
Pada dasarnya bumi ini diselimuti oleh lapisan udara yang bernama atmosfer. Lapisan udara yang ada di atmosfer tersusun dari berbagai jenis gas, meliputi 78% gas nitrogen (N), 21% oksigen (O2), 0,9% argon (Ar), dan 0,03% karbon dioksida (CO2). Sisanya adalah uap air, kripton, neon, xenon, hidrogen, kalium, serta 0,7% ozon.
Atmosfer merupakan salah satu pendukung utama adanya kehidupan di bumi. Selain itu, atmosfer juga membuat suhu di bumi tetap hangat dan nyaman untuk ditinggali. Adanya gas oksigen penyusun atmosfer menjadikan bumi sebagai planet yang unik di alam semesta karena oksigen bisa digunakan makhluk hidup untuk bernapas.
Namun, beberapa tahun terakhir, jumlah gas-gas yang mengandung karbon atau biasa disebut gas rumah kaca keberadaannya di atmosfer kian meningkat akibat dari berbagai ragam aktivitas manusia. Saat ini diperkirakan konsentrasi karbon dioksida mendominasi atmosfer. Gas-gas rumah kaca lainnya seperti metana dan klorofluorokarbon (CFC) berpotensi menghalangi pemancaran panas dari bumi sehingga panas dipantulkan kembali ke bumi. Akibatnya, bumi menjadi sangat panas, dan inilah yang disebut pemanasan global (global warming).

Penyebab Gas Karbon Meningkat
Global warming merupakan suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan yang diakibatkan oleh gas rumah kaca. Karbon dioksida adalah salah satu gas rumah kaca yang diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil atau kegiatan manusia. Karbon dioksida secara alami beredar secara bebas di atmosfer bumi yang berperan penting dalam siklus karbon.
Semakin banyak kegiatan yang dilakukan oleh manusia sehingga mengubah siklus karbon di bumi menjadi penyebab utama meningkatnya efek rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global. Adapun penyebab meningkatnya gas rumah kaca di udara, yaitu :
-
Deforestasi

Konversi hutan menjadi lahan pertanian dan peternakan, kawasan pemukiman dan industri masih terus terjadi. Menurut Bank Dunia, sekitar 14,5 juta hektar hutan hilang setiap tahunnya. Hal ini disebabkan dari berbagai kegiatan manusia yang bersifat ilegal. Masih banyaknya kasus penggundulan hutan secara sengaja untuk diperoleh kayunya namun meninggalkan hutan gundul dan terbengkalai.
Disisi lain, pembukaan lahan dengan cara pembakaran terus digalakkan. Masih banyak pelaku-pelaku industri nakal yang sengaja membakar hutan guna lebih cepat menggundulkan lahan. Hasil dari pembakaran hutan jelas melepaskan banyak karbon dioksida serta polutan lainnya.
Deforestasi hutan tentu menyebabkan efek rumah kaca dan berkurangnya jumlah pohon yang seharusnya bisa menyerap karbon dioksida.
-
Pembakaran sampah

Minimnya kesadaran manusia kalau produksi sampah yang dihasilkan tiap orang per harinya terlampau cukup banyak. Berdasarkan Jurnal Pengelolaan Sampah ITB, masyarakat rata-rata menghasilkan sampah sekitar 0,35- 0,4 kilogram per hari. Pengelolaan sampah di beberapa wilayah yang kurang baik membuat sampah-sampah tersebut menumpuk, menggunung, dan menimbulkan bau tak sedap.
Banyak masyarakat yang salah kaprah dan berpandangan bahwa membakar sampah adalah salah satu cara paling cepat dan efektif untuk membersihkan lingkungan sekitar. Tapi nyatanya, dalam proses pembakaran sampah tersebut menghadirkan gas-gas berbahaya dalam jumlah banyak. Salah satunya adalah karbon dioksida yang memberi kontribusi dalam pelepasan karbon ke udara.
-
Transportasi yang memanfaatkan bahan bakar fosil

Bila kebutuhan primer dan sekunder manusia seperti sandang, pangan dan papan, telah terpenuhi. Maka selanjutnya pemenuhan kebutuhan tersier atau gaya hidup (lifestyle),seperti alat transportasi.
Kebutuhan akan alat transportasi menjadi semakin penting untuk mobilitas manusia. Hal ini menyebabkan semakin tingginya kebutuhan bahan bakar fosil yang digunakan dalam bertransportasi. Dengan semakin banyaknya orang yang memiliki kendaraan (mobil/motor) dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, ketergantungan akan bahan bakar fosil pun tidak dapat dihindari. Akibatnya yang terjadi adalah gas buangan (emisi) karbon berupa CO2 dari bahan bakar fosil yang merupakan sumber utama gas rumah kaca saat ini.
Penggunaan bahan bakar fosil secara terus menerus akan menghasilkan gas sisa buangan, seperti emisi karbon yang berkontribusi sangat nyata bagi pemanasan global.
-
Makanan yang dikonsumsi

Makanan yang kita konsumsi berasal dari pertanian, perkebunan, pabrik pengolahan makanan, transportasi distribusi, dan peternakan. Setiap rantai produksi makanan itu turut menyumbangkan gas karbon.
Nyatanya,pada peternakan menyumbang emisi karbon lebih tinggi dibanding pertanian tradisional. Mulai dari perawatan hewan ternak dengan jumlah besar, sampai limbah yang dihasilkan berupa gas metana. Yang dimana gas metana merupakan salah satu jenis karbon. Metana dapat memerangkap panas dalam atmosfer.Hal ini tidak terlepas dari peran manusia sebagai produk daging dan susu yang terus tumbuh berkali-kali lipat.
Indonesia saat ini menjadi negara nomor dua terbesar di dunia penghasil sampah makanan. Limbah konsumsi manusia juga turut berkontribusi menyumbang emisi karbon. Sisa makanan yang menjadi sampah organik mengalami pembusukan di berbagai tempat yang bilamana melepas jumlah gas metana yang besar.
Akibat dari itu semua, jumlah gas karbon di atmosfer berlimpah dan berdampak pada keadaan lingkungan yang menjadi tidak stabil, adanya gangguan ekologis;terutama pada habitat hewan dan tumbuhan, polusi semakin tidak terkendali,dan habisnya lahan sebagai tempat hidup pohon yang berfungsi untuk menyerap karbon.
Pentingnya Mengetahui Jejak Karbon

Jejak karbon (carbon footprint) adalah nilai emisi karbon yang dihasilkan oleh suatu organisasi, peristiwa, produk, dan aktivitas manusia. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan oleh manusia, maka semakin tinggi nilai emisi yang dihasilkan. Jejak karbon adalah suatu ukuran dari aktivitas manusia yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Jejak karbon sendiri terbagi menjadi dua jenis, yakni :
-
Jejak karbon primer (primary carbon footprint)
Jejak karbon primer merupakan jejak karbon yang berasal dari proses pembakaran langsung, contoh penggunaan transportasi berbahan bakar fosil.
-
Jejak karbon sekunder (secondary carbon footprint)
jejak karbon sekunder merupakan jejak karbon yang berasal dari proses siklus produk-produk yang digunakan, dari pembuatan hingga penguraian. Contohnya makanan yang dikonsumsi sehari-hari berpotensi meninggalkan jejak karbon yang lebih besar.
Jejak karbon penting untuk diketahui karena menjadi tolak ukur seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari kegiatan sehari-hari kita. Penghitungan Jejak Karbon dapat dilakukan dari hal yang paling sederhana adalah seperti 1) konsumsi energi, biasanya tenaga listrik; 2) penggunaan transportasi untuk perjalanan dengan motor/mobil, atau pesawat dan; 3) makanan yang kita konsumsi.
Selain itu terdapat salah satu cara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di atmosfer. Terkait hal ini, cara yang bisa dilakukan untuk menebus emisi yang kita hasilkan yaitu dengan mengimbangkan emisi karbon. Seperti apa caranya?
Salah satu cara mengimbangi emisi karbon yang paling mudah untuk dilakukan adalah dengan menanam dan mengadopsi pohon. Mengingat bahwa pohon dapat menyerap gas-gas karbon yang dihasilkan dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh manusia maupun makhluk hidup lainnya. Peran pohon sangat penting dalam menurunkan gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global saat ini. Semakin banyak pohon di bumi ini, maka gas-gas karbon dapat diredam dan tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan.
Menghitung Jejak Karbon

Upaya pengurangan emisi atau netralisasi emisi karbon (carbon offset), kita perlu terlebih dahulu mengetahui emisi yang telah dikeluarkan. setidaknya untuk melihat seberapa besar tanggung jawab kita untuk membayarnya. Data mengenai pemetaan emisi tiap negara sudah tersedia dan terus diperbarui, begitu juga berdasarkan perusahaan besar. Namun, bukan berarti individu atau rumah tangga tidak bisa menghitung jejak karbon pribadinya.
Jejak karbon pribadi atau carbon footprint mulai populer sebagai istilah dan perbincangan mulai abad ini, setidaknya dilihat oleh Wiedmann dan Minx (2008) dalam tulisannya mengenai carbon footprint di United Kingdom. Disebutkannya, emisi karbon yang dikeluarkan tidak hanya menjadi tanggung jawab negara atau perusahaan, tetapi juga individu yang menyumbang emisi maupun bisa memberi sumbangsih perbaikan.
Saat ini sudah banyak platform yang memudahkan kita menghitung jejak karbon pribadi kita. Berbagai komunitas atau situs yang bergerak dalam bidang lingkungan seperti carbonfootprint.com, safeclimate.net, dan carbonethics.org, menyediakan wadah langsung bagi pengunjung situsnya untuk menghitung jejak karbon pribadinya.
Beberapa jenis aktivitas yang mempengaruhi jejak karbon kita, seperti dirangkum oleh Cleanomic.co.id, antara lain barang yang kita beli dan gunakan, konsumsi bahan bakar, konsumsi makanan, layanan yang kita pakai, serta perilaku kita terhadap segala barang/aktivitas itu. Dan pada jenis-jenis itu, masih tergantung lagi pada faktor emisinya, seperti efisiensi tenaga pada alat/mesin tersebut akan mempengaruhi emisi yang kita keluarkan.
Contoh kasus dari rangkaian emisi yang kita keluarkan pada tiap jenis, ada pada aktivitas kita sehari-hari. Ketika kita akan membeli sesuatu, bagaimana cara kita membelinya sangat berpengaruh. Jika ke tempat belanja atau supermarket, kemungkinan akan mengeluarkan emisi bahan bakar juga, dan itu juga tergantung pada jenis kendaraan yang dipakai.
Makanan yang kita makan secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap emisi karbon. Jika ada yang pernah mendengar emisi atas pemotongan daging dan dukungan vegetarian dalam melestarikan lingkungan, nah itu adalah salah satu contoh pengaruh pilihan makanan pada emisi karbon. sebenarnya, pemanasan global yang terjadi semuanya tergantung bagaimana perilaku kita terhadap barang tersebut, seperti boros listrik, membuang makanan, dan berkendara yang menyebabkan peningkatan efek rumah kaca. maka dari itu, sebagai manusia yang hidup dibumi sudah selayaknya kita menjaga rumah kita untuk tetap aman dan nyaman ditinggali.
yuk lakukan perubahan dari hal-hal kecil!
Penulis : Tasyah Anjani &Abiyyi Yahya Hakim
Dikurasi Oleh: Daning krisdianti
Referensi :
[1]Gischa,Serafica. 2020. Atmosfer: Pengertian, Manfaat, Fungsi dan Lapisannya. kompas.com. Tersedia dalam https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/31/060000969/atmosfer-pengertian-manfaat-fungsi-dan-lapisannya?page=all. Diakses 17 Oktober 2020.
[2]Ikhlasul. 2017. Atmosfer. Diktat kuliah IAD. Tersedia dalam http://staffnew.uny.ac.id/upload/132319978/pendidikan/DIKTAT+KULIAH+IAD_atmosfer.pdf.Diakses 17 Oktober 2020.
[3]Mardatila, Ani. 2020. 6 Penyebab Pemanasan Global yang Diakibatkan oleh Manusia dan Jarang Disadari. merdeka.com. Tersedia dalam https://www.merdeka.com/jateng/6-penyebab-pemanasan-global-yang-diakibatkan-oleh-manusia-kln.html?page=4. Diakses 19 Oktober 2020.
[4]Nasirudin, dkk. 2020. Identifikasi dan Analisis Jejak Karbon (carbon footprint) dari Penggunaan Listrik di Institut Teknologi Yogyakarta. Jurnal Rekayasa Lingkungan. 18 (2) 1-10. Tersedia dalam https://www.researchgate.net/publication/340002656_IDENTIFIKASI_DAN_ANALISIS_JEJAK_KARBON_CARBON_FOOTPRINT_DARI_PENGGUNAAN_LISTRIK_DI_INSTITUT_TEKNOLOGI_YOGYAKARTA. Diakses 17 Oktober 2020.
[5]Novitasari, Yudienda. 2020. Kenapa Membakar Sampah Berbahaya?. kumparan.com. Tersedia dalam https://kumparan.com/yufiendanovitasari/kenapa-membakar-sampah-berbahaya-1GpMRx/full. Diakses 19 Oktober 2020.
[6]Ratna, Dewi. 2016. Ngeri, ini bahaya gas CO dan CO2 untuk pencemaran udara. merdeka.com. Tersedia dalam https://www.merdeka.com/pendidikan/ngeri-ini-bahaya-gas-co-dan-co2-untuk-pencemaran-udara.html. Diakses 19 Oktober 2020.
Who is Responsible for Climate Change? – Who Needs to Fix It?, Kurzgesagt – In a Nutshell. https://www.youtube.com/watch?v=ipVxxxqwBQw
Carbon Calculator. Carbonfootprint.com. http://www.carbonfootprint.com/calculator.aspx
Carbon Calculator. Carbonethics.org. https://www.carbonethics.org/carboncalculator
Wiedmann, Thomas & Minx, Jan. 2008. A Definition of Carbon Footprint. CC Pertsova, Ecological Economics Research Trends. 2. 55-65.
LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Kunjungi situs berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam untuk mendukung kegiatan dan aksi penghijauan teman-teman di Semarang. Mari bersama melestarikan dan menjaga pesisir Indonesia dari bahaya abrasi yang dapat merugikan banyak pihak!
Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!