
Siapa Primata Mini Indonesia?
Tarsius merupakan primata terkecil di dunia yang tersebar di kepulauan Asia Tenggara, termasuk Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Filipina Selatan, dan beberapa pulau kecil lainnya. Nama Tarsius berasal dari tulang tarsal yang memanjang yang menjadi pergelangan kaki primata ini. Hill (1995) melaporkan ada tiga kelompok spesies Tarsius yang endemik pada tiga daerah biogeografi berbeda, yaitu Tarsius wilayah barat (Western Tarsier) ditemukan pada beberapa pulau di dataran Sunda seperti Kalimantan, Bangka Belitung, dan Sumatera Selatan; Tarsius Filipina (Philippine Tarsier) yang ditemukan pada gugusan Mindanao di Filipina; dan Tarsius Sulawesi (Sulawesi Tarsier) yang ditemukan di Sulawesi dan pulau disekitarnya. Di Indonesia, selain masyarakat lokal yang tinggal disekitar habitat hewan ini, tidak banyak yang mengenal hewan ini.
Sayangnya, primata mini ini seringkali diburu karena bentuknya yang unik. Tarsius memiliki bentuk yang menyerupai lemur dan monyet serta ukuran yang berkisar antara 9-16 cm, tidak termasuk dengan panjang ekornya yang bisa mencapai dua kali lipat dari ukuran tubuhnya. Tidak seperti primata lain, Tarsius memiliki sisik di bagian bawah ekornya. Ia memiliki bulu lebat dan berwarna dari abu-abu hingga coklat, dua membran telinga yang besar, serta pergelangan kaki yang panjang. Ciri-ciri ini menyebabkan Tarsius dikira sebagai tikus dan hama oleh masyarakat lokal, terutama bagi petani. Selain itu, dua bola mata besar tanpa selaput tisu seperti hewan nokturnal lainnya dan kemampuan untuk memutarkan kepalanya hampir 180o seperti burung hantu yang menyebabkan primata ini ditakuti dan dianggap sebagai makhluk berbahaya. Inilah yang menyebabkan Tarsius disebut sebagai monyet hantu di beberapa daerah di Indonesia.
Mengenal Kehidupan Tarsius
Tarsius hanya tinggal di daerah hutan tropis di Asia Tenggara yang belum dan sudah tersentuh manusia. Primata ini bergerak dengan melompat dari satu pohon ke pohon lainnya dengan menggunakan kakinya yang panjang. Ia dapat melompat sejauh 3 meter dari satu pohon ke pohon lainnya. Karena bentuknya yang mungil, Tarsius menghabiskan sebagian besar hidupnya di pohon sebagai bentuk pertahanan diri dari predator, seperti biawak, burung hantu, ular, dan tikus. Hewan ini juga merupakan hewan teritorial yang menandai pohon dimana ia tinggal dengan urine. Selain pohon, primata mini ini dapat tinggal di semak, pohon bambu, palem, rerumputan lebat, dan perkebunan seperti kelapa, kopi, coklat, pala, dan kayu.
Tarsius merupakan hewan nokturnal yang hanya aktif pada malam hari untuk berburu, berpindah, dan kawin. Primata ini merupakan hewan karnivora yang umumnya memangsa serangga, tapi juga dapat memangsa hewan vertebrata kecil. Ia memangsa dengan cara menunggu mangsa datang dan melompat untuk menangkapnya. Uniknya, hewan ini bahkan dapat menangkap seekor burung yang terbang saat melompat. Selain berburu, hewan ini hanya akan aktif bergerak saat musim kawin. Berdasarkan pengamatan Saroyo (dalam Wijayanto, 2014), seorang pengamat primata, hewan ini akan mengeluarkan suara bersahut-sahutan antara jantan dan betina pada saat-saat tertentu yang disebut duet call. Disaat seperti ini, hewan ini akan mengelilingi teritorinya dan membuat sarang. Tidak seperti hewan mamalia lainnya, hewan ini hidup secara monogami, artinya hanya memiliki satu pasangan. Walaupun demikian, seringkali ditemukan lebih dari satu betina dan jantan dalam satu sarang. Terakhir, primata ini akan berpindah untuk membuat sarang lain. Hal ini dilakukan saat Tarsius beranjak dewasa. Ia keluar dari sarang induknya dan mencari teritori baru.
Ancaman Kepunahan
Dengan melesatnya perkembangan teknologi dan ekonomi, manusia dipaksa untuk berkembang dan menemukan berbagai cara untuk bertahan hidup. Akan tetapi, sering kali dalam melaksanakannya, manusia mengorbankan alam dan satwa yang ada di dalamnya. Inilah yang terjadi pada Tarsius, primata mini asal Indonesia. Aktivitas manusia seperti penebangan hutan, perkebunan, dan perburuan mendorong Tarsius ke ambang kepunahan.
Dengan adanya penebangan hutan liar ataupun tidak liar di sekitar habitat Tarsius, maka hewan ini akan kehilangan habitat dan sumber makanannya. Ia akan kehilangan pohon dan berbagai tanaman lain yang menjadi sarang dan tempat tinggal. Parahnya, seringkali oknum tidak bertanggung jawab menebang pohon tanpa melihat apakah ada hewan yang tinggal di sana atau tidak. Oleh karena itu, hewan ini sering ditemukan mati bersamaan dengan tumbangnya pohon. Hal ini memaksanya dan hewan lain untuk masuk dalam lingkup hidup manusia. Disaat yang sama, penebangan hutan juga dapat mengancam keberlangsungan hidup manusia.
Selanjutnya, Tarsius kehilangan sumber makanannya dengan adanya aktivitas perkebunan. Seperti yang diketahui, serangga dan kebanyakan hewan vertebrata kecil adalah hama bagi pertanian dan perkebunan. Untuk memusnahkan hewan-hewan ini, manusia banyak menggunakan pestisida dan insektisida. Yang menjadi masalah di sini adalah saat Tarsius memakan hewan yang telah terkena bahan kimia ini. Ada 2 kemungkinan yang terjadi disini, yaitu primata ini mati atau mengalami mutasi yang menyebabkan sakit dan tidak bisa berkembang biak.

Terakhir, hewan ini sering diburu untuk dipelihara, dikonsumsi, ataupun dibasmi sebagai hama. Di mata sebagian masyarakat, hewan ini bisa dilihat sebagai makhluk eksotis dan lucu, terutama di daerah non-tropis. Tentunya hewan ini akan diburu oleh oknum yang menginginkan uang dan diperjual-belikan di pasar gelap. Akan tetapi, banyak yang tidak tahu bahwa Tarsius sangat mudah mati karena stress dan sulit untuk dirawat. Disaat yang sama, hewan ini juga sering dibasmi karena ekor, warna, dan ukurannya yang menyerupai tikus. Tapi yang paling buruk, banyak masyarakat lokal yang mengkonsumsi hewan ini sebagai “tola-tola”, makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan alkohol.
Upaya Indonesia Selamatkan Tarsius
Melihat kondisi Tarsius yang semakin hilang dari bumi Indonesia. Pemerintah menjadikan primata ini sebagai hewan yang dilindungi. Bahkan, pemerintah menyediakan beberapa cagar alam, seperti Cagar Alam Tangkoko di Minahasa, Cagar Alam Morowali di Morowali, dan Cagar Alam Tangale di Gorontalo. Selain itu, pemerintah dan beberapa organisasi peduli telah melaksanakan berbagai kegiatan pemberdayaan dan edukasi dalam upaya melindungi hewan ini. Tentunya, hal ini dapat terus berlanjut dengan kesediaan kita semua untuk terus menjaga dan memberdayakan alam. Oleh karena Itu, kita bisa ikut serta dalam melindungi tidak hanya Tarsius, tapi juga berbagai hewan lainnya dengan menanam bibit baru, peka terhadap keberadaan satwa, tidak mengusik sarang hewan, dan menyebarkan informasi mengenai primata mini ini.
Dengan menyelamatkan Tarsius, kita juga dapat ikut andil dalam upaya menyelamatkan hutan tropis Indonesia. Menurut Wirdateti (dalam Rizki & Rahmad, 2016), Peneliti Primata LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), hewan ini memiliki peran penting sebagai pemencar benih dan pengendali hama alami di hutan. Selain itu, primata ini bisa menjadi indikator penting bagi ekologi, artinya hutan yang bagus dapat dilihat dari keberadaan primatanya.
Dengan sadar akan pentingnya menjaga dan melestarikan alam, kita sudah ikut andil dalam upaya menyelamatkan Tarsius. Tapi, kita tidak boleh berhenti disini saja. Masih banyak yang bisa kita lakukan demi kelangsungan hidup semua makhluk. Jadi, tunggu apa lagi?
Penulis: Jeannette Sharon
Referensi Literatur:
Britannica, T. Editors of Encyclopaedia (Invalid Date). Tarsier. Encyclopedia Britannica. https://www.britannica.com/animal/tarsier
Hill, W.C.O. 1955. Primates: Comparative Anatomy and Taxonomy. II. Haplorhini: Tarsioidea. Edinburgh: Edinburgh University Press.
Rizki, P., & Rahmad, R. (2016, February 3). Inilah Hutang Kita pada Primata yang Masih tetap Diburu dan Diperdagangkan. Mongabay. https://www.mongabay.co.id/2016/02/03/hutang-kita-pada-primata/
Tarsius Tarsier. (n.d.). Wikipedia. Retrieved January 26, 2021, from https://id.wikipedia.org/wiki/Tarsius_tarsier
Wijayanto, A. (2014, August 28). Tarsius Spectrum, Si Penjelajah Malam Dari Sulawesi. Mongabay. https://www.mongabay.co.id/2014/09/28/tarsius-spectrum-si-penjelajah-malam-dari-sulawesi/
Referensi Gambar:
iStockphoto/Thinkstock. (n.d.). tarsier Tarsier (Tarsius syrichta) [Photograph]. Britannica. https://www.britannica.com/animal/tarsier
mnn.com. (n.d.). [Photograph]. IDN Times. https://www.idntimes.com/science/
discovery/eka-amira/5-fakta-menarik-tarsius-exp-c1c2/1
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak!