hutan sebagai kegiatan penambangan harus dipulihkan menjadi lahan hijau seperti semula. Hal ini dilakukan karena kegiatan penambangan menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Namun, karena terjadinya penurunan kualitas tanah bekas tambang, kegiatan penghijauan menjadi lebih sulit.
Proses pengembalian karakter tanah yang sehat akan memakan waktu yang sangat panjang. Sementara lingkungan yang tidak sehat memiliki urgensi harus segera dipulihkan. Lingkungan yang buruk kondisinya memiliki dampak yang besar terhadap keberlangsungan kehidupan makhluk hidup.
Dengan begitu, manusia dipaksa untuk dapat secepatnya mengembalikan lingkungan yang sehat seperti semula. Seperti biasa, pembangunan hutan memakan waktu dan biaya tidak sedikit, apalagi pada lahan marginal. Pada lahan ini, apabila dipaksakan langsung dilakukan penanaman pohon, bisa dipastikan akan gagal, sehingga perlu dilakukan prinsip rehabilitasi pada lahan tambang dalam pelaksanaannya.
Pelaksanaan prinsip rehabilitasi ini adalah dengan cara mengurangi penggunaan bahan kimia dan menggantinya dengan bahan organik dan mikroorganisme. Prinsip ini dilakukan demi memudahkan pengembalian kesuburan tanah. Dengan demikian, rehabilitasi harus selalu dilakukan dalam kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan tambang.
Revegetasi adalah upaya untuk memulihkan lahan bekas tambang yang rusak dengan melakukan penanaman dan pemeliharaan. Kegiatan revegetasi lahan tambang serupa dengan pembangunan hutan pada umumnya, yaitu perencanaan lapangan, penyiapan lahan, persiapan bibit, penanaman, dan pemeliharaan. Seluruh kegiatan ini dilakukan dengan rutin. Kegiatan revegetasi selain memperhatikan prinsip rehabilitasi, juga harus memperhatikan masalah yang ada pada lahan bekas tambang.
Permasalahan tersebut bukan hanya tanah yang tidak gembur, tetapi juga topografi, hidrologi, dan juga iklim. Analisis data yang tepat, sehingga didapat pula cara pengolahan yang paling baik. Analisis data ini kemudian dievaluasi melalui kegiatan revegetasi lahan tambang.
Lahan bekas tambang, karena tidak dapat langsung dilakukan penanaman pohon seperti pada lahan lainnya, diperlukan beberapa proses penanaman sebelum dilakukan penanaman pohon inti. Untuk dapat mengembalikan kesuburan lahan, pada kawasan bekas tambang biasanya terlebih dahulu ditanami tanaman penutup. Proses setelah tumbuhnya tanaman penutup adalah penanaman tanaman inti dengan menggunakan tumbuhan pionir.
Tanaman penutup (cover crop) ditanam terlebih dahulu agar dapat menahan erosi yang ada pada daerah sekitar. Karakternya yang dapat bersimbiosis dengan mikroorganisme di tanah menghasilkan biomassa yang melimpah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah. Maka dari itu, penanaman tanaman penutup menjadi penentu dari keberhasilan revegetasi lahan tambang.
Proses inti dari revegetasi lahan tambang adalah penanaman tumbuhan pionir dan multikultur. Penanaman tanaman pionir merupakan proses penanaman tanaman yang memiliki adaptasi tinggi dan dapat menyesuaikan dengan tempat hidupnya. Beberapa jenis tanaman pionir adalah sengon (Paraserianthes falcataria), cemara (Casuarina sp.), dan eukaliptus pelita.
Mengingat karakternya yang adaptif dan cepat tumbuh, tumbuhan pionir ditanam dengan tujuan agar kegiatan pemulihan lahan dapat berlangsung secepat mungkin. Tanaman pionir yang ditanam langsung atau tanpa penanaman tanaman penutup terlebih dahulu memiliki tingkat keberhasilan yang rendah. Hal ini dikarenakan meskipun tanaman pionir memiliki tingkat adaptasi yang tinggi, tanaman pionir tidak bisa bersimbiosis dengan sangat baik dengan mikroorganisme yang terdapat di tanah seperti tanaman penutup.
Tanaman-tanaman yang sudah berhasil ditanam di lahan bekas tambang ini nantinya akan mengurangi logam-logam bekas penambangan. Hal tersebut dikarenakan oleh keberadaan pohon dan mikoriza. Pada kasus pencemaran air yang diakibatkan oleh logam, dapat ditangani dengan eceng gondok.
Penulis: Fifi Melinda Setiawati
Dikurasi oleh: Citra Isswandari putri
Referensi Artikel
Agus F, Soelaeman Y, Anda M. 2019. Petunjuk Teknis Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Untuk Pertanian. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Antares Multi Energi. 2019. Pemilihan tanaman untuk revegetasi lahan tambang [internet]. Indonesia (ID): Antares Multi Energi; [diunduh pada:13 Januari 2021]. Tersedia pada: https://www.antaresenergi.com/pemilihan-tanaman-untuk-revegetasi-tambang/.
Budiana IGE, Jumani, Biantary MP. 2017. Evaluasi tingkat keberhasilan revegetasi lahan bahan tambang batubara di PT Kitadin Site Embalut Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Jurnal Agrifor. 16 (2): 195-208.
Perpustakaan Bappenas; [diunduh pada: 11 Januari 2021]. Tersedia pada: http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F16832/17.html.
Suhendang E. 2013. Pengantar Ilmu Kehutanan. Bogor (ID): IPBPress.
Referensi Gambar
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.liputan6.com%2Fglobal%2Fread%2F3950213%2Fmiris-manusia-rusak-hutan-tropis-seluas-inggris-pada-2018&psig=AOvVaw2og4S0hZIu0Zxk_TlqIq7r&ust=1610638500518000&source=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCNio_fyeme4CFQAAAAAdAAAAABAD
LindungiHutan.com adalah Platform Crwodfounding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealamuntuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dan bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak.
Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!