
Indonesia sebagai negara biodiversitas, tidak diragukan lagi dalam memberi ekosistem yang cocok bagi berbagai jenis flora dan fauna. Kesesuaian ekosistem yang tersedia mendukung beragam spesies endemik dapat hidup dan berkembang biak di Indonesia, salah satunya yaitu rusa bawean (Axis kuhlii). Rusa Bawean merupakan merupakan satwa endemik Indonesia yang berasal dari Pulau Bawean (Iqbal 2004).
Keberadaan rusa ini cukup menjadi sorotan sejak dijadikannya sebagai salah satu maskot ASEAN GAMES ke 18 yang diselenggarakan di Indonesia. Namun, pemanfaatan berlebih terhadap rusa bawean menyebabkan terjadinya penurunan populasi secara signifikan sehingga pemerintah melakukan berbagai upaya untuk melindungi populasi rusa bawean. Upaya konservasi secara terintegrasi juga diperlukan untuk melestarikan keberadaan rusa bawean di Indonesia.
Karakteristik Habitat dan Morfologi

Kondisi habitat yang mendukung bagi satwa menjadi faktor penting dalam keberlanjutan populasi satwa tersebut. Habitat yang memiliki kualitas dan daya dukung tinggi berpengaruh terhadap komposisi, persebaran, dan produktivitas satwa (Alikodra 1997). Habitat rusa bawean yang terletak di Pulau Bawean, sekitar 150 km sebelah utara Gresik kawasan Laut Jawa memiliki tipe habitat pegunungan dengan ketinggian antara 400 – 646 mdpl, dan kondisi musim penghujan pada awal bulan Desember hingga Februari lalu dilanjut dengan musim kemarau yang berlangsung selama bulan Agustus hingga November.
Rahman et al. 2017 menyebutkan bahwa Pulau Bawean termasuk dalam kategori iklim C (agak basah) berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson dengan ciri vegetasi hutan rimba dan terdapat gugur daun saat musim kemarau (Schmidt dan Fergusson 1951). Curah hujan 2500 mm/tahun dengan kondisi suhu yang seragam sepanjang tahun, yaitu minimum dan maksimum pada 22oC dan 32oC. Hutan tropis yang selalu hijau merupakan vegetasi utama yang menutupi 23% dari Pulau Bawean. Hutan semi gugur dengan tumbuhan bawah, semak belukar, padang rumput, serta tegakan jati (Tectona grandis) juga meramaikan vegetasi Pulau Bawean.
Jacoeb dan Wiryosuhanto (1994) menyebutkan rusa bawean dapat hidup mencapai umur 10-15 tahun, dengan panjang tubuh 105-115 cm, tinggi badan 60-70 cm, dan berat badan kurang lebih 50 Kg (Prawiroatmodjo 1987). Rusa bawean dewasa memiliki bulu berwarna coklat dan pendek di seluruh tubuhnya kecuali pada bagian leher dan sekitar mata yang berwarna putih terang (Stiwell 1970). Sedangkan pada tubuh anakan terdapat totol-totol yang akan hilang ketika beranjak dewasa (Veever dan Carter 1979). Ciri khas rusa terdapat pada tanduknya yang sangat unik, hal ini juga dimiliki oleh rusa bawean jantan dewasa yang memiliki sepasang tanduk bercabang tiga, namun pada rusa jantan muda tanduknya (ranggah) belum bercabang.
Baca juga: Hewan Zebra, Si Belang Hitam-Putih Afrika
Perilaku Rusa Bawean
Rusa bawean mulai beraktivitas pada dini hari hingga pukul 9 pagi, ia menunjukkan perilaku berdiri. Memasuki pukul 12 siang, mayoritas rusa terlihat dalam posisi duduk dan rusa bawean akan bersembunyi dalam semak-semak ketika suhu dirasa mulai meningkat. Ketika malam tiba, jumlah aktivitas rusa bawean akan berkurang yang menandakan waktu istirahat tiba (Nurcahyo et al. 2015). Selain itu, aktivitas harian rusa juga ditemukan sedang mencari makan, bergerak, berpindah tempat, dan berlari menuju lembah untuk menghindari musuh, perilaku ini merupakan kondisi dimana rusa mencari perlindungan, kondisi vegetasi lembah yang lebih rapat memungkinkan rusa untuk bersembunyi. Aktivitas dominan pada rusa yaitu perilaku makan dan istirahat.
Perilaku reproduksi ditunjukkan ketika jantan dan betina memasuki musim kawin. Pada betina siklus reproduksi ditunjukkan ketika betina mengalami siklus estrus, durasi siklus ini ditunjukkan sepanjang rusa betina menunjukkan perilaku penerimaan terhadap jantan dan siklus akan berhenti saat periode kehamilan. Periode kehamilan pada rusa berkisar pada waktu 225 -230 hari untuk melahirkan satu anak rusa. Namun pada beberapa kasus, terdapat kelahiran dua anak rusa dalam satu kali kehamilan. Musim kawin biasanya ditunjukkan pada bulan Februari hingga Juni. Perilaku awal musim kawin pada rusa jantan ditunjukkan ketika rusa menggosokkan tanduknya pada pohon atau benda lain untuk melepaskan kulit tipis berbulu yang melapisi tanduk.
Sebaran dan Ancaman Kepunahan
Rusa bawean adalah spesies endemik Pulau Bawean yang hidup terisolasi hanya di dalam Pulau Bawean, sehingga persebarannya hanya terbatas dalam kawasan Suaka margasatwa dan Cagar alam Pulau Bawean. Berdasar pada Rahman et al (2017), persebaran populasi rusa ini ditemukan pada Gunung Tinggi dan Gunung Besar, Gunung Duren, Gunung Bajapati, Gunung Bulu, Gunung Beringin, Gunung Dedawang dan Danau Kastoba dengan metode camera trap, jejak feses, dan pertemuan acak.
Kepadatan populasi tertinggi ditemukan pada Gunung Dedawang dan sekitarnya berdasarkan metode pertemuan acak dan jejak feses. Status konservasi Rusa Bawean menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature) berada pada status terancam punah (CR), sedangkan menurut CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) kategori status konservasi Rusa Bawean berada pada Appendix 1, dimana seluruh spesies yang masuk dalam kategori ini baik satwa liar maupun tumbuhan dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.
Penulis: Fitra Khadijah Syarif
Dikurasi oleh: Citra Isswandari Putri
Referensi Literatur
Alikodra HS. 1997a. Pengelolaan Satwa Liar Dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Iqbal A. 2004. Analisis daya dukung habitat dan model dinamika populasi rusa bawean (Axis kuhlii) di Suaka Margasatwa Pulau Bawean [SKRIPSI]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Jacoeb TN, Wiryosuhanto SD. 1994. Prospek Budidaya Ternak Rusa. Jakarta: Penerbit Kanisius.
Nurcahyo W, Anggraeni D, Imron MA. 2015. Monitoring of physiological and parasites status of Bawean deer (Axis kuhlii) in its habitat as a baseline for wildlife conservation endeavor. JSV. 33(2) : 126-133.
Rahman DA, Gonzales G, Aulagnier S. 2017. Population size, distribution and status of the remote and critically endangered Bawean deer Axis kuhlii. Oryx. 51(4): 665-672.
Schmidt FH, Fergusson JH. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period for Indonesian with Wester New Guinea. Jakarta: Kementerian Perhubungan Djawatan Meteorologi dan Geofisika.
LindungiHutan.com adalah Platform Crowdfounding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak.
Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!