
Apa itu karbon biru? Karbon biru (blue carbon) adalah karbon yang ditangkap dan disimpan di ekosistem pesisir. Padang rumput laut (lamun), hutan mangrove, serta rawa pasang surut (tidal marshes) merupakan ekosistem yang berperan dalam penangkapan dan penyimpanan karbon. Karbon itu disimpan di dalam tumbuhan dan pada sedimen di bawahnya.
Padang Lamun
Padang lamun adalah hamparan tumbuhan lamun yang dapat terbentuk oleh satu jenis lamun (monospecific) atau lebih (mixed vegetation) dengan kerapatan tanaman yang padat, sedang, atau jarang. Setidaknya ada 50 jenis lamun di dunia, dan 13 di antaranya dapat ditemukan di Indonesia. Data dari LIPI menyebutkan bahwa wilayah pesisir Indonesia memiliki luas area padang lamun terluas kedua di dunia setelah Australia Timur, yakni sekitar 150.693 hektar.
Mangrove
Mangrove merupakan jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat laut (air asin) dan air payau. Mangrove banyak ditemukan pada daerah dengan struktur tanah rawa ataupun padat. Hutan mangrove menyebar di 105 negara tropis dan subtropis. Hutan Mangrove Indonesia termasuk yang terbesar di dunia, yaitu sekitar 3,2 juta hektar setidaknya sekitar 20% dari keseluruhan mangrove di dunia. Luasan ini lebih tinggi dibandingkan Brazil dan Australia.
Rawa Pasang Surut
Lahan rawa adalah lahan genangan air yang terjadi secara alamiah akibat proses sedimentasi bahan mineral dan organik. Prakiraan luas lahan rawa di Indonesia adalah seluas 34,12 juta hektar, yang terdiri dari 8,92 juta hektar lahan rawa pasang surut dan 25,20 juta hekar lahan rawa lebak.
Peran dan Tantangan Ekosistem Pesisir dalam Menyerap Karbon
Dilansir dari Kabar Hutan, Daniel Murdiyarso, ilmuwan utama Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) mengatakan bahwa keberadaan karbon biru di Indonesia dapat membantu mengurangi emisi hingga sebesar 200 juta ton CO2 tiap tahun, dan ini setara dengan 30% emisi negara dari lahan. Oleh karena itu, ekosistem pesisir memiliki peran yang penting dalam menekan emisi karbon.
Namun, ekosistem pesisir Indonesia juga turut mengalami deforestasi dan degradasi. Penyempitan lahan ekosistem pesisir yang menghasilkan karbon biru ini terjadi pada padang lamun, mangrove, dan rawa pasang surut. Hal ini dapat disebabkan secara alami atau karena aktivitas manusia.
Gelombang arus yang kuat, seperti badai, tsunami, atau gempa bumi dapat menyebabkan degradasi lahan padang lamun. Hal serupa dalam intensitas tertentu agaknya juga bisa merusak mangrove dan rawa pasang surut.
Kegiatan manusia seperti karena reklamasi pantai, pengerukan dan penambangan pasir, peningkatan sedimentasi, serta pencemaran limbah dapat merusak ekosistem pesisir. Penebangan dan pembalakan hutan mangrove jugabisa memberikan dampak pada rusaknya padang lamun karena peningkatan masukan sedimen ke perairan pesisir.
Penggunaan alat tangkap yang merusak dasar perairan dapat mengganggu keberadaan lamun. Pemberian pakan yang berlebihan pada budidaya ikan juga berpotensi merusak padang lamun karena dapat menimbulkan blomming algae dan menyebabkan kondisi kurang cahaya dan oksigen.
Sementara itu, lahan rawa dipandang berpotensi untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) dalam situsnya mengatakan bahwa akan memanfaatkan lahan rawa menjadi lahan pertanian dalam rangka swasembada pangan dan mencapai target Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Untuk itu, di tahun 2020 ini BBSDLP melakukan penelitian mengenai identifikasi dan karakterisasi lahan rawa yang akan menghasilkan Peta Penyebaran Lahan Rawa skala 1:50.000 se-Indonesia.
Barangkali adanya aturan dari pemerintah yang dikontrol dan diawasi dengan baik dapat menjadi upaya dalam menyelamatkan ekosistem pesisir. Sistem pertanian yang ramah lingkungan pun patut untuk diterapkan dalam pemanfaatan lahan rawa menjadi lahan pertanian. Tentunya juga dibutuhkan kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan ekositem pesisir dan mewujudkan target untuk mengurangi emisi karbon, baik dari segi pemeliharaan lingkungan, maupun perbaikan lingkungan dengan melakukan penanaman kembali.
Penulis: Elrisa Thiwa Nadella
Kepustakaan
Popesccu, Alex (2019). Karbon Biru: Peran Ekosistem Pesisir dalam Iklim.
https://forestsnews.cifor.org/62504/karbon-biru-harus-ada-dalam-agenda-iklim-ini-alasannya?fnl=id (diakses 26 Juni 2020)
Qonita et al. (2020). Lahan Rawa untuk Pertanian Masa Depan.
http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/layanan-mainmenu-65/info-terkini/1023-lahan-rawa-untuk-pertanian-di-masa-depan (diakses 26 Juni 2020)
Sjafrie, Nurul D.M. et al. (2018). Status Padang Lamun Indonesia 2018 Ver 02. Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Wahyudi, Aan J. et al. (2018). Potensi Cadangan dan Serapan Karbon Ekosistem Mangrove dan Padang Lamun Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak!