Perjalanan Pertama dari LindungiHutan

Foto Penanaman Bersama
Foto bersama Setelah Penanaman Perdana di Tambakrejo (Dok. LindungiHutan)

Episode #1

Ads

Assalamualaikum, 

Nama saya Miftachur Robani, tapi tidak suka dipanggil itu. Robani seperti brand jilbab, panggil saja Ben. Saya Co Founder dari LindungiHutan.

Jadi ini adalah awal cerita panjang itu bermula sesuai dengan kenangan yang tersimpan dalam memori saya selama tiga tahun ke belakang.

Hari itu bertanggal 18 Desember 2016, sebuah kegiatan pertama dan cukup besar direncanakan, sebuah penanaman lebih dua ribu pohon dengan peserta belasan orang, terbantu dengan hadirnya serombongan kelompok mahasiswa pecinta alam.

Ads
Kapan jaga hutan? Sekarang! Buka lindungihutan.com

Sebelumnya, mari kita mulai dengan pertanyaan mendasar, mengapa?

Setelah pertanyaan apakah masnya dari kehutanan dan berjawab tidak, lalu mengapa?

Salah satu yang saya pertama dengar saat mencemplung di dunia startup, juga menjadi salah satu buku yang saya baca yakni Start with WhySebuah konsep golden circle untuk memulai dari dalam lingkaran ‘mengapa’ sebelum ‘bagaiman’ dan ‘apa’.

Bagian pertama, mari bahas mengapa.

Waktu itu saya diajak oleh rekan saya untuk melakukan survey lokasi penanaman di utara Kota Semarang. Sebagai warga selatan, saya cukup tertarik. Sampailah di lokasi sebuah kampung terdampak naiknya permukaan air laut yang saya menyebutnya sebagai rumah hobbit. Dikarenakan rumah harus ditimbun tanah karena ketiadaan biaya untuk meninggikan bangunan yang menjadikan pintu hanya setinggi pusar orang dewasa.

Rumah Hobbit di Tambakrejo
Rumah Hobbit, sebuah Fenomena di Tambakrejo, Tanjung Mas (Dok. LindungiHutan)

Bertemulah kami dengan Pak Yazid dan Pak Juraimi dari Kelompok Camar yang memang concern untuk melakukan pembibitan, penanaman dan perawatan mangrove sebagai benteng alami untuk melawan abrasi. Namun mereka terkendala karena bibit mereka yang tak laku setiap hari.

Penggiat Kelompok Camar
Pak Yazid dan Pak Jumairi, Peggiat Kelompok Camar (Dok. LindungiHutan)

Lalu muncul pertanyaan di benak saya, Mengapa?

Mengapa saya yang punya akses pendidikan tidak bisa membantu mereka?

Mengapa saya yang punya network tidak bisa membantu mereka?

Mengapa?!

Bibit Mangrove oleh Kelompok Camar
Bibit Mangrove oleh Kelompok Camar (Dok. Lindungi Hutan)

Seminggu kemudian, kami menuju lokasi penanaman. Kami harus melalui jalan berlumpur hampir setengah kilometer, sebelum kami dihadapkan pada pemandangan miris yakni sebuah makam yang air laut lebih tinggi ketimbang dasar nisannya. 

Perjalanan menuju Lokasi Penanaman
Perjalanan Menuju Lokasi Penanaman di Tambakrejo (Dok. LindungiHutan)

Sebuah media nasional pernah mengangkat foto seorang bapak yang berkoko dan berpeci menangis di atas makam tersebut bertajuk Ziarah Basah.

Ziarah Basah
Ziarah Basah, Seorang bapak di atas nisan ketika berziarah di Tambakrejo (Dok. Dikutip dari Tempodotco)

Kami akhirnya tiba di lokasi penanaman dan saya hanya membantu melangsir bibit mangrove dari tepian ke lokasi penanaman yang berlumpur. Saya tidak memilih berkotor, saya merasa itu bukan hidup yang akan saya piliih.

Saya Bertugas Memberikan Mangrove dari Tempat yang Lebih Bersih
Saya Bertugas Memberikan Mangrove dari Tempat yang Lebih Bersih (Dok. LindungiHutan)

Namun kini itu telah terjalani tiga tahun lebih, dan saya harus berterima kasih untuk tiga orang dalam gambar ini, mereka adalah para pendiri LindungiHutan yang bahkan ketika itu saya belum tahu itu apa, dan mereka adalah yang berada di balik layarnya. Ijinkan saya memperkenalkan Mas Hario Laskito Ardi, Mas Chashif Syadzali dan Mbak Nurul Aini.

Founder LindungiHutan
Founder LindungiHutan (Nurul Aini, Chashif Syadzali, Hario Laskito Ardi) (Dok. LindungiHutan)

Ketiganya adalah adik kelas saya di kampus, walaupun saya yang termuda mereka tetap memanggil saya Mas Ben karena angkatan saya yang lebih tua.

Jadi apakah kamu siap menyimak episode dua dari petualangan Mas Ben dan LindungiHutan?

#TerusMelindungi

Author

Hitung emisi karbon dengan Imbangi.