Sebelumnya telah dipaparkan bahwa pelestarian hutan adalah salah satu kunci strategis untuk menangani perubahan iklim, yang tidak hanya sebatas pelestarian dari peran pemerintah namun juga dari peran masyarakat umum dalam preservasi hutan berkelanjutan. Ketika berbicara mengenai malnutrisi, kelaparan, dan krisis pangan lainnya yang terjadi tentu secara umum persepsi utama masyarakat awam yang muncul adalah kemiskinan serta penyebab mengapa para korban krisis pangan tersebut tidak dapat memperoleh akses dan suplai pangan yang layak. Secara holistik, pandangan tersebut tidaklah salah, namun terkadang sumber dari pangan itu sendiri – yaitu hutan terkadang terlupakan untuk diperhatikan lebih lanjut oleh masyarakat awam secara general. Target utama dari target agenda SDG 2 (Zero Hunger/ Tanpa Kelaparan) sendiri sangatlah erat dengan pelestarian hutan, dimana manusia dapat memanfaatkan hutan melalui potensi keragaman hayati yang dimilikinya untuk menyediakan sumber pangan yang berkesinambungan dan dapat mendukung usaha agrikultur – dan tentunya dapat mengakhiri kelaparan serta malnutrisi (PEFC, n.d.). Vitalitas dari ekosistem hutan itu sendiri terbukti dengan data bahwa 20% konsumsi rumah tangga terhadap bahan pangan datang dari produk pangan yang berasal dari hutan (forest-based products) (Seymour & Busch, 2017).

Produktivitas Hutan dan Kebutuhan Pangan
Sebelum mengupas lebih dalam, agenda SDG sendiri telah menegaskan bahwa deforestasi dapat secara signifikan memperlambat laju pencapaian SDG dalam agenda pembangunan setiap negara, yang pada hematnya bahwa hutan memiliki peran penting tidak hanya dalam perspektif normatif dimana hutan dapat memberikan bahan pangan namun juga pada perspektif yang lebih spesifik yaitu pada narasi bahwa manajemen hutan yang tepat guna dan inklusif dapat menyelesaikan masalah multidimensional yang ada itu sendiri yaitu malnutrisi, nilai kompetisi produk hutan, kesejahteraan para aktor ekonomi dari perhutanan, dan segmentasi masalah lainnya yang berhubungan dengan hutan dan pangan. Tidak hanya itu, permasalahan yang bahkan datang dari suplai makanan itu sendiri, dimana apabila produksi bahan pangan bergantung pada agrikultur di luar hutan, maka dikhawatirkan itu akan meremehkan peran penting dan keberlanjutan usaha para aktor (Kinver, 2015).

Kelaparan merupakan suatu permasalahan yang memiliki permasalahan serta dampak yang multidimensional dalam berbagai sektor. Oleh karena itu perlu dipahami bahwa proporsi masyarakat serta kaum rentan yang memiliki prevalensi kelaparan tentu tidak sedikit. Produktivitas manusia yang menurun juga bisa diakibatkan oleh kelaparan – yang membuat SDG 2 sebagai salah satu poin fundamental yang harus dicapai untuk mendorong pencapaian poin SDG lainnya yang relevan. Tentunya narasi ini akan membawa kita ke satu titik tumpu untuk mengupas permasalahan ini, yaitu adalah produktivitas dari hutan itu sendiri untuk memenuhi ketahanan pangan. Target SDG 2 sendiri memiliki 3 pilar spesifik yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial yang membuat konservasi hutan menjadi fokus utama dikarenakan hutan menghasilkan buah dan produk olahan baik turunan atau secara langsung yang dapat dimanfaatkan dari ekosistem hutan. Namun, ancaman seperti hilangnya keanekaragaman hayati dan alih fungsi hutan dapat mengancam potensi dan produktivitas hutan untuk menyediakan bahan pangan yang berkualitas dikarenakan luas hutan yang trennya menurun. Hal ini harus diperbaiki karena data menyebutkan bahwa rencana strategis PBB mengenai kehutanan (UN Strategic Plan for Forest) periode 2017 hingga 2030 menargetkan agar luas hutan pada tahun 2030 bertambah sebesar 3% dengan perbandingan relatif dari tahun 2015 (FAO, 2020). Yang dimana poin ini membawa ke permasalahan berikutnya yaitu mengenai bagaimana hutan yang tidak produktif akibat tidak dilestarikan dapat membawa permasalahan seperti degradasi ekosistem secara fisik yang dimana dapat mempengaruhi keseimbangan alam dan juga dari sisi keberlanjutan proses manufaktur produk hutan untuk dikonsumsi manusia (Baumgartner, 2019).

Pelestarian Hutan untuk Pengentasan Kelaparan
Gagasan utama yang tentu harus diperhatikan apabila ingin menyelesaikan permasalahan kelaparan untuk mendukung SDG 2 adalah manajemen hutan yang berkelanjutan dan berorientasi pada konservasi yang tepat guna dan sasaran. Produk hutan seperti nangka, durian, salak, kacang-kacangan, sayuran, madu, tanaman obat, dan rempah-rempah banyak ditemukan di hutan karena mereka berbeda dengan komoditas lain seperti hasil dari ladang palawija. Untuk memahami lebih dalam kenapa ini penting, sebuah kesimpulan dari badan kehutanan AS (US Forest Service) bahwa dalam situasi tertentu ketika ladang-ladang komoditas sedang terkena masalah baik masalah seperti dari hama, cuaca, dsb maka produk pangan yang berasal dari hutan dapat menjadi primadona untuk menjaga keberlanjutan ketahanan pangan itu sendiri (Banegas, 2015). Lantas, bagaimana agar konseptualisasi ini dapat diterjemahkan menjadi usaha pelestarian hutan yang berkelanjutan untuk pengentasan kelaparan? Tentu jawabannya akan beragam, namun yang perlu dipahami secara detail adalah bagaimana para masyarakat terutama yang berada di rural area yang memiliki akses lebih fleksibel ke hutan untuk dapat melakukan kegiatan produksi dari hasil hutan yang berpegang pada konsep ekonomi hijau. Tantangan yang dihadapi dalam hal pelestarian hutan dalam konteks pengentasan kelaparan juga tidak hanya dari segi administratif dan hukum, namun juga dari permasalahan dimana masyarakat lokal yang seharusnya menjadi aktor yang paling diuntungkan dari hutan tersebut masih mengalami kelaparan/keterbatasan akses pangan dikarenakan tidak adanya kapasitas yang cukup untuk melakukan kultivasi dari produk hutan. Dan kemudian ditambah dengan fakta bahwa pelemahan daya beli masyarakat umum juga membuat para aktor dari kehutanan yang memproduksi hasil hutan ini tertantang apalagi di tengah pandemi Covid-19.
Kemudian, bagaimana pelestarian hutan dapat memenuhi ketahanan pangan? Peningkatan usaha yang bersifat non-tradisional perlu ditambah dan didukung dengan budidaya produk hutan untuk pangan yang memaksimalkan inovasi ketimbang menggunakan metode konvensional. Dan tentunya dari 143 juta hektar hutan di Indonesia, swasembada pangan diperlukan agar potensi dapat dimanfaatkan dengan baik, hutan tetap terjaga akan preservasi produknya yang berkualitas secara bertanggung jawab, dan melindungi hutan-hutan yang potensial dengan menegakkan aturan serta norma yang kuat untuk mencegah deforestasi. Ketahanan pangan dapat terjamin apabila penggunaan teknologi dan praktik kebijakan di lapangan dapat mengakomodir keuntungan-keuntungan bahkan yang bersifat alamiah sekalipun dari hutan yang produktif. Adapun contoh dari keuntungan yang disebutkan tadi adalah seperti karakteristik hutan yang dapat membuat hasil produk pangan yang tidak hanya sebatas pada awal musim tumpangsari (musim awal saat menanam) namun juga pada segmentasi jenis-jenis tanaman yang dapat tumbuh lebih produktif apabila ditanami di hutan ketimbang di kebun. Contohnya adalah pohon ketela yang dimana ketika ditanami di hutan akan lebih produktif serta dapat menghasilkan 30-60 ton ketela per hektar luas hutan, dan contoh lainnya adalah tanaman yang ditanam pada hutan produksi yang mampu menghasilkan bahan pangan sebanyak 14 juta ton per tahun (Harun, 2012).
Kesimpulan: Memaksimalkan Potensi Hutan yang Berkelanjutan
Hutan adalah suatu hal yang produktif dan kuncinya adalah bagaimana konsistensi dalam penetapan mengenai usaha pelestarian yang mengutamakan preservasi nilai tepat guna dari hutan itu sendiri. Pembangunan dan pengembangan dari sumber daya hutan untuk produksi yang dapat mengentaskan kelaparan itu sendiri harus diarahkan kepada bagaimana kesejahteraan para aktor hutan yang terlibat dan bagaimana manajemen hutan tersebut mampu melaksanakan agenda pembangunan berkelanjutan. Dan prinsip dimana hutan tidak boleh menjadi korban dalam permasalahan kelaparan dan ketahanan pangan harus dijunjung tinggi dan mampu menunjukan bahwa pelestarian hutan itu potensinya kompetitif dan biayanya ekonomis (Mollins, 2020). Dan bahkan hutan dapat menjadi solusi untuk ekonomi yang disfungsional dikarenakan efek kejut dari Covid-19 dan belum maksimalnya swasembada pangan dan penguatan akses kepada pangan itu sendiri. Beberapa rekomendasi yang juga harus diperhatikan adalah
- Produk pangan dari hutan harus dipastikan memiliki proporsi gizi yang baik dan mampu untuk didistribusikan oleh pemerintah untuk memperbaiki kekurangan gizi dan kelaparan untuk masyarakat dan kondisi yang lebih sehat secara berkelanjutan, dan;
- Mengimplementasikan praktek produksi pangan yang tidak hanya fokus pada makanan yang bersifat bahan pangan pokok namun juga produk hutan yang mengedepankan diversifikasi gizi dan manfaat bagi kesehatan.
Dan terakhir, ini bukanlah hanya sekedar masalah biasa yang dapat dipandang hanya dari segi pelestarian sebatas reboisasi namun sudah menjadi suatu isu yang berdasarkan kebijakan sektoral yang tepat dan aktual, yang dimana dapat melindungi kepentingan para aktor hutan dan masyarakat lokal yang mengkaryakan produk hutan dari aktivitas mereka.
Penulis: Hino Samuel Jose
Referensi
Banegas, D. (2015, Agustus 31). Forests Can Play a Key Role in Addressing Global Hunger and Malnutrition. US Forest Service. Dikutip Desember 27, 2020, dari https://www.fs.usda.gov/features/forests-can-play-key-role-addressing-global-hunger-and-malnutrition
Baumgartner, R. J. (2019, Februari 11). Sustainable Development Goals and the Forest Sector—A Complex Relationship. Forest, 10(2), 152-162. https://doi.org/10.3390/f10020152
FAO. (2020). 128th Session FAO Programme Committee Meeting: Update on Sustainable Forest Management (May 2020 ed.). Food and Agriculture Organization.
Harun, M. K. (2012, Juli 12). Hutan Untuk Ketahanan Pangan. BP2LHK Banjarbaru. Dikutip Desember 28, 2020, dari http://foreibanjarbaru.or.id/archives/193
Kinver, M. (2015, Mei 6). Forests are a ‘key feature’ of the food security landscape. BBC News. Dikutip Desember 2020, 27, dari https://www.bbc.com/news/science-environment-32603799
Mollins, J. (2020, September 4). Hutan membantu memperbaiki ‘disfungsi’ sistem pangan global. Dikutip Desember 27, 2020, dari https://forestsnews.cifor.org/67145/hutan-membantu-memperbaiki-disfungsi-sistem-pangan-global?fnl=en
PEFC. (n.d.). SDG 2: Zero hunger. Programme for the Endorsement of Forest Certification. Dikutip Desember 2020, 27, dari https://www.pefc.org/what-we-do/sustainable-development-goals/sdg-2-zero-hunger
Seymour, F., & Busch, J. (2017, September 11). Forests and SDGs: Taking a Second Look. WRI Indonesia. Dikutip Desember 27, 2020, dari https://wri-indonesia.org/en/blog/forests-and-sdgs-taking-second-look
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak!
Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!