Sejarah Singkat Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Menurut Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak dalam penelitian Rizmoon, Rajif (2020), Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan kawasan pelestarian alam di Pulau Jawa yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan merupakan pendukung sistem kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya. Masyarakat lokal di sekitar memiliki kemampuan untuk mengelola Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Terdapat 348 kampung yang berada di sekitar TNGHS dan seluruh penduduknya berkisar 99.000 jiwa. Masyarakat sekitar juga memanfaatkan sumber daya hutan untuk mencukupi kebutuhan hidup seperti makanan ternak, air, tumbuhan, kayu bakar, lahan pertanian dan sebagainya. Jika masyarakat masih bergantung dekat hutan ini maka ini akan berdampak positif karena masyarakat ikut serta dalam melestarikan hutan dengan baik. Semakin tinggi keperluan masyarakat lokal maka sumber akan semakin baik. Ada beberapa jenis fauna penting yang dirawat seperti elang jawa, macan tutul jawa, owa jawa, surili dan lainnya.
Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) pada tanggal 26 Februari 1992 dengan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 282/Kpts-II/1992 merata mencapai 40.000 Ha. Taman Nasional ini sebelumnya Cagar Alam Gunung Halimun dan dilanjut Unit Pelaksana Teknis (UPT) dengan nama Balai Taman Nasional Gunung Halimun terdiri atas tiga kawasan yaitu Sukabumi, Bogor, dan Lebak. Kemudian terjadi penambahan luasan dan perubahan status Taman Nasional Gunung Halimun Salak pada Surat Kementerian Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 pada tanggal 10 Juni 2003 dengan luas 113.359 Ha.
Keberadaan Macan Tutul Jawa
Pada hasil survey 26 lokasi keberadaan macan tutul jawa melebar secara luas. Hal ini dikarenakan macan tutul memiliki wilayah yang dapat ia jelajahi. Kita dapat mengetahui jejak macan tutul berupa jejak kaki, cakaran, dan sebagainya. Pada umumnya, banyak ditemui adalah bekas cakarannya. hasil pengamatan dari beberapa kamera, didapatkan 25 rekaman macan tutul jawa. Hasilnya menunjukkan satu individu macan tutul dan tiga individu macan kumbang. Hal Ini bertujuan untuk menghindari pertikaian antara sesama individu jantan dalam perebutan wilayah.
Taman Nasional Halimun Gunung Salak memiliki beberapa sumber air di beberapa tipe tutup lahan. Sumber air yang dapat dijumpai adalah sungai, parit, dan kubangan air. Air menjadi tempat buruan macan tutul jawa karena berkumpulnya satwa. Namun, bagi macan tutul, air bukanlah faktor yang utama dalam penentuan tempat tinggalnya. Dibandingkan dengan harimau yang suka bergantung dengan air, macan tutul jawa ini dapat bertahan hidup tanpa air selama dua sampai tiga hari karena sudah cukup dengan memakan mangsa yang mengandung air.
Populasi Macan Tutul Gunung Halimun Salak Meningkat
Pada hasil penelitian camera trap selama tiga tahun terakhir, populasi satwa setiap tahunnya meningkat. Pemantauan kamera sengaja diletakkan sejumlah lokasi di kawasan Kabupaten Bogor, Sukabumi sampai dengan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Hal ini bertujuan untuk mengetahui leyak peresebaran satwa yang dilindungi ini.
Jumlah macan tutul dan kumbang di TNGHS ada sekitar 40 ekor, mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 5 persen. Kamera trap ini juga merekam satwa lainnya seperti owa jawa dan elang jawa. Status owa jawa di TNGHS masuk dalam kategori punah, penurunannya disebabkan perburuan liar dan perusakan hutan. Sekarang statusnya sudah kembali meningkat.
Macan Tutul Halimun Salak: Makan Anaknya Sendiri
Macan tutul dikenal sebagai top predator atau predator tingkat tinggi. Terkadang, macan tutul membunuh anaknya sendiri saat pasangannya melahirkan macan tutul jantan demi kekuasaan. Macan tutul jantan yang baru dilahirkan akan disembunyikan oleh induknya. Saat ketahuan pejantan, maka bayi macan akan dibunuh tanpa alasan apapun. Macan tutul jantan tidak mau ada pesaing dalam home range atau teritorinya. Sehingga macan tutul hanya ingin terdapat satu jantan dalam teritorinya, sedangkan betina dalam satu teritori bisa dua sampai tiga ekor.
Kawasan teritori macan tutul jantan seluas 6 hingga 7 kilometer. Hewan ini memiliki ciri khas warna kuning dengan dot hitam berjemur di sekitar curug. Di teritori atau kawasan biasanya mereka menandai dengan membuat tanda goresan tanah disertai dengan urin dan feses. Biasanya di lantai hutan yang relatif datar, pada jalur yang rutin dilewati macan.
Penulis: Siti Warhamni
Dikurasi Oleh: Daning Krisdianti, Ziyadatul Hikmah
Referensi Artikel:
- Ahmad Sudarno https://m.liputan6.com/news/read/4057017/populasi-macan-tutul-di-gunung-halimun-salak-meningkat-5-persen-tiap-tahunnya diakses pada 19 April 2021.
- Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 2007. “Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak”. Sukabumi.
- Syahdan Alamsyah https://travel.detik.com/travel-news/d-4718596/fakta-macan-tutul-di-halimun-salak-makan-anaknya-sendiri diakses pada 19 April 2021.
Referensi Gambar:
Gambar 1 https://highlandcamp.co.id/taman-nasional-halimun-salak-protokol-kesehatan
LindungiHutan.com merupakan Platfrom Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situa berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk melakukan kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman. Mari kita sama-sama melestarikan lingkungan dan menjaganya.
Yuk, jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!