Pengertian REDD+

REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) memiliki arti, usaha untuk penurunan atau pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Deforestasi dan degradasi hutan sudah menjadi akar masalah dari kerusakan hutan di Indonesia. Biasanya hal ini disebabkan oleh kebakaran hutan, perubahan iklim yang ekstrem, permintaan dan penjualan yang tinggi akan kayu dan hasil hutan di pasar nasional maupun global, penggusuran lahan untuk dijadikan lahan pertanian, perkebunan, peternakan, dan pemanfaatan hutan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari (PHL). Tanpa disadari, peralihan fungsi hutan yang awalnya sebagai pusat paru-paru dunia untuk keberlangsungan kehidupan makhluk hidup, flora dan fauna, berubah fungsi menjadi aktivitas manusia yang tidak terkendali. Hal ini tentu saja akan mengurangi pasokan oksigen di bumi.
Sekitar 20% dari seluruh emisi gas rumah kaca (GRK) disebabkan oleh deforestasi dan degradasi hutan. Mirisnya, besarnya emisi yang disumbangkan dari sektor transportasi global dikalahkan oleh emisi gas rumah kaca. Saat hutan ditebang dan digunduli, biomassa yang berada di dalam pohon akan membusuk dan terurai, menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) , berakibat meningkatnya gas rumah kaca yang terperangkap di atmosfer menyebabkan suhu di bumi menjadi panas.
Jika hutan sudah banyak dihancurkan, ditambah karbon dari sumber atau aktivitas lain, karbon dioksida benar-benar akan membuat bumi sakit. Panas suhu di bumi akan mengakibatkan kekeringan, kebakaran hutan berskala besar, dan keseimbangan ekosistem akan rusak. Jika hutan mengalami kebakaran terus-menerus, hutan sulit untuk pulih kembali dan tidak akan mampu lagi menyerap ataupun menyimpan karbon.
Tujuan REDD+

REDD+ hadir untuk melindungi hutan Indonesia yang memiliki peran dalam mengurangi risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim. Sejak pertama kali REDD+ mulai dikenalkan di Montreal tahun 2005, REDD+ memiliki tujuan untuk pengurangan emisi dan perubahan iklim. Pada ketentuan kesepakatan kerja yang telah disepakati di dalam REDD+ menjadikan peluang bagi negara-negara maju untuk memberikan pendanaan/insentif kepada negara-negara berkembang sebagai upaya perlindungan hutan dari efek gas rumah kaca, deforestasi dan degradasi hutan tanpa menghambat pembangunan nasional.
Sejak perumusan REDD tahun 2005 yang saat ini berganti nama menjadi REDD+ pada tahun 2007, merupakan kesepakatan bersama untuk memperluas kegiatan REDD+ yang awalnya hanya bertujuan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang, ditambahkan beberapa strategi yaitu adanya peranan konservasi, pengelolaan hutan secara lestari, dan peningkatan cadangan karbon hutan.
Indonesia mulai melakukan kegiatan terkait REDD+ secara aktif. Dapat dilihat dari pencapaian Indonesia yang menghasilkan studi melalui Indonesia Climate Alliance (IFCA), serta mengadakan UNFCCC Conference Of Parties/COP di Bali. Pada tahun 2009, Indonesia mengumumkan di Pittsburg, Pensylvania, untuk menurunkan emisi sebesar 26 – 41 %. Pada tahun 2010, Indonesia juga memperkenalkan panduan dasar REDD+, penandatanganan Letter of Intent (LOI) dengan Pemerintah Norwegia untuk pendanaan REDD+ di Indonesia, pembentukan Satgas REDD+, dan persiapan pembentukan kelembagaan REDD+. Alhasil, tahun 2013 telah terbentuknya Badan Pengelolaan REDD+.
Indonesia menekankan kembali komitmennya untuk mencapai target penurunan emisi melalui penyampaian First Nationally Determined Contribution (FNDC) ke Sekretariat UNFCCC pada COP 21 di Paris pada tahun 2015. Dalam dokumen FNDC berisikan target penurunan emisi gas rumah kaca nasional setidaknya sebesar 29% (unconditional) dari biasanya di tahun 2030, bahkan sampai dengan 41% (conditional), hal ini tentu saja harus didorong (seperti pemberian insentif yang mencukupi) agar REDD+ di Indonesia bisa memungkinkan untuk segera mengimplementasikan.
Untuk implementasi REDD+, dalam skala nasional, sebagaimana terdapat dalam Warsaw REDD+ Framework, ada beberapa perangkat yang telah dan sedang dibangun yaitu : Monitoring, Reporting, and Verification (MRV)/ National Forest Monitoring System (NFMS), Strategi Nasional REDD+, dan Forest Reference Emission Level (FREL).
Pelaksanaan REDD+

Keberhasilan yang digapai Indonesia dalam permulaan penerapan REDD+ dinyatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, telah melakukan perhitungan angka deforestasi hutan Indonesia dimulai pada tahun 1990. Angka deforestasi berturut-turut tahun 1990 – 1996 sebesar 1,87 juta ha/tahun, kemudian bertambah sebesar 3,51 juta ha/tahun pada tahun 1996 – 2000. Tahun 2000 – 2003 mengalami penurunan menjadi 1,08 juta ha/tahun. Sedikit mengalami peningkatan kembali sebesar 1,17 juta ha/tahun di tahun 2003 – 2006. Lalu mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2006 – 2009 sebesar 0,83 juta ha/tahun, Diikuti tahun 2009 – 2011 sebesar 0,45 juta ha/tahun. Tahun 2011 – 2012 sebesar 0,61 juta ha/tahun, dan terakhir tahun 2012 – 2013 sebesar 0,73 juta ha/tahun.
Terdapat peningkatan dan penurunan pada angka perhitungan deforestasi tersebut, hal ini disebabkan karena pergerakan yang dinamis pada perubahan tutupan lahan yang disebabkan aktivitas manusia dalam pemanfaatan lahan yang bisa menyebabkan hilangnya tutupan hutan atau penambahan tutupan hutan (adanya penanaman kembali). Kerusakan lingkungan hidup salah satunya diakibatkan bencana alam mendorong pemerintah untuk menurunkan deforestasi,dan sekaligus bisa menurunkan emisi gas rumah kaca. Program NFMS dan MRV telah dirancang sebagai bekal penting penguatan pemantauan nasional untuk menghitung emisi dalam pelaksanaan REDD+.
Setelah pengaplikasian REDD+ dari tahun 2005, pada tahun 2017 Indonesia berhasil mengurangi tingkat deforestasi sebesar 60% dibandingkan pada tahun 2016. Alhasil, Norwegia menepati janjinya di tahun 2019 lalu akan melakukan pembayaran insentif berbasis performa yang pertama kepada Indonesia sebagai bagian dari perjanjian REDD+ berdasarkan Letter of Intent REDD+ yang telah disepakati kedua negara tahun 2010 silam. Terdapat beberapa faktor penyumbang menurunnya kehilangan pohon dan emisi tahun 2017, salah satunya cuaca yang mendukung dapat mengurangi risiko pengulangan bencana kebakaran hutan yang pernah terjadi pada tahun 2015 serta pengurangan perluasan perkebunan kelapa sawit yang bisa membahayakan kawasan hutan akibat dari rendahnya harga minyak kelapa sawit di pasaran.
Dibalik beberapa faktor tersebut, Indonesia juga turut andil dalam penurunan angka deforestasi dengan upaya-upaya yang telah dikerahkan. Melalui berlakunya kebijakan baru dan penegakan hukum untuk memperkuat perlindungan hutan. Melalui Peraturan Presiden tahun 2016 diberlakukannya moratorium pengembangan komersial lahan gambut kaya karbon, bahkan di wilayah yang memiliki lisensi untuk mengonversi perkebunan kelapa sawit atau kayu. Progres terkini di bulan Februari 2021, Indonesia telah dijanjikan pendanaan Result Based Payment (RBP) REDD+ dari, Letter of Intent (LoI) RI-Norwegia yang telah disepakati tahun 2010 sebesar 56 juta USD. Green Climate Fund (GCF) 103,8 juta USD berkat kinerja penurunan emisi gas rumah kaca periode tahun 2014-2016, dan Program Forest Carbon Partnership Facilities-Carbon Fund (FCPF-CF) World Bank di Kalimantan Timur, sebesar 110 juta USD dengan tiga kali tahap pembayaran (2021 – 2025).
Dengan sama-sama menyadari perannya dalam menjaga lingkungan dan hutan, kita berharap bisa terus menurunkan angka deforestasi dan degradasi pada hutan agar hutan terus terjaga sebagai salah satu sumber kekayaan di bumi.
Penulis : Firas Zakir
Referensi Sumber:
- http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/aksi/redd (Diakses pada Tanggal 18 Maret 2021)
- https://wri-indonesia.org/id/blog/berhasil-kurangi-deforestasi-indonesia-mulai-dibayar-norwegia#:~:text=Berhasil%20Kurangi%20Deforestasi%2C%20Indonesia%20Mulai%20Dibayar%20Norwegia,-oleh%20Frances%20Seymour&text=REDD%2B%2C%20singkatan%20dari%20Reducing%20Emissions,Kesepakatan%20Paris%20terkait%20perubahan%20iklim (Diakses pada Tanggal 18 Maret 2021)
- https://www.menlhk.go.id/site/single_post/3601/progres-result-based-payment-redd (Diakses pada Tanggal 18 Maret 2021)
- https://www.cifor.org/publications/pdf_files/media/MediaGuide_REDD_Indonesian.pdf (Diakses pada Tanggal 18 Maret 2021)
- https://www.kompas.com/skola/read/2021/01/12/195904169/apa-itu-deforestasi?page=all#:~:text=Baca%20juga%3A%20Mengapa%20Hutan%20Harus,serta%20ekosistemnya%20menjadi%20kepentingan%20manusia. (Diakses pada Tanggal 18 Maret 2021)
Referensi Gambar:
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak!
Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!