
Keberadaan hutan sudah dianggap menjadi suatu bagian dari masyarakat adat. Hampir setiap harinya, kehidupan masyarakat bergantung pada hasil hutan dan jasa lingkungannya. Hutan memiliki sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kesejahteraan manusia, sumberdaya yang dapat dimanfaatkan secara langsung seperti penyediaan bahan makanan, kayu, dan satwa maupun secara tidak langsung seperti rekreasi, perlindungan, pengaturan tata air dan pencegahan erosi (Salam 2017). Kondisi hutan yang lestari tidak lepas dari peran masyarakat adat yang terlibat dalam pelestarian, melalui kearifan lokal maupun aturan adat yang berlaku. Bentuk pelestarian hutan oleh masyarakat adat sangat beragam mengikuti tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun, bentuk pelestarian yang dilakukan oleh etnis tertentu dapat berbeda dengan etnis lainnya. Kearifan lokal ini dapat mencirikan beragamnya suku bangsa di Indonesia. Namun, semakin berkembangnya teknologi dan populasi manusia, menyebabkan mulai lunturnya tradisi yang telah dilakukan secara turun temurun dan pelestarian hutan dianggap menjadi suatu tantangan dimana harus menyelaraskan kebutuhan masyarakat tanpa merusak alam secara berlebihan. Peran masyarakat adat sangat diperlukan untuk menghidupkan kembali bentuk konservasi tradisional yang telah dilakukan sejak dahulu.
Pengertian Masyarakat Adat
Masyarakat adat dan kearifan lokalnya telah secara tradisional mengkonservasi ekosistem hutan sejak dahulu. Masyarakat adat berbentuk kesatuan masyarakat yang tetap dan teratur dimana anggotanya tidak hanya terikat pada tempat kediaman suatu daerah melainkan terikat secara rohani dan pertalian darah atau kekerabatan yang berasal dari satu leluhur, baik dikarenakan perkawinan ataupun pertalian adat. Kehidupan masyarakat adat diatur oleh hukum adat yang dijadikan sebagai rujukan solusi atas permasalahan dan bersifat mengikat serta memaksa bagi masyarakat adat. Secara hukum, hak masyarakat hukum adat pada setiap provinsinya diakui oleh negara dan diatur dalam UUD 1945 pasal 18 B ayat (2) dimana negara menghormati hak-hak tradisionalnya dengan syarat sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam Undang-undang. Selanjutnya pasal 18 B ayat (2) diperkuat dengan pasal 28 I ayat (3) yang menyatakan identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati oleh negara (Abdurrahman 2015). Abdurrahman (2015) juga menyebutkan, banyak ahli berpendapat bahwa penyebutan masyarakat adat harus dibedakan dengan masyarakat hukum adat karena terdapat perbedaan konsep pengertian bagi kedua hal tersebut. Pengertian masyarakat adat lebih terkait pada ciri-ciri sedangkan masyarakat hukum adat berkaitan dengan teknis yuridis yang merujuk pada masyarakat yang hidup di suatu wilayah. Pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat ini merupakan kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan serta pelanggaran mengenai lemahnya pengakuan serta hak-hak masyarakat hukum adat.
Peran Masyarakat Adat dalam Pelestarian Hutan
Kehidupan masyarakat adat yang hampir setiap harinya bergantung pada hutan membentuk hubungan yang erat antara keduanya, bahkan terpenuhinya kebutuhan masyarakat tidak lepas dari keberadaan hutan dengan sumberdaya yang melimpah. Menyadari fungsi hutan yang sangat besar bagi kehidupan, masyarakat adat mulai melakukan konservasi dalam bentuk tradisional yang dilakukan secara turun temurun. Masyarakat adat menganggap dirinya adalah bagian dari alam sehingga sebaik mungkin ia menjaga keseimbangan alam itu sendiri (Salam 2017). Masyarakat adat dengan ragam kearifan lokalnya memberlakukan aturan dalam pengelolaan dan perlindungan hutan yang dikaitkan hukum adat yang telah diberlakukan. Hukum adat ini apabila dilanggar akan dikenakan sanksi kepada pelanggar (Subiakto dan Bakrie 2015). Bentuk upaya konservasi masyarakat adat terhadap hutan berupa pantangan dan larangan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya hutan secara berlebihan. Pantangan dan larangan tersebut menjadi tradisi turun temurun kepada anak cucu mereka sehingga secara tidak langsung hal tersebut menjadi hukum adat yang perlu dipatuhi oleh masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya hutan seringkali digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun menjalankan tradisi dan seni yang mereka kembangkan, beberapa alasan tersebut mampu menjadi pendorong bagi masyarakat adat dalam melakukan perlindungan terhadap hutan dan pemanfaatan secara lestari. Salam (2017) menyebutkan bahwa kearifan lokal masyarakat disusun dari nilai-nilai sosial mereka yang mengakar kuat sehingga dijadikan struktur sosial masyarakat yang memiliki fungsi dalam hal kontrol perilaku masyarakat adat. Secara pengertian, kearifan lokal merupakan modal utama masyarakat dalam membangun tatanan sosial mereka tanpa merusak lingkungan.
Perlindungan hutan sudah sewajarnya kembali pada strategi kearifan lokal yang dilakukan masyarakat adat, apabila menilik kondisi kearifan lokal yang kini mulai luntur dan dianggap kuno seharusnya dilakukan berbagai upaya untuk mengintroduksi kembali kearifan lokal yang dilakukan masyarakat adat dengan strategi yang lebih adaptif sehingga perkembangan zaman tidak dapat melunturkan tradisi yang telah dilakukan secara turun temurun tersebut. Namun, menilik pentingnya keberadaan masyarakat adat beserta kearifan lokalnya bukan berarti kita hanya berpangku tangan dan menyerahkan tugas konservasi lingkungan hanya kepada masyarakat adat, karena tugas melindungi alam dan lingkungan merupakan tanggung jawab setiap manusia.
Tradisi yang Dilaksanakan

Indonesia dengan beragam suku budaya memiliki ragam tradisi yang dijalankan oleh tiap masyarakat adatnya. Diantara berbagai tradisi yang dilaksanakan, salah satunya terdapat tradisi yang mengharuskan masyarakatnya melakukan konservasi hutan seperti yang dilakukan masyarakat adat Desa Tenganan, Bali. Pantangan terhadap segala bentuk pengrusakan hutan diwujudkan dalam bentuk artefak kawasan, perlindungan hutan yang mereka lakukan berkaitan dengan akulturasi budaya hindu dengan menganggap suatu kawasan keramat sehingga kawasan tersebut perlu dihormati dan dikelola secara lestari. Bagi masyarakat Bali makhluk hidup terbagi dalam tiga kelompok yaitu tumbuhan (ekapramana), hewan (dwipramana) dan manusia (tripramana). Penggolongan ini menonjolkan tumbuhan dan hewan memiliki energi lebih tinggi dalam kemampuannya untuk tumbuh serta mempertahankan diri. Menurut penggolongan tersebut menyebutkan manusia memiliki ketergantungan mutlak terhadap keberadaan tumbuhan dan hewan sehingga masyarakat adat Bali perlu melakukan konservasi hutan (Suryadarma 2018). Bentuk konservasi hutan melalui kearifan lokalnya juga dilakukan masyarakat Suku Dayak di Kalimantan Timur, mereka menganggap hutan sebagai warisan turun temurun para orang tua sehingga perlu dilindungi. Pemanfaatan lahan yang mereka lakukan juga mendorong upaya konservasi berupa penanaman pada lahan bekas kelola yang ditinggalkan karena telah dianggap tidak subur. Berbagai tradisi pengelolaan dan perlindungan hutan juga ditunjukkan oleh setiap masyarakat adat di Indonesia demi pemanfaatan hutan secara lestari.
Penulis: Fitra Khadijah Syarif
Referensi Literatur
Abdurrahman H. 2015. Draft Laporan Pengkajian Hukum Tentang Mekanisme Pengakuan Masyarakat Hukum Adat. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Salam R. 2017. Kearifan lokal masyarakat adat dalam pengelolaan hutan di Pulau Wangi-Wangi. Walasuji. 8(1): 113-128.
Subiakto WD, Bakrie I. 2015. Peranan hukum adat dalam menjaga dan melestarikan hukum di Desa Metulang Kecamatan Kayan Selatan Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Utara. Jurnal AGRIFOR. 14(2):294-314.
Suryadarma IGP. 2018. Peran hutan masyarakat adat dalam menjaga stabilitas iklim satu kajian perspektif deep ecology (kasus masyarakat Desa Adat Tenganan, Bali). Konservasi Flora Indonesia Dalam Mengatasi Dampak Pemanasan Global. ISBN 978-979-799-447-1.
Referensi Gambar
https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Masyarakat_Sungai_Utik_dan_Hutan_Adat_Mereka.jpg
LindungiHutan.com adalah Platform Crowdfounding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak.
Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!